Mohon tunggu...
Angeline Christy Imanuella
Angeline Christy Imanuella Mohon Tunggu... Jurnalis - ella

do what you love!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kasus Pengelolaan Sampah di TPS untuk Mengurangi Emisi Karbon

15 Desember 2020   23:20 Diperbarui: 15 Desember 2020   23:23 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jejak karbon di definisikaan sebagai suatu ukuran dari aktivitas manusia yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan, yang diukur dari berapa banyak emisi karbon (by product) yang berdampak pada kenaikan GRK, biasanya dihitung dalam ukuran unit ton CO. 

Semua aktivitas seperti konsumsi energi listrik (penggunaan lampu, penggunaan peralatan dapur, alat cukur, penggunaan perangkat elektronik), sampah harian (sampah organik, kertas HVS, botol air minum dalam kemasan (AMDK) dan penggunaan alat transportasi (kendaraan bermotor dan mobil) dapat menghasilkan karbon dioksida (COâ‚‚).

Sampah adalah salah satu sektor hasil dari aktivitas manusia yang berkonstribusi dalam pemanasan global. Sampah menyumbang gas rumah kaca dalam bentuk gas metana (CH₄) dan gas karbondioksida (CO₂). 

Sampah yang tertimbun dalam jangka waktu tertentu akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan gas-gas yang menyebar diudara, Gas-gas yang dihasilkan dari proses degradasi sampah organik diantaranya yang paling banyak dihasilkan yaitu gas metanaa (CH₄) dan karbon dioksida (CO₂). 

Gas metana yang dilepaskan ke udara begitu saja memiliki emisi gas rumah kaca sebesar 21 kali lebih buruk dari COâ‚‚. GRK yang dihasilkan oleh limbah akan keluar ke lingkungan sebagian atau sepenuhnya ketika limbah diletakkan pada TPA.

Dengan model TPA yang masih landfill tanpa adanya pemrosesan maka limbah akan mengeluarkan karbon dalam jumlah yang banyak ke lingkungan pada kawasan TPA. Sebagian besar sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih bergantung pada satu metode penanganan, yaitu kumpul-angkut-buang atau end-of-pipe, suatu cara penanganan sampah yang mengandalkan pembuangan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA). 

Data statistik persampahan Indonesia (KNLH, 2008) menunjukkan bahwa dari 14,1 juta ton sampah yang dihasilkan 26 kota besar di Indonesia, sebanyak 13,6 juta ton di antaranya dibuang ke TPA (KNLH, 2008). Hanya sebagian kecil sampah yang diolah untuk didaur ulang, yaitu sebesar 2,26% di sumber asalnya, 2,01% di tempat penampungan sementara (TPS), dan 1,6% di TPA.

Penelitian kali ini dilakukan di di TPS Tlogomas yang berada di wilayah Kecamatan Lowokwaru di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi jejak karbon pengolahan sampah yang dilakukan di TPS Tlogomas, terutama untuk mengetahui jejak karbon pengolahan sampah di TPS Tlogomas Malang pada saat ini dan beberapa skenario pengolahan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan sampah. Dianalisis dengan bantuan perangkat lunak SWM-GHG Calculator yang dikembangkan oleh Institute für Energie-und Umweltforschung Heidelberg GmbH.

Masyarakat juga harus berperan aktif dalam membantu pemerintah menanggulangi emisi gas rumah kaca dan pengurangan jejak karbon, dengan cara melakukan hal-hal sederhana tetapi membawa dampak yang besar untuk lingkungan, yaitu dengan cara mengurangi konsumsi lemak dan protein hewani, pemilahan sampah sesuai jenis material, mengurangi sampah dengan menggunakan bahan yang bisa digunakan kembali seperti membawa tas belanja saat berbelanja dan membawa alat makan untuk mengurangi penggunaan plastik dan styrofoam, mendaur ulang sampah organik menjadi pupuk kompos, tidak membakar sampah, dan menurunkan angka konsumsi fast fashion.

Dari semua peran diatas dalam mengurangi jejak karbon, terdapat dampak positif dan juga dapat menimbulkan dampak negatif. Ada beberapa dampak yang dapat ditimbulkan dari kegiatan diatas seperti dapat mengurangi sampah dapur atau foodwaste, mengurangi emisi jejak karbon, mengurangi penggunaan sampah plastik, mengurangi dampak terhadap lingkungan yang disebabkan oleh gas yang dihasilkan dari sisa sampah organik yang tidak dapat lolos begitu saja ke udara, mengurangi polusi udara yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca, dan mengurangi penimbunan sampah tekstil pada lokasi pembuangan. 

Selain itu, dampak negatif dari kegiatan diatas salah satunya yaitu kompos yang belum sepenuhnya menjadi pupuk dapat menurunkan kualitas zat hara pada tanah. Sehingga sebelum digunakan, kompos harus dipastikan benar-benar sudah menjadi pupuk agar tidak berdampak lebih lanjut ke lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun