Mohon tunggu...
Angela Priscilla Gunawan
Angela Priscilla Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - suka kucing

if it doesn't work out, who cares? just start over!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika dan Tindakan Moral dalam film Schindler's List

23 Juli 2022   12:30 Diperbarui: 23 Juli 2022   12:42 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

         Etika Deontologis yang dipelopori oleh Immanuel Kant, berarti bertindak berdasarkan prinsip atau menurut kewajiban moral universal tertentu, tanpa memperhatikan konsekuensi baik atau buruk dari tindakan mereka. Hal ini yang berarti sangat bertolak belakang dengan etika Utilitarianisme yang sebelumnya sudah ada. Teori Deontologis terkadang disebut sebagai ’absolutis’, yang dimana merupakan sebuah kewajiban dan keharusan untuk mengikuti dan mematuhi segala aturan, serta larangan dengan konsekuensi apapun. Etika ini selalu mewajibkan kita untuk melakukan kewajiban moral.

Dalam etika deontologis ada yang bernama prinsip rasionalitas moral dasar, yang dimana kesadaran dan tindakan perseorangan bisa dilihat oleh orang lain dan dinilai baik atau buruk, juga benar atau salahnya. Jadi, tindakan dapat dikatakan benar, bila hal tersebut didasarkan kepada prinsip moral yang disetujui oleh lingkungan dan pandangan masyarakat.

         Ada kesulitan yang dihadapi oleh etika Deontologi ketika menghadapi suatu persoalan, yaitu saat kita dihadapi oleh persoalan yang dilematis, seperti apa yang dihadapi oleh Schindler. Disebut dilematis, karena ia diharuskan untuk memilih, bersikap diam untuk mendukung Nazi terhadap pembantaian orang Yahudi, atau bergerak untuk menyelamatkan mereka semua yang dibantai oleh Nazi. Kedua pilihan ini memiliki residu moral, yang bila ia memilih bersikap diam, dia akan mendapatkan residu moral komponen eksperensial (rasa tidak nyaman dan bersalah karena membiarkan pembantaian itu terus terjadi tanpa usaha apapun). Dan bila ia membantu para kaum Yahudi, yang benar-benar ia lakukan di dalam film, ia akan mendapatkan residu moral komponen kognitif (ia harus bertanggung jawab atas pilihannya, memberi penghidupan yang layak kepada kaum Yahudi yang bawa, dan jika ia ketawan menolong kaum Yahudi, ia akan dihukum karena akan dianggap mengkhianati Nazi).

         Namun, persoalan dilematis ini dapat dipecahkan oleh W.D Ross dengan mengajukan prinsip prima facie. Prinsip ini lahir dikarenakan Ross memiliki gagasan bahwa kita dapat menghadapi berbagai macam kewajiban moral, bahkan secara bersamaan. Dalam situasi yang dilematis ini, kita perlu untuk menemukan kewajiban terbesar untuk dipilih dengan membuat perbandingan dengan pilihan kewajiban yang lainnya. Jadi, prinsip ini mengatakan bahwa etika Deontologi mengharuskan kita untuk melakukan kewajiban pertama bila tidak ada kewajiban lain yang lebih penting untuk dipertimbangkan. Namun, jika ada kewajiban yang lebih penting bila dibandingkan dengan kewajiban pertama, maka kita bisa memilih untuk mengabaikan kewajiban pertama.

         Beberapa kewajiban prima facie diantaranya adalah fidelity (menepati janji), reparation (memperbaiki tindakan yang salah), gratitude (rasa syukur), non-injury/non-maleficence (tidak menyakiti orang lain, secara fisik atau psikologis), harm-prevention (mencegah melukai), dan beneficence (kewajiban untuk berperilaku baik), self-improvement (mengembangkan diri), justice (bersikap adil, mendistribusikan manfaat dan beban secara adil) (Garrett, 2004).

Sumber: Garrett, Dr. J. (2004, August 10). A Simple Ethical Theory Based on W. D. Ross. People.Wku.Edu. https://people.wku.edu/jan.garrett/ethics/rossethc.htm

 

         Pada kasus yang dialami oleh Oskar Schindler didalam film ini, memilih untuk berbohong dan menyogok untuk menyelamatkan orang Yahudi dari kekejaman Nazi adalah bentuk dari beberapa kewajiban prima facie yang seharusnya dilebih dahulukan dibanding kewajiban lainnya. Kewajiban prima facie yang telah didahulukan oleh Schindler ini adalah: reparation, harm-prevention, dan beneficence. Sehingga kewajiban untuk berperilaku dan berkata jujur serta tak menyogok bisa dikesampingkan karena adanya kewajiban yang lebih penting untuk dilakukan oleh Oskar Schindler. Prinsip kewajiban prima facie ini pada akhirnya memberikan justifikasi etika Deontologis dalam menilai tindakan yang diambil oleh Oskar Schindler.

Essay ini dibuat untuk memenuhi kewajiban saya mengerjakan tugas Proyek Modul 4 mata kuliah ETIKA / PJJ Ilmu Komunikasi 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun