Mohon tunggu...
Angelica Natalie
Angelica Natalie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa S1 Fakultas Ilmu Keperawatan di Universitas Indonesia

Senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perawat Sebagai Profesi Mulia Namun Tidak Sejahtera?

30 Desember 2024   15:13 Diperbarui: 30 Desember 2024   15:12 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perawat Lelah (Sumber: PEXELS/Johathan Borba)

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kesehatan menghadapi permasalahan yang mengkhawatirkan, yakni kurangnya tenaga perawat dalam layanan kesehatan. Fenomena ini menjadi perhatian besar, mengingat perawat adalah tulang punggung pelayanan kesehatan yang berinteraksi secara langsung dengan pasien dan keluarga. Gelombang pengunduran diri perawat secara massal sedang terjadi di beberapa negara. Di Iran, misalnya, tercatat 1.590 perawat mengajukan pengunduran diri pada tahun 2023. Bahkan, beberapa provinsi di Iran hanya memiliki 1 tenaga perawat untuk 8-9 bayi baru lahir (Amiri, 2024). Sementara itu, di Provinsi Alberta, Kanada, sebanyak 48% perawat memutuskan untuk meninggalkan profesi mereka sebelum mencapai usia 35 tahun pada tahun 2022 (Gibson, 2024). Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kondisi kerja, tingkat stres, dan keberlanjutan profesi keperawatan. Lebih lagi, hal ini berpotensi mengancam kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan di berbagai belahan dunia.

Keputusan perawat untuk mengundurkan diri dari profesinya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang cukup kompleks. Meskipun profesi perawat sering dipandang sebagai panggilan mulia namun banyak perawat meninggalkan pekerjaannya akibat kondisi dan tekanan kerja. Perawat harus dihadapi dengan stres kerja yang berkaitan dengan keselamatan pasien, pemberian tugas yang tidak sesuai dengan kualifikasi, manajemen dan kepemimpinan yang kurang, kurangnya kesempatan memperluas karier, dan tim interprofesional yang disfungsional (Backstorm dkk., 2024).

Adapun alasan mengapa banyak perawat yang baru lulus berhenti bekerja dalam waktu yang singkat. Lulusan Ners dengan tingkat pengalaman kerja yang lebih rendah, lebih rentan untuk meninggalkan profesi keperawatan dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat pengalaman kerja yang lebih tinggi (Lyu dkk., 2024). Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya persiapan transisi dari pendidikan keperawatan ke lapangan klinis (Al-Rawajfah dkk., 2023). Kesenjangan antara teori yang dipelajari selama pendidikan dan praktik di lapangan menjadi salah satu faktor utama yang mendorong pengunduran diri para perawat.

Sebuah penelitian oleh Ahmed dkk., (2024) menggunakan Teori Model Demand-Control-Support (DCS) yang dikembangkan oleh Robert Karasek dan Töres Theorell (1990). Teori DCS merupakan kerangka teori yang berusaha memahami kaitan antara pekerjaan terhadap kesejahteraan pekerja yang dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu tuntutan pekerjaan, kontrol terhadap pekerjaan, dan dukungan sosial. Berdasarkan kombinasi dari faktor-faktor tersebut, model ini mengkategorikan pekerjaan menjadi empat kategori: high-strain jobs (tuntutan tinggi, kontrol rendah), low-strain jobs (tuntutan rendah, kontrol tinggi), active jobs (tuntutan tinggi, kontrol tinggi), dan passive jobs (tuntutan rendah, kontrol rendah). Kelebihan teori Demand-Control-Support adalah kemampuan untuk mengkaji karakteristik pekerjaan yang memengaruhi kesehatan mental dan fisik pekerja sebagai faktor-faktor yang mudah dipahami. Dengan demikian, model DCS memberikan dasar didorongnya strategi intervensi dalam lingkungan kerja oleh organisasi.

Teori DCS menjelaskan adanya korelasi antara faktor stres terhadap kesejahteraan perawat. Perawat merupakan pekerjaan yang memiliki tuntutan pekerjaan yang tinggi, khususnya di unit perawatan intensif dan ruang operasi (Ahmed dkk., 2024). Perawat pada unit-unit tertentu seperti perawatan intensif membutuhkan konsentrasi yang tinggi karena ruang kesalahan akan sangat berkaitan dengan nyawa pasien. Kontrol perawat terhadap pekerjaan bervariasi bergantung pada lingkungan kerja, kompetensi, dan pengalaman klinis yang dimiliki perawat. Pada rumah sakit tertentu, perawat memiliki otonomi yang tegas dalam memberikan asuhan keperawatan dibanding beberapa rumah sakit yang lain (Ahmed dkk., 2024). Dukungan organisasi dan tim interprofesi juga bervariasi tergantung dengan kemajuan kebijakan pada rumah sakit atau secara skala besar, yakni kebijakan negara tertentu. Faktor-faktor ini mendorong kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas serta memberikan rasa puas akan pekerjaannya. Namun, pekerjaan perawat tidak selalu memiliki kontrol dan dukungan yang ideal tetapi memiliki tuntutan yang tinggi. Dari analisis tersebut dalam disimpulkan bahwa perawat dikategorikan sebagai high-strain job oleh teori Karasek dan Theorell.

Perawat sebagai high-straining job memberikan gambaran terkait masalah kesejahteraan profesi keperawatan. Oleh karena itu, perlunya solusi yang komprehensif dan berfokus pada peningkatan kesejahteraan kerja perawat. Menurut Ahmed dkk. (2024), rekomendasi dapat diberikan kepada perawat, pihak manajemen, dan pembuat kebijakan. Perawat didorong untuk dapat menerapkan kemampuan manajemen yang baik, motivasi mengembangkan diri, dan mendorong keterbukaan. Pihak manajemen dapat mengambil langkah penting dalam menerapkan kebijakan fleksibilitas, mendorong lingkungan kerja yang terbuka, inklusif dan aman, memberikan tugas yang jelas, serta menyediakan program perkembangan kemampuan dan dukungan mental bagi para perawat. Secara kebijakan, terdapat banyak yang perlu diperbarui seperti peningkatan kompensasi dan insentif untuk menghargai kontribusi perawat, terutama mengingat beban kerja yang berat dan tuntutan fisik serta emosional yang tinggi. Harapan bagi seluruh organisasi kesehatan adalah mampu mengadvokasikan kesejahteraan profesi perawat dan mempertahankan perawat yang terampil dan berdedikasi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingginya angka pengunduran diri perawat di berbagai negara mencerminkan adanya masalah mendasar dalam sistem kesehatan global terkait ketidakpuasan kerja dan kesejahteraan tenaga kesehatan. Faktor-faktor seperti tuntutan pekerjaan yang tinggi, minimnya kontrol, dan dukungan sosial serta kompensasi yang tidak memadai berkontribusi signifikan terhadap keputusan perawat untuk meninggalkan profesi mereka. Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan dukungan manajemen, pembuat kebijakan, dan kesadaran pada perawat itu sendiri. Dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan berbasis pada kebutuhan perawat, diharapkan sistem kesehatan dapat mempertahankan tenaga kesehatan yang kompeten dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan sehingga kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat terjaga.

REFERENSI

Ahmed, I., Abd, I., Aal, E., Gabr Mahmoud, H., & Helaly, S. H. (2024). Using Job Demand, Control, Support Model to study Nurses Job Stress and its Relations with their Quality of Work Life at Magdy Yacoub Foundation. Mansoura Nursing Journal (MNJ, 11(2).

Al-Rawajfah, O. M., AlBashayreh, A., Sabei, S. D. Al, Al-Maqbali, M., & Yahyaei, A. Al. (2023). Role transition from education to practice and its impact on the career futures of Omani nurses. Nurse Education in Practice, 68, 103594. https://doi.org/10.1016/j.nepr.2023.103594

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun