Di waktu itu, aku yang selalu duduk di meja paling sudut sebuah cafe
Menantimu, berharap sang waktu mempertemukan kita kembali
Mungkin kau berubah pikiran, berani untuk menemuiku lagi
Aku yang selalu menyediakan waktu dan hati untukmu
Walau aku tahu harus menunggumu entah sampai kapan
Waktu berlalu hingga bertahun lewat
Tiba-tiba kau mengirim kabar, aku terpaku sejenak
Mimpi atau nyata yang tersaji
Memang benar kau menghubungiku
Menanyakan keadaanku dan menyampaikan bahwa kau baik-baik saja
Selanjutnya kita sering bertukar kabar dan ada secercah harap untukku
Kau katakan akan mengunjungi bila saatnya tiba
Itu tak kan lama lagi, katamu
Kuterima berita dengan hati berbunga dan membayangkan bila pertemuan itu terjadi
Sungguh hati tak sabar menunggu kamu datang
Hampir tiga ratus hari kamu dan aku saling bertukar pesan
Setiap pagi kau kirim kalimat yang membuat aku merasa hidup kembali
Namun disuatu pagi kau katakan sesuatu terjadi pada dirimu
Kau hidup dalam kubangan lumpur, itu saja kalimat yang tertulis tanpa penjelasan
Aku kembali berada pada titik hitam
Tiga puluh hari berlalu, tetap dengan pesan yang kau kirim tiap matahari terbit
Sampai pada suatu saat aku lupa untuk membaca pesan-pesan darimu berhari lamanya
Aku tersadar akan hal itu dan mulai membalasnya
Tapi tak satu pun kau buka kabar dariku, mungkin kamu marah
Tak putus asa, tetap ku kirimkan berita dan salam untukmu
Sembilan puluh hari berlalu
Kamu diam, seolah tak peduli lagi akan kita
Aku merana, meronta, menangis menyesali kebodohanku
Yah.. aku bersalah tak membalas kabar darimu
Aku memohon padamu untuk memaafkan, tapi sepertinya sia-sia
Di tengah gundahnya hati, menyesali diri
Aku berusaha mencari kabar tentangmu
Akhirnya kabar itu kutemukan pagi ini
Kusaksikan hanya batu nisan yang bertulis namamu
Aku tak dapat melakukan apa-apa, hanya tak percaya menyaksikan semuanya
Hidupku kembali pada titik hitam
Kembali pada kelam dan kekosongan
Tak percaya kau tega menyembunyikan semuanya
Kini baru aku mengerti apa artinya semua ucapanmu
Masih teringat jelas saat kau tuliskan "hidupku dalam kubangan lumpur"
Hanya setangkai mawar merah berduri yang kau persembahkan diakhir cerita
Duri yang tak bisa menghentikan darah kesedihan walau telah tercabut
Semoga kau tenang disana, tersenyum bahagia