Mohon tunggu...
angela winda andini
angela winda andini Mohon Tunggu... -

simple.love to writing,reading,listening to music, n singing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Danudirja Setiabudi (Douwes Dekker)

12 Januari 2011   11:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:40 1602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Danudirja Setiabudi

(Douwes Dekker)

De Express, terbit di Bandung, 1 Maret 1912. Harian ini milik Indische Partij yang kemudian menjadi musuh dari kolonial Belanda. De Express diasuh oleh Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat, dan Tjipto Mangoenkoesoemo yang kemudian lebih dikenal sebagai Tiga Serangkai. Hal-hal yang dibahas di dalamnya adalah oerkara sosial-politik Hindia Belanda dan juga mengenai nasionalisme-radikal.

Beliau mengajak orang Indo-Eropa untuk tidak lagi menyebut dirinya sebagai orang Eropa karena mereka seharusnya bangga menjadi orang Indonesia. Orang Indo-Eropa memang keturunan Belanda, namun di anak-tirikan, karena hanya orang Belanda totok saja yang dianggap sebagai orang Belanda. Oleh karena itu, sebagai sesama orang Indo seharusnya bersama mengusir orang-orang Eropa tersebut dan menjadi satu dengan sebutan Boemipoetra.

Tulisannya di De Ekspress memikat para Boemipoetra dan dukungan terhadap dirinya maupun koran tersebut semakin besar. Pernah ada tulisan karangan Suwardi Suryaningrat berjudul “Als ik Nederlander was” yang artinya “Seandainya Aku seorang Belanda”. Karena tulisan tersebut, pemerintah kolonial marah besar terhadap Tiga Serangkai. Setelah itu Belanda diserang secara bertubi-tubi oleh Tiga Serangkai. Tulisan lain Suwardi adalah “Satu buat Semua, tetapi juga Semua buat Satu”. Sementara tulisan DD adalah “Pahlawan kita : Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.” Hingga pada akhirnya koran De Express dibredel, mereka dibuang ke Belanda dan partai mereka dianggap sebagai partai haram.

Pria yang lahir di pasuruan, 8 Oktober 1979 ini mulai sadar dengan nasionalisme dan kemanusiaan sejakmendapatkan pengalaman dalam perang Boer di Afrika Selatan. Sejak itu pula ia mulai mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial. Untuk pertama kalinya di Hindia, beliau mencetuskan gagasan mengenai pemerintahan sendiri, yaitu melalui semboyan “Indie Los Van Holland” (Hindia bebas dari Belanda) Baginya, jurnalistik adalah wadah menyebarkan gagasan perjuangan kebangsaan.

Ia sempat diterima sebagai koresponden De Locomotief dan Surabaya Handelsblad. Ia juga sempat bekerja sebagai redaktur di Bataviaasche Niewsblad namun karena ia terlalu berani dalam menulis, ia pun diturunkan dari posisinya itu. Jika ingin memilih pun, DD bisa mendapatkan posisi yang enak dalam pemerintahan kolonial. Menurut Frans Glissenaar, DD memiliki pengaruh yang besar dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bahkan Soekarno pun mengakuinya sebagai Bapak Nasional Indonesia, apalagi setelah ia mengubah namanya menjadi Danudirja Setiabudhi. Akhirnya, pada tahun 1961 ia dengan resmi diangkat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah RI.

Sedikit ringkasan dari Buku Tanah Air Bahasa : Seratus Jejak Pers Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun