Saat berbicara tentang para pelaku politik atau politikus, sejak zaman awal Indonesia merdeka, dunia politik kerap kali didominasi oleh kaum laki-laki. Namun pasca reformasi, perempuan mulai lebih aktif dilibatkan dalam kegiatan politik. Hal ini terbukti dari terpilihnya Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden wanita pertama Indonesia. Perempuan seiring dengan berjalannya waktu makin diharapkan keterlibatannya untuk ikut andil sebagai anggota legislatif di Lembaga perwakilan rakyat Indonesia.
Untuk Pemilu tahun 2019, KPU pun mendukung dan memastikan keterlibatan perempuan dalam politik dengan membuat peraturan yang mewajibkan setiap parpol untuk membawa 30% caleg perempuan dalam daftar caleg mereka. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU nomor 20 tahun 2018. Diharapkan, akan ada 30% persen anggota legislatf yang terdiri dari perempuan.
Baca Juga:Â Perempuan Dalam Politik
Namun apakah kenyataannya demikian? Apakah benar 30% kursi legislatif diisi oleh perempuan? Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2015, jumlah anggota perempuan Dewan Perwakilan rakyat pada 5 pemilu terakhir tidak lebih dari 18%. Jumlah tertinggi didapat dari Pemilu tahun 2009 dengan 17,86%. Kira-kira faktor apa yang menyebabkan para caleg perempuan ini gagal untuk memenuhi kuota 30% kursi parlemen?
- Menurut komisioner KPU Ilham saputra, faktor pertama adalah banyak bakal calon legislatif atau bacaleg yang berkasnya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Â
- Banyak caleg perempuan yang mendapatkan nomor bawah pada daftar caleg partai.
- Bacaleg perempuan yang diusung partai hanya sekedar untuk memenuhi aturan KPU tentang daftar calon legislatif.
- Adanya anggapan bahwa perempuan masih banyak mendapat hambatan budaya, agama, dan sosial.
- Adanya anggapan yang menyatakan perempuan memprioritaskan keluarga dibandingkan karir politik mereka.
- Dan yang terakhir adalah masih minimnya ketertarikan para perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam politik.
Linda Afriani, S.E. Kader PKS untuk Yogyakarta menambahkan, "Memang masih banyak perempuan yang belum memiliki ketertarikan untuk terjun ke dunia politik. Alasan Utamanya ya memang karena takut keluarga terbengkalai." Tentunya hal ini agak disayangkan mengingat masih banyaknya masalah yang dialami perempuan Indonesia seperti:
- Perbedaan upah antara perempuan dan laki-laki
- Kekerasan terhadap perempuan
- Kerja tidak dibayar
- Meningkatnya pekerja migran perempuan tidak berdokumen
- Permasalahan hukum
- Serta perlindungan sosial
Baca Juga:Â Linda Afriani, Tokoh Pemberdaya Perempuan Di Yogyakarta
Contoh kasus pemerkosaan yang terjadi di Muara Bulian, Jambi, Indonesia dimana korban WA harus mendekap di penjara setelah diperkosa kakak kandungnya sendiri kemudian mengaborsi janinnya tersebut adalah salah satu contoh nyata permasalahan hukum dan sosial yang dianggap tidak memberikan keadilan bagi perempuan.
"Yang paling mengerti perempuan itu ya kaum perempuan itu sendiri. Partisipasi aktif kaum perempuan di politik akan membantu menciptakan Indonesia yang lebih adil dan nyaman bagi kaum perempuan. Misalnya, adanya permintaan membuat aturan pemberian cuti libur kehamilan selama 9 atau bahkan 12 bulan. Yang hamil kan kita. Yang mengerti kan kita. Tapi kita tidak mau mendukung dan mengupayakan aturan tersebut untuk diberlakukan. Ya sulit", Tambah Linda.
Lanjut Baca:Â Linda Afriani, S.E., Dipinang 5 Partai Politik, Mana Yang Dipilih?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H