Dikisahkan Pandhawa selamat dari dahsyatnya baratayudha, tetapi justru orang-orang yang setia mengabdi pada mereka menemukan ajalnya, apakah itu wujud sebuah keadilan? Para pembayar-pembayar pajak yang sudah loyal dan royal menyetorkan pajak sepertinya cukup memahami keadaan ini. Para pembayar pajak ini biasanya tidak berada pada level kekayaan yang berlebihan, biasanya berada pada level menengah, bukan yang terlalu kaya, tetapi juga bukan pada level yang dapat berperan serta mengambil keputusan. Setelah jungkir balik bekerja keras, pembayar pajak pada kelompok ini masih setia menyisihkan penghasilannya untuk "mengabdi pada negara". Kesetiaan ini seringkali luput dari perhatian public/pemerintah, alih-alih pembayar pajak yang mendapatkan apresiasi atas kerja keras dan peran sertanya, pemerintah yang kerap kali menerima ganjaran dan pujian, seperti Yudistira yang mendapat ganjaran masuk ke surga setelah mendaki gunung.
Tidak ada yang antagonis, tidak ada yang protagonist. Dunia (perpajakan internasional) itu abu-abu. Semua berjuang demi tercapainya tujuan masing-masing. Ketika sevisi maka peluang kerjasama (antar negara atau antar kelompok) dimungkinkan terjadi. Ketika visi tak sama, mencari kendaraan lain untuk memuluskan tujuan niscaya dilakukan.
Seperti yang pernah digaungkan oleh beberapa pihak, yang pasti di dunia ini hanya kematian dan pajak. Keduanya akan datang menghampiri, hanya masalah waktu kapan keduanya akan satu per satu menghampiri. Selagi belum menghampiri, maka kita perlu mengupgrade diri agar dapat mengantisipasi kedatangannya. Begitulah perpajakan internasional, seringkali lebih membutuhkan pendekatan seni yang luwes daripada pendekatan sciece yang kaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H