Indonesia saat ini sedang berkembang di dalam dunia yang serba teknologi. Manusia berlomba-lomba untuk mengembangkan penemuannya masing-masing untuk mencapai titik kesempurnaan. Dan penemuan yang paling kontroversial di abad ini adalah internet.
Berita mulai dari politik hingga pendidikan semuanya dapat diakses dengan mudah melalui internet. Kemudahan dalam mengakses informasi ini kemudian tentunya memiliki berbagai dampak negatif dan positif. Dalam artikel ini, penulis akan menggunakan contoh salah satu kasus yang baru saja booming akhir-akhir ini, yaitu penggrebekan Angel Lelga.
Tidak salah lagi bahwa kasus penggrebekan ini telah tersebar luas mulai dari kalangan orang dewasa hingga anak-anak. Penyebabnya adalah video penggrebekan ini disebarluaskan melalui situs web berbagi video Youtube dan yang lebih parah lagi video pengrebekan ini ditayangkan pada beberapa stasiun televisi Indonesia.Â
Kasus penggrebekan ini tentunya bukan tontonan yang baik bagi masyarakat Indonesia, karena video ini mengandung unsur kekerasan dan mencampuri privasi orang lain. Setelah melihat kasus ini, KPI pun tidak tinggal diam, KPI menegur dan memberi sanksi pada stasiun-stasiun televisi yang telah menyebarluaskan berita penggrebekan ini. Hal ini adalah hal yang baik bahwa KPI bertindak dengan sigap dalam menangani kasus.
Setelah adanya kasus ini, penulis tertarik untuk melihat akar dari permasalahan mengapa kasus penggrebekan ini menjadi demikian besar dan terkenal dari segala kalangan. Jawabannya adalah yang pertama dari kreator konten ini yang tidak bertanggung jawab dan hanya mencari keuntungan, yang kedua dari masyarakat sendiri yang memilih berita ini sebagai konten pilihannya.Â
Memang pihak yang memicu keberadaan berita ini adalah konten kreator yang buruk, namun jika saja masyarakat tidak memilih konten ini untuk ditonton, maka tentunya berita ini tidak akan sedemikian terkenal. Konten kreator negatif biasanya memang sangat cerdik membuat thumbnail dan membuat konten ini menarik untuk ditonton, sehingga tidak heran jika masyarakat tergiur untuk melihatnya, namun sedikit demi sedikit konten-konten ini membentuk cara berpikir dan karakter masyarakat Indonesia.Â
Contohnya yaitu mengurusi urusan orang lain, menghakimi sendiri, terbiasa berkomentar negatif, tergiur akan ketenaran, dan menjadikan berita-berita yang ada sebagai ajang berkompetisi untuk meraih gelar siapa netizen yang paling sensasional dalam berkomentar.
Sebagai masyarakat Indonesia, tentunya besar keinginan untuk memajukan bangsa, namun jika masyarakat Indonesia masih peduli dengan berita-berita yang dapat menimbulkan perdebatan dan perpecahan seperti ini maka tidak akan ada kemajuan bangsa yang akan terjadi.
Maka kita semua, sebagai masyarakat Indonesia, mulailah berintrospeksi dengan menjadi netizen yang selektif dalam memilih informasi dan berita yang kita konsumsi. Langkah-langkah awal yang dapat dilakukan yaitu dengan berhenti mengomentari berita yang tidak perlu.
Langkah lainnya juga dengan melindungi dan menuntun anak-anak kita dalam memilih informasi yang dikonsumsinya, sehingga generasi muda tidak terjerumus pada kebiasaan yang salah, dan menjadi generasi yang cerdas dalam memanfaatkan kemajuan IPTEK.
Referensi: