Pernahkah kamu merasa usaha kerasmu berakhir sia-sia?
Begitulah yang saya rasakan ketika artikel pertama saya ditolak oleh salah satu platform media digital ternama. Kekecewaan menyelimuti, tetapi siapa sangka, pengalaman itu justru menjadi titik balik dalam perjalanan menulis saya.
Ketika menerima kabar bahwa artikel saya tidak diterima, saya dilanda perasaan campur aduk. Saya kecewa, malu, dan bingung. Kerja keras yang sudah saya curahkan terasa tidak berarti. “Apakah tulisan saya buruk? Apakah saya salah memilih topik?” Pertanyaan-pertanyaan itu terus bergelayut dalam pikiran. Dalam kebingungan, saya memilih untuk menjauh sejenak dari naskah saya. Saya mengalihkan perhatian dengan berbicara kepada teman teman saya. Dari percakapan itu, saya belajar sesuatu yang sederhana tetapi berharga, yaitu penolakan bukanlah akhir dari segalanya.
Setelah rasa kecewa saya mereda, saya mulai melihat penolakan ini dari sudut pandang yang berbeda. Alih-alih terpuruk, saya memutuskan untuk menjadikannya pembelajaran. Saya bertanya pada diri sendiri, apa yang kurang dari tulisan saya? dan bagaimana saya bisa memperbaikinya?
Saya mulai mencari tahu lebih dalam tentang dunia menulis. Saya pun akhirnya banyak membaca artikel-artikel populer di platform yang sama untuk memahami gaya penulisan mereka. Saya belajar bahwa menulis bukan sekadar mengungkapkan ide, tetapi juga tentang menyampaikan pesan dengan cara yang menarik, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan pembaca. Selain itu, saya menemukan bahwa, bahkan penulis-penulis besar pernah mengalami penolakan. Kisah J.K. Rowling, yang naskahnya ditolak berkali-kali sebelum diterbitkan, memberi saya inspirasi. Penolakan bukanlah indikasi bahwa saya gagal sebagai penulis, melainkan tanda bahwa ada ruang untuk tumbuh dan berkembang.
Berbekal semangat baru, saya memutuskan untuk membuat beberapa perubahan. Pertama, saya akan lebih berhati-hati dalam memilih topik. Saya ingin memastikan bahwa setiap tulisan saya relevan dengan kebutuhan pembaca dan platform yang saya tuju. Kedua, saya bertekad membaca lebih banyak karya dari penulis lain untuk memahami standar kualitas yang diinginkan.
Saya juga menyadari pentingnya umpan balik. Tidak hanya dari editor, tetapi juga dari teman atau komunitas penulis. Perspektif mereka membantu saya melihat tulisan saya dari sudut pandang yang berbeda.
Kini, saya melihat penolakan bukan lagi sebagai akhir, melainkan sebagai awal. Penolakan adalah bagian dari proses yang harus dilalui untuk menjadi lebih baik. Setiap kali saya merasa putus asa, saya mengingatkan diri bahwa semua penulis hebat pernah mengalami hal serupa. Bagi siapa pun yang sedang menghadapi penolakan, izinkan saya berbagi pesan sederhana
Jangan menyerah. Penolakan adalah bagian dari perjalanan menuju kesuksesan. Teruslah mencoba, belajar, dan menulis. Pada akhirnya, kita tidak hanya akan menjadi penulis yang lebih baik, tetapi juga pribadi yang lebih tangguh.
Kegagalan adalah awal dari perjalanan menuju sesuatu yang lebih besar, dan saya yakin bahwa setiap langkah kecil membawa kita lebih dekat pada tujuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H