Mohon tunggu...
Maria Angelina
Maria Angelina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

BUDAYAKAN MEMBACA DENGAN CERMAT !

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penggunaan Retorika dan Dialektika dalam Kampanye Sosial #SAVEKOMODO

16 Oktober 2024   22:47 Diperbarui: 16 Oktober 2024   23:00 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: bashirahnews.com

Taman Nasional Komodo atau yang saat ini lebih dikenal dengan Pulau Komodo merupakan habitat alami satwa langka Varanus Komodoensis atau biasanya dikenal dengan sebutan Komodo. Komodo merupakan hewan langka yang menjadi kebanggaan daerah Nusa Tenggara Timur dan kebanggaan negara Indonesia. Hewan ini menjadi hewan kebanggaan dikarenakan komodo adalah jenis kadal raksasa atau hewan purba Dinosaurus yang masih hidup sampai saat ini. Pulau Komodo ini juga pernah menjadi salah satu dari tujuh tempat keajaiban dunia pada tahun 2012 versi organisasi New7Wonders sehingga tidak mengherankan jika Pulau Komodo telah diakui oleh negara-negara asing lainnya dan menjadi tempat wisata terbaik di negara Indonesia. 

Pada gambar diatas, disajikan foto hewan komodo dengan latar belakang gedung dan polusi yang ingin memberikan pesan bahwa pembangunan industri di Pulau Komodo dapat mengancam kehidupan hewan komodo di daerah NTT ini. Gambar tersebut sekaligus menjadi kampanye sosial untuk meningkatkan kesadaran para penguasa industri atau pebisnis bahwa tindakan mereka dapat mengancam kehidupan hewan komodo. Oleh karena itu, kampanye sosial ini hadir untuk mempersuasif para masyarakat dan para penguasa industri untuk tidak menggunakan area Taman Nasional Komodo demi kepentingan pembangunan semata, seperti pembangunan villa dan restoran. 

Dalam kampanye sosial tersebut, elemen retorika yang digunakan adalah pathos (emosi). Hal ini dikarenakan, pernyataan persuasif dalam gambar kampanye sosial tersebut yaitu, "Kami Ingin Alam Komodo Tetap Liar, Bukan Pembangunan Semakin Liar" membangkitkan emosi audiens terutama karena penggunaan kata-kata " Bukan Pembangunan Semakin Liar" yang secara langsung dapat dimaknai sebagai ancaman bagi lingkungan atau habitat hewan komodo ini. Tentunya, ancaman yang disampaikan melalui kalimat-kalimat persuasif ini mendorong masyarakat dan para penguasa industri atau pebisnis untuk lebih sadar dan memiliki rasa empati terhadap habitat alami hewan komodo. Elemen logos juga digunakan dalam kampanye sosial ini melalui gambar atau poster tersebut. Dapat dianalisis secara logis bahwa kampanye sosial tersebut mengajukan argumen secara tidak langsung bahwa alam komodo harus tetap dilestarikan karena merupakan habitat satwa langka dan berharga bagi daerah NTT dan negara Indonesia. Pembangunan yang "semakin liar" tentunya akan berdampak buruk terhadap ekosistem dan keberlangsungan spesies yang hidup di sana.

Penggunaan frasa dalam kampanye sosial seperti "liar" dalam konteks positif (alam) dan negatif (pembangunan) adalah permainan kata yang sangat kuat dan mampu membuat masyarakat berpikir kritis. Hal ini dikarenakan, penggunaan frasa tersebut menciptakan kontras antara keindahan alam yang perlu dipertahankan dan ancaman dari pembangunan yang tidak terkendali. Di sini terjadi dialektika antara dua kepentingan yang bertentangan antara melindungi lingkungan dengan memajukan pembangunan ekonomi. Dapat dilihat bahwa, penggunaan diksi yang tepat dapat membangkitkan emosi dan logika masyarakat sehingga pesan tersebut dapat mempersuasif masyarakat untuk ikut terdorong dalam membantu merealisasikan aksi nyata #savekomodo guna memberhentikan pembangunan-pembangunan yang merugikan hewan komodo tersebut. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kampanye sosial dengan menggunakan hastag "#savekomodo" ini secara efektif menggunakan retorika untuk membangkitkan emosi, menyajikan kalimat atau frasa kritis untuk menyadarkan masyarakat dan para pemangku kepentingan industri atau pebisnis, serta memperkuat argumen logis mengenai pentingnya melindungi alam dan hewan disekitarnya. Sementara itu, dialektika yang muncul dari kampanye ini berpusat pada perdebatan antara pembangunan dan pelestarian. Hal tersebut dikarenakan kampanye sosial ini memunculkan kontradiksi yang dihadirkan kepada publik untuk menciptakan kesadaran dan aksi dalam mencegah dan melindungi rumah atau habitat alami hewan komodo. Namun, adapun evaluasi dalam kampanye sosial ini dimana, kata-kata persuasif yang menggunakan dan memunculkan elemen retorika dan dialektika ini belum cukup luas untuk memunculkan elemen-elemen lainnya sehingga elemen retorika dan dialektika masih terbilang sedikit dan pastinya berpengaruh terhadap audiens sebab audiens tentu akan lebih percaya jika ditambahi dengan elemen retorika dan dialektika lainnya, contohnya penggunaan elemen retorika ethos (kredibilitas) yang apabila dimunculkan dalam kampanye sosial tersebut seperti menunjukkan terkait orang-orang dari komunitas yang peduli terhadap hewan ataupun alam sekitar mendukung kampanye sosial ini dan menjadi bagian dari kampanye, maka pastinya akan menambah rasa percaya dalam diri para masyarakat dan pada akhirnya para audiens atau masyarakat ini berhasil untuk dipersuasif. 

sumber: https://www.bashirahnews.com/2020/10/pulau-komodo-aset-indonesia-yang.html 

#RetorikaDialektika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun