Mohon tunggu...
Angelia Louis
Angelia Louis Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa STP Don Bosco Tomohon

Tingkat IV, semester 7

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hidup Sendiri, Tidak Menikah?

28 November 2020   08:50 Diperbarui: 28 November 2020   09:04 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup sendiri, tidak menikah, juga dapat merupakan panggilan, yaitu panggilan dari Allah untuk menjadi murid dan  melayani. Banyak pria dan wanita di dalam Gereja yang hidup sendiri, entah karena pilihan atau keadaan. Memilih selibat demi Kerajaan Surga berarti bahwa hidup sendiri tanpa menikah  menjadi ungkapan hidup yang diserahkan demi cinta kepada Allah dan secara khusus membagi kisah itu kepada orang lain. Bagi sebagian orang, hidup sendiri berarti hidup sebagai pertapa, dibaktikan untuk kontemplasi, doa dan keheningan. Bagi yang lain, hidup sendiri dapat diungkapkan melalui pelayanan dan pengabdian di dalam Gereja. Hidup sendiri dapat diungkapkan melalui pelayanan dan pengabdian di dalam Gereja. Hidup sendiri mungkin juga mencerminkan keterlibatan yang mendalam pada karunia yang telah diterima dan dapat digunakan untuk memuliakan Allah dan membantu umat-Nya. Di luar orang-orang yang dipanggil untuk hidup religius, dalam sejarah Kristiani ada banyak contoh pria dan wanita yang telah memilih hidup sendiri untuk membaktikan diri pada seni, music, studi, teologi, kedokteran, perawatan, pendidikan, keadilan social dan sebagainya, bukan hanya sebagai minat atau karier melainkan sebagai ungkapan iman.
Bagaimana dengan mereka yang hidup sendiri tidak menikah bukan karena pilihan melainkan karena keadaan? Ada banyak orang yang ingin menikah tetapi tidak dapat menemukan pasangan. Yang lain kehilangan pasangan karena meninggal, pisah atau cerai. Bagi sementara orang, perkawinan tidak dapat mereka jadikan pilihan karena tidak mampu untuk orientasi seks atau keadaan fisik. Ini tidak menyarankan bahwa perkawinan adalah normal dan hidup sendiri merupakan gaya hidup kelas dua, tetapi untuk mengakui bahwa kadang-kadang impian-impian kita tidak dapat diwujudkan. Di antara kita tak ada orang yang bebas-sebebasnya dan pilihan-pilihan kita kerap terbatas.
Yang paling penting adalah bahwa orang menanggapi kehadiran Allah yang penuh rahmat dan panggilan-Nya untuk hidup bersatu mesra dalam keadaan hidupnya yang konkret dan khusus. Disinilah terutama bidang-bidang pilihan terbuka. Kita dapat tetap tertutup pada diri sendiri dan merasa sakit hati karena peristiwa-peristiwa hidup dan keadaan  dalam hidup kita yang tidak dapat kita kendalikan. Kita dapat berusaha mengisi kekosongan dan kesendirian kita. Kita dapat membuka diri terhadap Allah yang selalu bersama kita untuk menarik harapan dari kekecewaan, kebaikan dari keburukan, hidup dari kematian.
Justru disinilah masing-masing di antara kita harus menjumpai salib, dari kematian dan kebangkitan Yesus menuju ke hidup yang baru, ini merupakan pola bagi mereka yang memilih untuk mengikuti Yesus. Hidup sendiri, bahkan jika terpaksa oleh keadaan, dapat menjadi panggilan, pilihan Allah dalam misteri hidup kita sendiri dan perayaan iman yang menggembirakan. Menjalaninya sebagai panggilan adalah membiarkan diri kita diubah oleh rahmat.
Panggilan untuk hidup sendiri, seperti panggilan lain, perlu di pupuk dengan doa dan ibadat dan diungkapkan dalam suatu kepedulian bagi komunitas yang lebih luas. Jika merupakan perayaan yang autetik atas kehadiran hidup Allah dalam hidupnya, hidup sendiri itu harus terbuka bagi orang-orang lain. Orang-orang yang hidup sendiri bebas untuk mencintai degan cinta yang tidak eksklusif yang menyambut dan menghargai semua orang yang mereka jumpai. Mereka lebih bebas untuk melayani (Tuhan dan sesama).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun