Kepercayaan merupakan suatu hal yang dianut untuk menuntun kita ke jalan yang benar. Semakin berkembangnya zaman, maka semakin berkembang dan bertambah banyak kepercayaan-kepercayaan yang ada. Begitu pula dengan kepercayaan dari zaman praaksara hingga zaman sekarang. Zaman praaksara merupakan masa dimana manusia belum mengenal tulisan . Zaman ini terdiri dari zaman Paleolithikum, Mesolithikum, Neolithikum, Megalithikum, dan Perunggu. Â Zaman Paleolithikum, Mesolithikum, Neolithikum, dan Megalithikum sering disebut juga sebagai zaman batu karena zaman batu merupakan masa manusia menggunakan alat-alat batu/belum mengenal logam dan melakukan ritual-ritual kepercayaan mereka (Tsabit, 2010). Pada zaman praaksara masih belum banyak kepercayaan yang ada. Kepercayaan yang ada pada saat zaman praaksara adalah animisme dan dinamisme, tetapi masyarakat pada masa tersebut lebih banyak menganut kepercayaan animisme. Animisme merupakan kepercayaan yang memercayai bahwa saudara atau teman yang sudah meninggal masih ada di sekitar mereka, sedangkan dinamisme merupakan kepercayaan yang memercayai bahwa ada kekuatan gaib dalam suatu benda (Yuda, 2021).
Zaman Paleolithikum atau zaman batu tua merupakan zaman pertama dari zaman praaksara. Pada zaman ini, manusia belum memiliki kepercayaan sama sekali karena mereka fokus dalam hal berburu untuk bertahan hidup. Zaman ini diperkirakan ada sejak munculnya manusia purba pertama. Manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo. Meganthropus memiliki tulang pipi yang tebal, otot kunyah yang kuat, tonjolan yang mencolok pada kening, tidak memiliki dagu, perawakan tegap. Pithecanthropus memiliki perawakan yang tegap (tidak setegap Meganthropus), Alat-alat pengunyah yang tidak sekuat Meganthropus, belum memiliki dagu, dan hidung yang lebar. Manusia purba dari genus homo, yaitu Homo wajakensis, Homo soloensis, dan Homo floresiensis. Homo merupakan manusia yang sudah lebih berkembang dan pintar dibandingkan dengan manusia purba sebelumnya. Mereka sering berburu dan mengumpulkan makanan untuk bertahan hidup. (Ratna, 278:40, 44-49).
Semua makanan manusia purba sepenuhnya bergantung pada alam. Karena berburu menjadi kegiatan utama yang dilakukan untuk bertahan hidup, maka manusia purba memiliki sifat nomaden atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan mengikuti gerak binatang buruan dan sumber air. Manusia purba belum mengenal kehidupan sedenter atau menetap. Perpindahan yang dilakukan oleh hewan buruan disebabkan oleh perubahan iklim yang ekstrem, bencana alam, ancaman dari sesama hewan, gangguan manusia (perburuan), dan tumbuhan yang lebih mudah hidup di daerah-daerah yang beriklim panas. Manusia purba berburu tidak dengan menggunakan tangan kosong, tetapi mereka memiliki alat yang masih sangat sederhana. Alat-alat yang ditemukan di Indonesia untuk membantu dalam berburu adalah kapak perimbas, alat serpih (flakes), dan alat tulang. (Ratna, 278:49-51).
Zaman praaksara dilanjutkan oleh zaman Mesolithikum. Zaman Mesolithikum atau zaman batu tengah merupakan zaman dimana manusia purba memiliki kehidupan yang lebih berkembang dari zaman sebelumnya. Pada zaman ini, manusia purba dapat melakukan perburuan dan mengumpulkan makanan dengan cara yang lebih berkembang, dimana terdapat pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan. Manusia purba juga mulai mengenal kebiasaan bertempat tinggal secara tidak tetap di gua yang tidak jauh dari sumber air atau sungai. Manusia berburu menggunakan alat yang lebih bervariasi lagi pada zaman tersebut, dimana alat-alat tersebut tersebut dari batu, tulang, dan kulit kerang, Di Indonesia, alat-alat yang ditemukan pada zaman Mesolithikum adalah serpih bilah (flakes), alat tulang (pebble), dan kapak genggam Sumatera. Selain hal tersebut, manusia purba juga telah kepercayaan mereka, tetapi masih kepercayaan awal. (Ratna, 278:52-56)
Kepercayaan awal yang dimiliki oleh manusia purba adalah animisme dan dinamisme. Kepercayaan tersebut ada karena kondisi atau keadaan alam pada masa itu. Mereka tidak mengerti mengapa makanan berkurang, bagaimana bisa rasa sakit muncul dan menyebabkan kematian, dan masih banyak lagi hal-hal yang belum dimengerti oleh manusia tersebut. Dengan keadaan yang mereka alami, mereka mulai mengembangkan suatu pemikiran dengan daya pikir mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam pikiran mereka. Dengan hasil pemikiran mereka, muncullah kepercayaan, yaitu animisme dan dinamisme. (Nana, 181:119). Pada zaman Mesolithikum belum terdapat aturan-aturan yang ada pada zaman sekarang, seperti UUD yang mengatur mengenai kepercayaan yang dapat dianut di Indonesia.Â
Zaman berikutnya setelah zaman Mesolithikum adalah zaman Neolithikum atau zaman batu muda. Zaman Neolithikum merupakan masa, dimana manusia purba sudah mulai bercocok tanam, meskipun masih dasar. Manusia purba juga sudah tinggal menetap di tempat tinggal sederhana. Alat-alat yang digunakan juga semakin berkembang, seperti beliung persegi yang ditemukan di hampir seluruh kepulauan Indonesia, kapak lonjong yang ditemukan hanya di daerah timur Indonesia (Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Maluku, Leti, Tanimbar, dan Papua), alat-alat obsidian yang ditemukan di beberapa tempat saja, seperti Leles, Jambi, Leuwiliang, sekitar Danau Tondano, dan Flores Barat, mata panah yang ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, gerabah yang ditemukan di Kendenglembu, Klapadua, Serpong, Kalumpang dan Minaga Sipakka, sekitar bekas Danau Bandung, dan Paso, alat pemukul dari kulit kayu yang ditemukan di Kalimantan dan Jawa Tengan, dan perhiasan yang ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat. (Ratna, 278:56-60). Â Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia dapat berkembang dengan akal budi yang diberikan oleh Tuhan, meskipun pada zaman ini manusia purba belum mengenal adanya Tuhan. Pada zaman Neolithikum, kepercayaan animisme dan dinamisme mulai berkembang.Â
Pada masa tersebut, manusia purba memercayai bahwa terdapat roh-roh yang melekat pada setiap benda-benda alam, seperti batu-batu besar, pohon, danau, langit, bulan, dan matahari. Mereka juga memercayai bahwa roh-roh tersebut dapat memengaruhi jiwa manusia. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, mereka memberikan sesajen dalam upacara-upacara ritual. Mereka juga percaya pada arwah atau roh-roh nenek moyang mereka. Agar arwah nenek moyang mereka tetap melakukan perbuatan baik, maka mereka melakukan suatu ritual pemujaan untuk arwah nenek moyang mereka. (Nana, 181:119-120).Â
Zaman Megalithikum merupakan zaman selanjutnya di masa praaksara setelah zaman neolithikum. Zaman ini biasa juga disebut dengan zaman batu besar. Kebudayaan yang terdapat pada zaman Megaltihikum merupakan hasil budaya yang timbul pada zaman Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman logam. Pada masa ini, kepercayaan animisme dan dinamisme semakin berkembang, tetapi kepercayaan animisme lebih berkembang dibandingkan kepercayaan dinamisme. Berdasarkan temuan-temuan arkeologis, kepercayaan yang ada lebih dominan berkaitan dengan tradisi pemujaan terhadap roh-roh dan arwah nenek moyang.Â
Kepercayaan animisme terus berkembang hingga sekarang. Terdapat beberapa suku bangsa di Indonesia yang masih melakukan tradisi atau ritual pemujaan untuk arwah dan roh-roh nenek moyang mereka. Jelas hal ini tidak sesuai dengan firman Tuhan yang telah tertulis di Alkitab. Penyembahan terhadap arwah dan roh-roh nenek moyang termasuk dalam dosa peenyembahan berhala. Pada Keluaran 20:4-6, yang berbunyi, "Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku."Â
Allah menghendaki kita untuk tidak menyembah berhala karena Allah merupakan Allah yang cemburu. Hukum taurat kedua merupakan komitmen hati yang Tuhan minta pada setiap manusia, dimana setiap manusia harus menyembah hanya pada satu Allah, yaitu Allah Tritunggal. Allah tidak tidak bisa menerima kehadiran allah lain dalam kehidupan anak-anak-Nya. Allah membenci penyembahan berhal ayang dilakukan oleh anak-anak-Nya. Sebagai anak Tuhan, kita tidak boleh dan jangan sampai melakukan penyembahan berhala secara terang-terangan atau di pikiran karena Allah tidak suka jika ada menggantikan posisi-Nya, sebab Allah adalah Allah yang cemburu.
Zaman penutup dari Zaman praaksara adalah zaman Perunggu. Pada zaman ini, manusia memiliki keterampilan yang semakin meningkat, sehingga dapat melakukan suatu jenis usaha tertentu, seperti membuat alat yang terbuat dari logam, rumah kayu, gerabah, perhiasan, dan lain-lain. Manusia sudah tahu cara mengelola hidup dengan baik. Manusia sudah mulai berdagang yang dilakukan dengan cara tukar-menukar atau barter yang diperlukan oleh tiap-tiap pihak. Alat-alat yang dihasilkan semakin berkembang dari awal zaman praaksara hingga akhir zaman praaksara. Alat-alat tersebut adalah alat-alat dari logam perunggu, alat-alat dari besi, dan gerabah. (Ratna, 278:64-65). Semua yang berkembang dapat terjadi karena manusia memiliki akal budi yang telah Tuhan berikan, sehingga manusia bisa mengelola ciptaan yang telah Tuhan ciptakan dan juga Tuhan memelihara manusia dari zaman ke zaman hingga sampai sekarang dan selama-lamanya.