Berawal dari pemberitaan media yang menemukan kejanggalan form c1 disitus resmi KPU membuat kita mempertanyakan independensi dari lembaga resmi penyelenggara pemilu ini. Dan sebagai warga negara yang telah menggunakan hak pilihnya, berita tersebut telah mencederai kepercayaan kita dan mengusik saya untuk mencari tahu secara detail kronologis kesalahan tersebut. Awalnya saya menduga ini hanyalah kesalahan input data yang dilakukan oleh petugas KPPS setempat dan keteledoran saksi yang ada.
Karena saya mengenal koordinator saksi TPS di kelurahan Rawasari maka saya segera menghubungi melalui telefon dan saya sampaikan perihal kejanggalan form c1 di TPS 17 yang berdasarkan situs resmi KPU suara untuk Prabowo sebesar 497 dan untuk Jokowi 193 suara dengan jumlah total suara sah 490.. Saat saya menanyakan itu, awalnya teman menyangka jika saya salah membaca datanya karena menurut form c1 yang dipegangnya angka yang benar adalah 297 suara untuk Prabowo dan untuk Jokowi 193  dengan total jumlah suara sah 490. Mendengarkan penjelasan teman tersebut  menimbulkan pertanyaan, apakah ini yang dimaksud oleh Jokowi untuk ikut mengawal perhitungan suara, karena jika hal seperti form c1 di Rawasari saja lalai diperhatikan maka dapat dipastikan adanya penggelembungan suara yang cukup besar .
Jika demikian yang kita temukan maka bukan tidak mungkin ini merupakan cara yang sistematis dilakukan oleh pihak pihak yang menghendaki KPU kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Dan sangat disayangkan pula jika KPU hanya menjawab jika ini sudah dilakukan sesuai dengan tingkatannya masing masing dan sesuai dengan prosedur. Sehingga sangatlah wajar jika seorang Husin Yazzid (Direktur Puskaptis) berani sesumbar untuk menantang lembaga survey lainnya jika hasil quick countnya adalah yg paling tepat dan bersedia membubarkan Puskaptis yang dipimpinnya atau barangkali hal ini sangat tepat pula jika seorang Burhanudin mengatakan jika hasil quick countnya meleset maka ada yang salah dengan KPU atau kecurigaan masyarakat selama ini jika KPU sejak jaman Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati lebih memihak kepada pemerintahan yang berkuasa.
Semua dugaan atas kejanggalan tersebut patut dijelaskan oleh KPU , siapakah yang paling bersalah dalam melakukan manipulasi perubahan data form c1 dari TPS ke data resmi form c1 situs KPU. Dan hal ini harus menjadikan semua pihak yang berkepentingan untuk ikut mengawasi secara lebih detail langkah langkah KPU kedepannya.
Saya jadi teringat pesan Bang Napi disebuah acara stasiun televisi, " WASPADALAH !!! KEJAHATAN TERJADI BUKAN HANYA DARI NIAT PELAKU SAJA TAPI JUGA KARENA ADA KESEMPATAN, KARENANYA WASPADALAH !!!!! "
Salam revolusi mental
http://pilpres2014.kpu.go.id/c1.php
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H