Mohon tunggu...
Angela Viona Nathanie
Angela Viona Nathanie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Don't allow anyone to make you feel you're not good enough.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lifestyle For Requirements For Living?

1 Desember 2022   07:30 Diperbarui: 1 Desember 2022   08:46 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sources: https://id.pinterest.com/pin/377809856260211845/

Fenomena 

Pada jaman sekarang kita sudah tidak asing lagi dengan kata kopi, bahkan sudah sangat familiar dengan kata tersebut. Meskipun kopi sudah lama ada sejak jaman dahulu dan menjadi minuman wajib bagi para orang tua, tetapi belakangan ini kopi sangat marak untuk diperbincangkan, entah itu bagi kalangan muda maupun orang tua. Dulu, saat mendengar kata kopi yang terlintas dipikiran kita, kopi itu pahit dan aromanya semerbak, apalagi warnanya hitam dan pekat. 

Kini, kopi sudah menjadi minuman favorit bagi anak muda. Bagi mereka yang tidak suka dengan kopi pun masih menilai kopi ini menarik, apalagi orang yang sudah berada dalam tahap addicted with coffee. Tidak sulit bagi kita untuk mencari kopi pada saat ini, karena sekarang kita dapat menjumpai coffee shop di setiap sudut kota, tak jarang juga ada coffee shop yang saling berdampingan. 

Sekarang, kita dibuat bingung saat akan membeli kopi, karena kita akan menjumpai berbagai macam merek dan jenis kopi yang beragam, mulai dari kopi nusantara hingga mancanegara. Harga kopi juga dibanderol mulai dari harga yang murah hingga mahal, tergantung dengan kualitas dan jenis variasi kopi. 

Bagi generasi Z, budaya meminum kopi merupakan sebuah aktivitas rutin sebelum bekerja, karena mereka menganggap meminum kopi sebelum bekerja dapat memunculkan inspirasi dan inovasi baru, tak ayal meminum kopi dapat menjadi moodbooster mereka dikala suntuk melanda. Sehingga, bagi mereka kopi merupakan sebuah minuman yang wajib untuk dikonsumsi, karena dapat membuat generasi Z menjadi lebih bersemangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari mereka, serta mereka dapat merasa pusing dan lemas jika belum meminum kopi. 

Pada realitanya generasi Z tidak hanya meminum kopi sebagai sebuah kebutuhan, melainkan menjadi sebuah gaya hidup untuk bisa dipandang sebagai seseorang yang telah mengikuti jaman. Ketika mereka tidak bisa mengikuti trend tersebut mereka merasa fear of missing out (fomo) atau merasa tertinggal dalam kegiatan tersebut, karena mereka juga menjunjung tinggi rasa gengsi mereka. 

Gaya hidup bagi para generasi Z ini sangat menyukai nilai validasi yang tinggi dari individu lainnya. Karena dalam kurun waktu 7 hari, generasi Z mampu mengunjungi coffee shop sebanyak 2 hingga 3 kali untuk sekadar hangout bersama dengan teman, mengerjakan tugas, atau meeting, terlebih lagi mereka menujungi coffee shop hanya untuk kebutuhan kualitas konten Instagram mereka agar mendapatkan nilai aesthetic dalam foto mereka. 

Selain itu, generasi Z juga memiliki citra diri atau perbandingan diri ketika sedang mengunjungi coffee shop dan ingin menunjukkan eksistensi diri mereka melalui nongkrong di coffee shop kepada masyarakat di lingkungan sekitar mereka, Alhasil banyak sekali coffee shop yang mengusung tema unik dan estetik hanya untuk menarik minat para generasi Z. Akibatnya perilaku mereka menjadi konsumtif, karena setiap ada coffee shop yang baru buka, mereka langsung penasaran ingin mencoba coffee shop tersebut. 

Dalam hal ini, generasi Z kadang tidak membutuhkan meminum kopi atau sekadar datang ke coffee shop, namun mereka datang untuk mendapatkan prestige, gengsi, serta gaya hidup baru yang sedang popular dikalangan mereka, dan mereka memperlihatkan status sosialnya di lingkungan sekitar mereka.

Konsep Teoritis 

Afeksi dan Kehendak Bebas, Bebas dalam Memilih dan Mengambil Keputusan 

Afeksi dan Kehendak Bebas, menurut Kierkegaard, manusia tidak selalu didasarkan pada rasio tetapi pada pilihan bebas dan emosi spontannya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai pertimbangan emosional dan praktis. Manusia juga harus dipandang sebagai makhluk yang merasa dan menghendaki secara bebas sehingga muncul adanya afeksi dan kehendak bebas yang berhubungan erat dengan kebebasan manusia. 

Dalam hal ini, generasi Z memang dibebaskan untuk bisa memilih dan menentukan pilihan mereka, layaknya dalam memilih sebuah coffee shop yang hendak mereka kunjungi hingga memilih jenis dan variasi kopi yang akan mereka minum. Mereka juga perlu untuk mengatur setiap tingkah lakunya agar mereka menjadi makhluk yang otentik dan bereksistensi untuk semakin berupaya dalam mewujudkan diri mereka. 

Bebas dalam Memilih dan Mengambil Keputusan, manusia pada prinsipnya adalah individu yang identik dengan kebebasan, menciptakan diri dan dunianya melalui suatu pilihan bebas yang ditentukan oleh individu itu sendiri. Menurut Kierkegard, setiap individu selalu melakukan perubahan dalam dirinya (becoming) dan memiliki kebebasan menjadi apapun, pilihan dan keputusan manusia dianggap sangat individual dan absolut. 

Generasi Z memang banyak sekali menghabiskan waktu dalam coffee shop, entah itu untuk mengerjakan tugas, nongkrong, ataupun meeting. Saat ini, mereka menjadi lebih betah berlama-lama di coffee shop ketimbang di kedai kopi biasa. Padahal dulu mereka lebih nyaman di kedai kopi biasa, namun dengan seiring berjalannya waktu generasi Z melakukan perubahan menjadi nongkrong di coffee shop, bukan tanpa alasan mereka melakukan ini karena merasa fasilitas dalam coffee shop lebih lengkap. Dan mereka mempunyai suatu antusiame, gairah dan semangat dalam melakukan kegiatan ini. 

Tahap Estetis, tahap dimana menurut Kierkegaard manusia ingin mendapatkan semua kenikmatan dan menolak hal-hal yang membatasi upaya menikmati kesenangan itu, manusia dikuasi oleh naluri seksual, prinsip kesenangan hedonistik, dan bertindak menurut suasanan hati (mood). Petunjuk hidupnya adalah apa yang menjadi trend dalam masyarakat. Manusia estetis tidak sungguh-sungguh hidup dan cenderung akan mengalami kekosongan dan kehilangan jati diri. 

Generasi Z memang lebih sering terjebak dalam trend yang lagi hype, namun itulah yang membuat mereka menjadi lebih bersemangat dalam kehidupannya, meskipun mereka cendurung dikuasai oleh kesenangan hedonistik tetapi mereka tetap enjoy dalam menjalankannya. Coffee shop bisa menjadi tempat pelarian mereka ketika mereka merasa bosan dan suntuk dengan kehidupan mereka, walaupun terkesan dengan perilaku konsumtif namun itulah yang menjadi daya tarik bagi mereka dan menjadi sebuah pencapaian bagi mereka karena bisa mengunjungi berbagai coffee shop yang sedang hits. 

Namun, jika generasi Z terus menerus mengunjungi coffee shop dalam kurun waktu yang panjang dan sering, maka generasi Z akan mengalami kekosongan dan kehilangan jati diri mereka, dimana pada tahap ini generasi Z sudah tidak tahu tentang tanggung jawab dan kewajibannya, serta mereka merasa lebih individualisme dan anti sosial. Mereka juga menjadi lebih susah untuk berinteraksi dengan orang lain, karena mereka terlalu fokus dan berorientasi dengan dirinya sendiri untuk mencapai sebuah kesenangan. 

Postmodernisme merupakan suatu ide baru yang menolak ataupun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba memberikan kritik terhadap modernisme dan merupakan pergeseran ilmu pengetahuan dari ide-ide modern menuju pada suatu ide baru yang dibawa oleh postmoderinisme itu sendiri. Menurut Amin Abdulah, ia menyatakan bahwa ciri-ciri pemikiran postmodernisme adalah dekonstruktif. 

Generasi Z yang memiliki akun sosial media juga turut mengikuti trend untuk memposting sebuah foto yang akan dibagikan ke laman sosial media pribadinya secara berkelanjutan dan berkembang. Hal ini berkaitan dengan generasi Z yang sering mengunjungi coffee shop hanya untuk ikut-ikutan apa yang sedang trend. Bahkan mereka juga tidak tahu tentang kebutuhan yang menurut mereka penting, jadi mereka lebih mementingkan gaya hidup daripada kebutuhan hidup mereka.

Analisis Masalah 

Generasi Z memang senang dengan hal-hal baru dan tentu saja mereka akan mengikuti trend atau perkembangan tersebut, seperti mengunjungi coffee shop. Karena mereka sudah beranggapan bahwa coffee shop merupakan tempat yang bergengsi sehingga cocok untuk dijadikan tempat untuk mengerjakan tugas ataupun bekerja. Coffee shop sendiri tidak hanya menyediakan olahan kopi saja, namun di era sekarang coffee shop sudah berinovasi untuk menciptakan rasa yang variatif dan coffee shop juga menyediakan menu dengan variasi non-coffee bagi mereka yang tidak menyukai olahan kopi. 

Tak hanya itu, generasi Z menyukai hal-hal baru yang tentu saja akan mengikuti setiap perubahan yang ada, salah satunya adalah perilaku generasi Z yang menganggap nongkrong di coffee shop adalah hal yang wajar. Karena perubahan inilah yang menjadi faktor gaya hidup generasi Z beriorientasi dengan perasaan gengsi dan perilaku konsumtif. Perubahan ini menjadi perubahan sosial budaya yang dipahami bahwa ketika menikmati adanya coffee shop dapat mengubah gaya hidupnya menjadi suatu hal yang dianggap paling keren dan dapat meningkatkan status sosial di lingkungan sekitar mereka. 

Perubahan budaya ini memiliki dampak yang dirasakan oleh generasi Z adalah ketika mereka belum memiliki penghasilan, mereka merasa cukup terbebani dengan harga yang cukup mahal. Sehingga untuk mengikuti gaya hidup yang modern ini ikut melibatkan orang tua untuk mencukupi kebutuhan dan gaya hidup generasi Z. Namun, bagi mereka yang sudah berpenghasilan, nongkrong di coffee shop adalah self reward bagi mereka setelah mereka melakukan kegiatan yang mereka anggap melelahkan. Perubahan lainnya terlihat pada outfit atau penampilan mereka saat mengunjungi coffee shop, mereka menggunakan pakaian yang terlihat stylish agar terlihat keren apabila dikenakan ke coffee shop.

Kesimpulan 

Meminum kopi bisa saja menjadi sebuah rutinitas kita untuk membangkitkan semangat yang ada dalam diri kita, untuk menciptakan ide dan inovasi baru. Namun, perlu kita ketahui juga bahwa terlalu sering kita pergi ke coffee shop kita akan mengalami kekosongan dan kehilangan jati diri, dimana kita sudah tidak tahu lagi tentang tanggung jawab dan kewajiban kita. 

Oleh karena itu, kita harus lebih paham untuk memprioritaskan dan memenuhi kebutuhan hidup atau gaya hidup, yang semata-mata hanya untuk memperlihatkan citra diri agar dianggap keren oleh lingkungan sekitar kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun