Era digitalisasi yang sedang terjadi di dunia saat ini memberikan dampak yang begitu besar bagi setiap lini kehidupan manusia. Segala aspek dalam kehidupan sehari-hari, secara sadar maupun tidak, selalu terhubung dan dipengaruhi oleh teknologi. Begitu pula dalam dunia bisnis, disrupsi teknologi memberikan dampak yang begitu besar pada aktivitas bisnis di seluruh dunia. Sebagai contoh, dengan adanya e-commerce, berbelanja kebutuhan sehari-hari tidak perlu lagi mengunjungi toko fisik, hanya dengan menggunakan gadget maka barang pesanan Anda dapat diantarkan ke rumah. Adanya teknologi ini tentu menyebabkan pebisnis toko konvensional harus memutar otak dan mempersiapkan strategi bersaing dengan tepat agar dapat mempertahankan bisnisnya. Sebagian besar orang mungkin akan berpikir untuk juga menyediakan layanan digital dan otomatisasi dari sistem yang sudah ada. Namun, apakah hal itu cukup?
Dalam artikel yang ditulis oleh Michael Hammer berjudul "Reengineering Work: Don't Automate, Obliterate" menyatakan bahwa hanya dengan automasi saja TIDAK CUKUP. Dalam melakukan perubahan proses bisnis, seorang pemimpin harus mau untuk menghancurkan sistem dan meletakkan atau membangun suatu sistem baru yang lebih efisien, menghilangkan langkah atau proses yang tidak dibutuhkan, dan bukan hanya sekadar otomatisasi proses yang sudah ada.
Salah satu contoh kasus perubahan proses bisnis tanpa adanya obliterasi adalah perubahan koran atau surat kabar menjadi digital. Dahulu peredaran informasi dipelopori oleh surat kabar, dan seiring dengan adanya digitalisasi, pertukaran informasi mulai bergeser dari media cetak menjadi media digital. Dengan adanya hal tersebut, beberapa surat kabar mulai mengembangkan bisnisnya dengan membuat versi digital surat kabar mereka dan menerapkan sistem berlangganan digital. Namun, perubahan ini tidak serta merta mengembalikan kejayaan surat kabar seperti sediakala. Surat kabar yang hanya mengandalkan otomatisasi ini tanpa menyesuaikan model bisnisnya seringkali kalah bersaing dengan portal berita digital yang lebih inovatif.
Sebaliknya, contoh kasus perubahan proses bisnis yang melakukan obliterasi dan berhasil adalah Netflix. Awalnya, Netflix adalah perusahaan persewaan video dan film yang bergantung pada toko fisik. Pelanggan harus datang ke toko untuk meminjam dan mengembalikan DVD atau video yang dipinjam. Namun, Netflix menghancurkan total industri ini dengan memperkenalkan metode streaming yang memungkinkan pelanggan untuk menonton film dari rumah tanpa harus meminjam atau mengembalikan DVD pada toko.
Berdasarkan contoh kasus tersebut, maka perubahan di era digitalisasi ini tidak cukup hanya dengan otomatisasi saja, melainkan perubahan juga harus dilakukan secara mendasar dari dalam, untuk menemukan akar permasalahan utama sehingga perubahan memberikan efisiensi dan keuntungan yang baik bagi usaha dan bisnis Anda. Don't Automate, Obliterate!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H