Mohon tunggu...
Angelina Christianawati
Angelina Christianawati Mohon Tunggu... -

Suka bangeeet anthurium, ikan koki. Pembaca setia kompasiana. Suka duren. Janda dua anak. Tinggal di Harapan Indah, Bekasi. Jawa Barat. Nasionalis Tulen. Marhaen Sejati.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Opini Cara Berkampanye PKS

6 Maret 2013   01:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:16 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berkenaan dengan tulisan Ninoy N Karundeng dalam tulisannya yang berjudul Jokowi Jurkam Tak Laku di Sumut, PKS Menang, di Kompasiana (5/3) maka ada yang patut dikritisi oleh pembaca Kompasiana sebagai pembaca yang cerdas.

Yang pertama adalah opini—yang juga perlu diapresiasi kepadanya karena telah bersusah payah menulis ini—tentang penggunaan taktik primordialisme yang dilakukan PKS. Ini perlu ditanyakan karena apakah selama ini Ninoy pernah mengikuti kampanye PKS. Dan adakah buktinya? Yang perlu dicermati juga kalaupun praktik itu dilakukan oleh PKS, partai lain pun menggunakannya dengan sangat masif. Omong kosong jika membuangnya. Asal tujuan utama mengikuti pilkada dan pemilu adalah yang penting menang.

Kedua, tentang kampanyenya PKS yang menurut Ninoy jelas melakukan kampanye seperti biasa dengan menggunakan jargon-jargon wajib, dosa, pahala, surga dan neraka. Artinya kalau tidak memilih gubernur usungan PKS maka berdosa dan masuk neraka. Sekali lagi apakah Ninoy pernah datang mengikuti kampanye PKS tersebut? Saya sebagai warga Bekasi pernah mengikuti kampanyenya PKS walau saya bukan muslim, semata untuk mengetahui apakah benar yang selama ini dituduhkan orang kepada PKS. Dan saya tidak mendapatkan apa yang dituduhkan oleh Ninoy itu. Jadi saya yakin Ninoy hanya mendapatkan informasi sekunder bukan melihat langsung.

Ketiga, ini sangat melecehkan saya dan sebagian warga Jawa Barat yang dianggap oleh Ninoy sebagai masyarakat dan umat jumud. Tesis dari mana itu? Atau semata karena tidak milih pilihan Jokowi dianggap jumud? Ini naif. Kalau Anda dari Jawa Barat ayo kita adu data dan informasi serta pakai parameter apa untuk menentukan jumud tidaknya suatu masyarakat dan umat.

Dan yang keempat, dan ini paling fatal dari opini Ninoy adalah penyebab kekalahan Rieke adalah kampanye primordialis secara massif untuk melarang dan mengharamkan pemimpin dari kalangan perempuan oleh jurkam PKS. Ini Ninoy asal ngomong dan tak pernah mendengar. Sekali lagi saya pernah mengikuti kampanye dan tidak pernah sekali pun saya lihat dan saya dengar dari jurkam kampanye bahwa kandidat usungan PKS menghina dan melecehkan kandidat lainnya—untuk ini saya memberikan penghormatan kepada pasangan usungan PKS ini karena telah menunjukkan cara berdemokrasi yang baik—apalagi sampai mengatakan bahwa Rieke tidak layak dipilih karena perempuan.

Banyak variabel untuk tak memilih Rieke dalam pilkada Jawa Barat. Saya pernah bertanya kepada salah satu warga tentang pilihannya dan dia mengatakan dia tidak akan memilih Oneng—nama Rieke dalam perannya di Bajaj Bajuri, karena belum terbukti. Kalau Jokowi sudah ada buktinya. Tapi untuk Jawa Barat saya memilih kandidat yang pasti-pasti saja. Itu bahasa sederhana dari masyarakat biasa.

Maka saya memastikan bahwa ada Panwaslu yang mengawasi jalannya penyelenggaraan Pilkada Jawa Barat. Lalu sebenarnya kita bisa mencari fakta pada Panwaslu adakah jurkam PKS secara massif melakukan seperti apa yang dituduhkan oleh Ninoy. Jika tidak, bisa dikatakan Ninoy melakukan sebuah kebohongan. Tetapi memang ini hanyalah opininya saja. Namun ada fakta yang menarik dan mencolok di Bekasi di mana menurut Panwaslu Kota Bekasi ternyata pasangan Rieke-Teten lah yang melakukan pelanggaran terbanyak.

Demikian empat hal yang perlu dikritisi dari Ninoy sebagai bahan pencerdasan bagi Kompasioner untuk memilah dan memilih informasi. Media punya kewajiban untuk mencerdaskan pembacanya.

***

Angelina Christianawati

Bekasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun