Hoax dan Krisis Kepercayaan: Mengapa Menyebar Begitu Cepat dan Upaya Penanggulan
Di era digital yang serba cepat ini, informasi dapat menyebar dengan mudah dan instan. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat bahaya yang mengintai, yaitu penyebaran hoax atau berita palsu. Hoax dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari keresahan masyarakat, kerugian finansial, hingga rusaknya reputasi individu dan organisasi.
Apa itu hoax?
Hoax, merupakan informasi yang tidak memiliki landasan factual, sengaja dibuat seolah-olah benar adanya dengan tujuan untuk menyesatkan, memanipulasi opini atau kepercayaan siapa saja yang membacanya. Namun hoax atau berita bohong ini tidak sama dengan rumor, april mop maupun ilmu semu. Keberadaan dari berita bohong ini membuat masyarakat yang membacanya menjadi merasa tidak aman, tidak nyaman bahkan bingung.
Berita bohong dapat menyebar dengan sangat cepat melalui berbagai media sosial, pesan-pesan singkat atau bahkan melalui percakapan sehari-harinya. Karena tidak banyak orang yang memeriksa terlebih dahulu informasinya, hoax dapat dengan mudah menjadi booming atau bahkan viral.
Mengapa hoax dapat dengan mudah menyebar?
Berita bohong alias hoax memiliki persentase lebih tinggi untuk di cuit ulang dari berita asli. Penelitian dari MIT Media Lab menunjukkan bahwa 70% cuitan hoaks lebih sering di cuit ulang ketimbang berita benar. Berdasarkan penelitian, berita hoax lebih mudah menyebar karena apa yang mereka umumkan dianggap "baru". Netizen biasanya tak peduli meski akun penyebar berita hoax ini punya lebih sedikit pengikut dari akun yang memberikan informasi benar.
"Orang yang menyebarkan informasi baru mendapat status sosial lebih tinggi karena dianggap "lebih tahu" atau memiliki informasi orang dalam," jelas Sinan Aral, Profesor Manajemen di the Massachusetts Institute of Technology.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa berita hoaks soal politik lebih cepat menyebar ketimbang berita bohong lainnya, seperti berita bencana dan terorisme. Berita hoaks politik ini makin cepat menyebar terutama di masa pemilu, seperti yang terjadi pada pemilihan presiden di AS pada 2012 dan 2016.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science ini dilakukan kepada 126 ribu cerita dari 3 juta orang, yang dicuit ulang lebih dari 4,5 juta kali. Rentang penelitian dilakukan pada periode 11 tahun di Twitter.
Hasilnya, berita bohong lebih cepat menyebar dari berita asli. Bahkan 1 persen dari berita bohong yang paling populer berhasil menjangkau 1.000 hingga 10.000 pengguna. Sementara berita asli sangat jarang menjangkau 1.000 pengguna, demikian ditulis Science.