Byuurr…
Tono menceburkan tubuhnya ke dalam sungai. Bening, dingin, nan segar. Namun, tak sama dengan apa yang ada di pikiran Tono. Keruh, kacau plus galau. Rupanya aliran sungai yang lembut itu tak jua dapat menghanyutkan gundah gulana hati Tono. Terlalu banyak ketakutan, keraguan, praduga yang berkecamuk dalam pikirannya. Sejenak lamunan Tono buyar tatkala mendengar alunan lagu “…nanging yen waktune uwes teko… Ku pengen kowe dadi bojo ku…. Mlaku bebarengan neng srengenge lan udan… Mlayu-mlayu mrono-mrene karo ngguya-ngguyu¹” (Akad-Payung Teduh dalam bahasa Jawa: https://youtu.be/8ZRiyouqVQs). Ya, maklum saja, lagu itu sedang jadi trend di kampung Tono, bahkan lebih ngetrend dari lagu dalam bahasa aslinya. Rupanya, Saidlah yang membawa lagu itu sampai ke telinga Tono. Sambil melepas sarungnya, Said meletakkan radionya di atas bebatuan di pinggir sungai, lalu segera menyusul Tono berendam dalam air sungai.
Tono dan Said bersahabat, mereka tinggal di suatu desa yang begitu indah, tenang dan bersahaja.
“Kamu kenapa Ton? Dari raut mu kelihatan kalau kamu sedang banyak pikiran” tanya Said. “Ono masalah oposeh? Yen pingin crita, crita wae!”
Tono tersenyum lalu menggeleng.
“Jane mung siji sing dadi pikirku, bapakku kuwi. Nanging ngalahi mikir ne wong sak kampung, puyeng aku Id!²”
Ayah tono seorang petani yang sukses, sawahnya luas, punya banyak pegawai. Juga menguasai dan memiliki alat-alat pertanian yang modern. Tak heran jika beliau menjadi orang terpandang di kampung. Bukan hanya karena kekayaannya, tapi juga karena beliau dermawan. Tono adalah anak satu-satunya. Sudah hampir sepuluh tahun ibunda Tono meninggal, ketika itu Tono baru berusia tujuh tahun. Selama itu Tono sudah cukup bahagia hanya hidup bersama ayahnya.
Namun, kini semua sepertinya akan berubah, sang ayah ingin menikah lagi.
“Tono, kenalkan ini calon ibu kamu,” kata ayah Tono kala itu.
Wahhh…, kaget setengah mati Tono dibuatnya, seketika bibirnya kelu, tak ada jawaban apapun yang keluar darinya. Tono takut kalau ia akan menjadi seperti Cinderella yang diperbudak oleh ibu tirinya. Seketika bayangan-bayangan ibu tiri yang kejam yang ia lihat di layar kaca memenuhi pikirannya. Membayangkan saja sudah membuat Tono kacau, bagaimana saat dia menjalani kehidupan seperti itu?
Dari sinilah cerita ini bermula.