Mohon tunggu...
Angela Nadhia
Angela Nadhia Mohon Tunggu... -

+62

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Live to Be Different or Vice Versa

15 Oktober 2014   06:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:58 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir 98% manusia yang hidup sebagai penghuni di planet Bumi ini tentunya memiliki dan mengalami siklus hidup yang sama, sehingga notabene menjadi sebuah rutinitas yang menurut saya termasuk monoton. Mengapa monoton? Karena setelah 10 tahun hidup di kota metropolitan yang serba 'ajaib', lumayan memberikan saya waktu sejenak untuk memikirkan apa yang ada di benak saya selama ini. Dan, ya. Saya memiliki anggapan bahwa hidup manusia itu sangatlah monoton. Hanya sedikit yang berani untuk melakukan hal-hal yang sangat berbeda, menarik, dan menunjukkan arti hidup yang nyata dan realistis itu seperti apa. Dan bisa saja tanpa saya sadari, saya juga masih termasuk orang yang belum berani untuk berpegang teguh pada pilihan atas bagaimana hidup saya untuk kedepannya.

Setiap manusia hidup di dunia pasti mengalami proses yang menurut saya terdiri dari 3 tahap utama dengan singkatan BSD, kepanjangannya adalah birth-struggle-death. Manusia lahir tanpa kemampuan untuk mengurus dirinya sedikit pun oleh karena itu peran orang tua sangatlah besar dalam mendidik dan menumbuhkembangkan anak-anak mereka baik fisik maupun psikis. (Yang nyata di Indonesia) Setelah cukup umur, sekitar usia 5-7 mulai memasuki Sekolah Dasar, hingga menamatkan tingkat akhir di Sekolah Menengah Atas dan sederajatnya sehingga kurang lebih memakan waktu 12 tahun untuk pendidikan dasar. Kemudian berlanjut ke tingkat perguruan tinggi, setelah lulus dari perguruan tinggi biasanya akan mencari pekerjaan karena tidak ingin membebani orang tua seumur hidup. Lalu menikah (perkiraan usia 25-30 tahun menurut standar masyarakat Indonesia yang dianggap 'layak'), memiliki anak, dan kita akan berjuang untuk mencari nafkah agar mampu menafkahi keluarga, membiayai anak dengan keperluan modal yang tidak sedikit karena biaya pendidikan seiring berjalannya waktu akan meningkat drastis. Kemudian kita menunggu sampai waktunya anak-anak kita mampu untuk berjuang hidup secara mandiri dan melakukan hal-hal yang kurang lebih sama seperti kebanyakan orang. Saat tenaga kita terus menerus berkurang karena usia sudah semakin tua, kita nerenungi perjalanan hidup selama ini sembari menunggu kapan tepatnya Sang Pencipta menekan tombol "off" untuk mengakhiri masa aktif hidup kita. Begitu seterusnya, terlepas perjalanan hidup masing-masing orang yang tentunya berbeda, namun secara garis besar kurang lebih mendekati gambaran umum diatas.

Permasalahannya sekarang adalah, apa yang akan terjadi apabila kita tidak menjalani hidup sama persis seperti tahapan-tahapan diatas? Dalam artian, menentukan pilihan-pilihan tertentu yang berbeda dengan mayoritas. Misalnya, seorang wanita karier memutuskan untuk tidak menikah meskipun sudah berusia 35 tahun karena alasan prinsip hidupnya yang tidak memandang bahwa menikah adalah suatu kewajiban. Atau seorang remaja usia 18 tahun yang masih high school graduated yang menunda pendidikan di perguruan tinggi karena ingin bekerja selama 2-4 tahun terlebih dahulu agar skill-nya lebih bertambah, baru setelah itu mulai belajar kembali di perguruan tinggi meskipun konsekuensi yang harus dihadapi lumayan banyak. 2 kasus tersebut hanya contoh karangan yang menurut saya mungkin saja terjadi di dalam lingkungan masyarakat Indonesia. Bukan maksud saya berarti penduduk Indonesia berpikiran sedikit kolot, hanya saja saya merasa bahwa terlalu banyak pemikiran yang sangat stereotype sekali diantara masyarakat Indonesia, yang berujung pada mengaitkan pilihan atau prinsip orang-orang tertentu dengan hal-hal negatif. Bukankah Indonesia terbuka dalam menghadapi arus globalisasi yang tentunya harus menerima kenyataan bahwa pada dasarnya masing-masing individu memiliki pilihan hidup yang berbeda? Kalau iya, mengapa saya merasa bahwa tinggal di negara ini tidak sepenuhnya mendukung penduduknya untuk berpegang teguh pada prinsip hidup mereka? Apakah menjadi suatu kesalahan apabila tidak semua orang hidup dengan cara yang mereka anggap baik dan kehendaki sendiri? Terkadang saya memikirkan apa sebenarnya yang menjadi dasar untuk menilai seberapa benar atau salah prinsip hidup seseorang? Padahal yang mengalami, memahami, dan menjalankan hidup adalah individu itu sendiri; bukan oknum-oknum cynical yang suka menilai hanya dari satu sisi saja.

Pada akhirnya saya menyadari bahwa kita sebagai manusia "terjebak" dalam sistem kehidupan yang selalu berputar seperti roda hamster. Tetapi kita harus tetap ingat bahwa kita berada dalam suatu posisi di dunia dimana kita memiliki kebebasan pribadi. Kebebasan yang termasuk dalam hak asasi yang tidak bisa direngut oleh siapapun karena sudah kita miliki sejak lahir, oleh karena itu tentunya kita berhak untuk menentukan pilihan-pilihan atas hidup kita sendiri.

Ralph Waldo Emerson, seorang filsuf ternama asal Amerika Serikat menulis sebuah essay berjudul Self Reliance yang dijadikan bacaan wajib bagi pelajar tingkat SMA dan perguruan tinggi karena melalui tulisannya, Emerson ingin mengajarkan banyak hal mengenai dasar dari prinsip hidup. Secara ringkasnya sebagai berikut:


  1. Kita akan bahagia apabila kita mencintai diri sendiri terlebih dahulu. Definisi "bahagia" bagi setiap orang pasti berbeda-beda, kadang kita terlalu sibuk mencari hal-hal yang bisa membuat kita bahagia hingga lupa untuk mencintai dan menerima diri kita sendiri apa adanya, bukan ada apanya.
  2. Lebih baik mendengarkan suara hati sendiri daripada suara yang menyesatkan. Sering kali kita berbuat sesuatu lebih karena tanggapan orang lain, bukan murni dari kemauan kita sendiri. Atau merasa tidak yakin dengan keputusan sendiri sehingga mudah terpengaruh omongan orang. Padahal jika kita berpegang teguh pada prinsip yang sudah ada dan mendengarkan suara hati, kemungkinan besar perbuatan kita akan membuahkan suatu hasil yang unpredictable.
  3. Kita harus berani mengutarakan pendapat kita. Orang-orang sukses diseluruh dunia bisa berhasil karena mereka berani untuk bicara dan tidak terintimidasi dengan pola pikir yang tradisional.
  4. Big confidence! Kepercayaan diri adalah kunci utamanya. Jika kita tidak percaya diri, apa yang akan terjadi selanjutnya?
  5. Being jealous is NOT natural. Banyak orang beranggapan bahwa iri terhadap pekerjaan orang lain adalah hal yang lumrah, padahal salah besar. Sebaiknya kita fokus terhadap hidup kita sendiri, tidak usah membanding-bandingkan dengan orang lain karena pada dasarnya semua orang terlahir berbeda.
  6. Imitate others is a total suicide. Jadilah diri sendiri, jangan meniru yang lain.
  7. You are not smart at all if you think that you are smarter than all of your friends.
  8. Travelling can be good, or vice versa. Misalnya kita berlibur ke suatu tempat wisata yang cukup populer. Dengan berlibur dan menikmati saat-saat untuk bersantai bisa membahagiakan diri tentunya. Namun bisa saja dengan mendatangi tempat wisata tersebut malah menghilangkan mood kita karena teringat akan peristiwa masa lalu, dan sebagainya
  9. We can because we have tried. Seringkali kita hanya berasumsi dengan sejuta hipotesis atas suatu massalah namun tidak mempraktekannya secara langsung. Pepatah mengatakan orang bisa karena biasa. Apabila kita sudah mencoba dan berhasil, berarti memang cara kita benar. Apabila terjadi sebaliknya, setidaknya kita pernah mencoba dan memiliki niat untuk berjuang.
  10. Never complain that no one ever undestood you. You have unique and different view about everything surroundings. So, believe and dare to be different.

Sekarang apakah kita ingin memilih hidup untuk menjadi berbeda, atau berbeda dalam konotasi positif untuk mencicipi rasa seseungguhnya mengenai hidup karena kita merasa jenuh dengan kehidupan yang kita jalani dan kita anggap monoton ini, adalah keputusan kita sendiri. Bahkan untuk tidak memilih dan memiliki prinsip yang lain juga berarti memilih.

"May your choices reflect your HOPES, not fears" - Nelson Mandela.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun