Di sebuah komunitas kecil dan sederhana  yang terletak di tengah kota, hiduplah seorang suster bernama Suster Flory. Ia dikenal bukan hanya karena dedikasinya dalam merawat anak-anak difabel, tetapi juga karena sikapnya yang  tegas,penuh kasih dan pengertian. Suster Flory percaya bahwa setiap individu memiliki potensi untuk berubah menjadi lebih baik, dan ia bertekad untuk menjadi teladan bagi rekan-rekannya. Pada suatu ketika suster Flory diutus ke sebuah komunitas yang memang komunitas itu tidak ada anak-anak difabel. Hari pertama dalam bulan setelah keberadaannya di komunitas ia merasa sedih karena tinggal dikamar sendirian.
Setiap pagi, Suster Flory memulai harinya dengan doa brevir, meditasi dan ekaristi. Ia percaya bahwa kekuatan spiritual sangat penting dalam menjalani tugasnya sebagai seorang pelayan kasih. Dengan ketenangan jiwa, ia siap menghadapi tantangan yang ada di komunitas. Sikap positifnya ini mulai menarik perhatian para suster lainnya terlebih para calon suster kebutualn suster Flory ini juga diberi kepercayaan untuk mendampingi para calon suster juga.
Suatu hari, saat istirahat di ruang makan, Suster Flory  melihat beberapa rekan suster yang tampak lelah dan stres. Mereka berbicara tentang beban kerja yang berat dan perkuliahan yang  dirasa sulit. Alih-alih bergabung dalam keluhan tersebut, Suster Flory mengajak mereka untuk berbagi cerita tentang momen-momen bahagia bersama  anak-anak difabel yang dulu ia rawat. Melalui pendekatan ini, suasana ruang makan berubah menjadi lebih ceria. Para suster mulai menceritakan pengalaman lucu dan menyentuh hati yang mereka alami dengan  teman-teman kuliah. Tawa dan senyuman menggantikan keluhan, dan Suster Flory  merasa senang melihat perubahan itu.
Suster Flory kemudian menginisiasi kegiatan rutin di mana para suster dapat berkumpul untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung. Ia menyebutnya "Sesi Inspirasi". Dalam sesi ini, setiap suster diberi kesempatan untuk berbicara tentang tantangan yang mereka hadapi dan bagaimana mereka mengatasinya.
Satu per satu, para suster mulai terbuka dan berbagi cerita mereka. Dari pengalaman pahit hingga momen-momen berharga, semua cerita itu saling menguatkan. Suster Flory mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan dukungan moral kepada rekan-rekannya.
Seiring berjalannya waktu, Sesi Inspirasi menjadi semakin populer di kalangan para suster. Mereka merasa lebih terhubung satu sama lain dan mulai saling membantu dalam pekerjaan sehari-hari. Dalam suasana saling mendukung ini, semangat kerja mereka pun meningkat.
Suster Flory  tidak hanya berhenti di situ. Ia juga mengajarkan pentingnya merawat diri sendiri agar dapat merawat orang lain dengan baik. Ia mengajak para suster untuk melakukan yoga bersama dan mengadakan sesi meditasi setelah jam kerja.
Dengan rutin berolahraga dan bermeditasi, para suster merasa lebih bugar dan bersemangat dalam menjalani tugas mereka. Mereka mulai menyadari bahwa kesehatan mental dan fisik sangat penting dalam pekerjaan yang penuh tekanan ini.Kehangatan dan kebersamaan yang dibangun oleh Suster Flory  mulai terlihat dalam interaksi mereka dengan  anak-anak difabel. Para suster menjadi lebih sabar dan empatik. Anak-anak pun merasakan perbedaan dalam pelayanan yang mereka terima serta ketika berjumpa dengan mereka sembari menyapa sudah ada nilai kebahagiaan tersendiri.
Suatu ketika, seorang anak bernama  Rahmad yang dikenal sebagai anak tunanetra diajak bicara mulai menunjukkan perubahan sikap setelah mendapatkan pelayanan dari para suster. Ia merasa diperhatikan dan dihargai, berkat pendekatan baru yang diterapkan oleh Suster Flory dan rekan-rekannya.
Bapak Rahmad bahkan mulai aktif berpartisipasi dalam kegiatan kerumahtanggaan yakni membuang sampah yang ada di komunitas tersebut. Melihat perubahan positif  tersebut membuat semangat para suster semakin berkobar. Mereka menyadari bahwa teladan Suster Flory  tidak hanya mengubah diri mereka sendiri tetapi juga berdampak pada orang lain.