Mohon tunggu...
Anfaul Umam
Anfaul Umam Mohon Tunggu... lainnya -

Korlap LPPI (Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Indonesia) Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Catatan Kecil dari Masohi"

30 Oktober 2011   16:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:16 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebab, boleh jadi akan lebih bermakna bersamaan dengan ruang yang menyertainya untuk saya arsipkan dalam formasi kata-kata dari sekedar merawatnya dalam ingatan yang rentan lekang oleh zaman.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, kurang lebih begitulah pilihan pepatah untuk tepat menggambarkan prakondisi dari catatan ini. Bukan satu-satunya jalan pembuka untuk mengawali catatan memang, hanya sekedar preferensi atas pertimbangan selera pribadi, tidak lebih. Menyimpan keinginan sederhana dan terkesan naif, naik pesawat terbang dengan sembarang kesempatan yang melatarbelakanginya, tidak berapa lama gayung pun bersambut. Seolah segalanya berjalan dengan mudah, capain keinginan ini menjadi lanjutan positif setelah sebelumnya sukses melewati pendaman cita-cita seragam, naik kereta api dan berkunjung ke Jakarta, he he.

Penghujung September lalu, bersama kelima kawan lainnya saya berkesempatan terbang ke Ambon. Sebenarnya tujuan akhir-sementara dari perjalanan kami adalah ke Masohi, ibu kota kabupaten Maluku Tengah. Sebagai rombongan yang terkategori first flight satu persatu kejadian baru muncul ke permukaan. Berikut saya himpun ke dalam satu paket pengalaman yang tidak menutup kemungkinan berguna bagi anda yang hendak menjalani penerbangan perdana sebagai referensi tambahan. Berlaku bagi semua orang yang datang ke bandara dengan kantong tidak cukup uang, jangan sungkan melengkapi diri anda dengan bekal makanan atau sekedar cemilan setidaknya sebelum memasuki area bandara. Karena yang demikian akan sangat membantu dalam mehindarkan anda dari sergapan rasa lapar sembari menunggu penerbangan sekaligus mengamankan anda dari teror harga ala bandara. Bagi anda yang gemar merokok dan terbiasa menyakukan pemantik api, nampaknya bandara tidak bersahabat dengan kebiasaan tersebut lantaran sekeras apapun anda mencoba melindunginya hanya akan berakhir di tabung penampungan barang sitaan. Masih dalam paket pengalaman first flight, bagi anda yang memiliki rekam jejak kurang menggembirakan dengan permasalahan mabuk perjalanan, seyogianya anda tidak perlu sungkan mengonsumsi obat pencegah mabuk perjalanan terlebih dahulu sebelum perjalanan udara berlangsung. Terakhir, pada saat lepas landas (take off) dan mendarat (landing) tidak perlu ragu untuk menutup kedua telinga anda rapat-rapat dengan alat bantu penutup telinga kalau tersedia atau secara manual dengan jari-jari tangan yang dimakusdukan agar telinga anda terhindar dari kemungkinan efek negatif gangguang suara yang berasal dari mesin pesawat.

Memasuki kota Ambon, terpancar jelas rasa cemas menggelayuti setiap dari kami terlebih sepanjang jalan mendung dan gerimis menyambut kedatangan. Bagaimana tidak, hampir di setiap lokasi strategis persimpangan jalan terlihat jelas kelompok prajurit tentara berjaga yang terakhir saya mengetahui mereka berjaga di pos masing-masing selama 24 jam penuh secara bergantian. Akan tetapi, lepas dari pemandangan tersebut kami bersepakat Ambon itu indah kawan. Berposisi sebagai pusat dua pemerintahan sekaligus, provinsi Maluku dan kota Ambon, bumi manise ini menjadi identitas bersama pribumi kepulauan Maluku sekalipun sebenarnya secara greografis Ambon hanyalah salah satu pulau dari beberapa pulau yang tergabung ke dalam kepulauan Maluku. Tidak heran kota Ambon wajib dilewati setiap perjalanan ke seluruh penjuru wilayah kepulauan Maluku termasuk di antaranya tujuan ke provinsi Maluku Utara. Terbagi dalam ruang Waktu Indonesia Timur (WIT), sumbu waktu hari di Ambon terasa lebih pendek dengan pola jamak geliat aktifitas pagi rata-rata baru mulai pada pukul 08.00 WIT. Adapun malam hari relatif tenang dari intensitas aktifitas.

Nuansa berbeda terungkap ketika pertama kali menginjakkan kaki di Masohi. Barangkali lantaran cuaca cerah yang mengiringi kedatangan seolah mengabarkan keramahan kota kabupaten yang terletak di daratan paling depan dari pulau Seram ini. Benar saja, siapa sangka dentuman bunyi klakson mobil dan motor yang tidak putus-putus dan lebih terlihat seperti keributan di lalu lalang jalan dipahamai bersama sebagai wujud saling tukar salam di antara mereka. Citra ramah orang Ambon semakin kentara dengan cara mererka melempar sapa pada seorang new comer. Setidaknya, citra ramah tersebut datang dari kalangan anak-anak SD yang pada beberapa tempat sukses menyita simpati saya melalui sapaan-sapaan lembutnya ketika kami saling berpapasan di tengah-tengah perjalanan kaki. Tergoda untuk tidak buru-buru mengiyakan sinyal kesan ramah mereka, pada satu kali kesempatan saya sempat bereksperimen dengan mencoba berpura-pura memalingkan muka, toh sia-sia jua lantaran mereka tetap bersikukuh dengan pendirian di muka, menyampaiakn sapaan dari seberang jalan. Masih menyoal keramahan, sepeti agar saya menangkap kesan mendalam salah seorang kawan baru dari Ambon menegaskan karakter asli dari masyarakat Ambon yang bisa mengungguli keramahan masyarakat Jawa dan sebaliknya bisa lebih emosional dalam beberapa kesempatan.

Hukum Adat

Sambil menyelam tenggelam..he he. Tidak jarang, terlalu berkutat dengan tujuan utama menjadikan kita kering akan kenikmatan sebuah proses. Tidak demikian halnya ketika kita bersedia berdamai dengan alam. Salah satunya dengan sambil menggali aneka kearifan lokal daerah persinggahan. Apalagi, pemahaman ini bersanding dengan tampilan rupa kemajemukan Indonesia. Rasanya kita bersepakat bahwa arus utama demokrasi yang mulai menyesaki ruang greografi Indonesia pascareformasi turut memberikan andil berarti dalam mempercepat “keusangan” ragam kearifan lokal hukum adat daerah yang sepintas tidak sejalan dengan administrasi demokrasi. Seharusnya antithesis ini bisa teratasi tatkala regenerasi penyelenggara negara bertindak konsisten dalam mensenyawakan nilai keuniversalan demokrasi dengan cita rasa kelokalan Indonesia sehingga ideologi demokrasi pancasila benar adanya dan bukan sekedar konsep utopia. Melegakan sekali mendapati kultur sebagian besar masyarkat Ambon di Maluku Tengah saat ini yang masih menekuni hukum adat daerah sekalipun penerapannya tidak lagi seefektif semula. Terutama pada tata kelola pemerintahan tingkat desa yang kehadiran hukum adatnya masih kentara. Dapat didiskripsikan desa yang dinamakan dengan negeri atau nagari dipimpin oleh seorang raja atau setingkat kepala desa. Uniknya, suksesi seorang raja idealnya digantikan oleh generasi pilihan dari marga bertrah raja pula atas pertimbangan kredibilitas dan kapabilitas melalui mekanisme forum musyawarah adat. Sedangkan untuk pos legislatif diusulkan perwakilan dari tiap matarumah (marga) yang mendiami negeri tersebut masing-masing satu orang dengan nama saniri atau sepadan dengan Badan Perwakilan Desa (BPD). Lain halnya dengan urusan pertanian negeri yang memiliki hukum adat sasi. Hukum sasi diterapkan pada jenis tanaman tertentu dengan tujuan mendapatkan hasil panen yang bagus secara bersama-sama dengan cara memberlakukan sanksi adat berupa hukum cambuk misalnya dan denda bagi siapapun orang baik dari internal maupun eksternal negeri yang melanggar sasi. Sasi mengandung pengertian larangan keras pengambil buah sampai batas masa panen bersama yang ditentukan sekalipun oleh pemiliknya sendiri terkecuali dalam jumlah yang sangat kecil dan mendesak untuk kebutuhan konsumsi pribadi. Dengan sasi, kemungkinan pencurian hasil tanaman dapat dengan mudah terdeteksi. Dan bertindak sebagai seorang penghulu utama hukum sasi ini ditunjuk seseorang dengan sebutan kewang.

Pelagandong

Semacam rekaya sosial untuk menjalin persaudaraan yang intens antara dua negeri umumnya yang berwarga islam dan kristen. Prosesi menuju pelagandong ini melalui permufakatan kedua kelompok petinggi adat pada masing-masing negeri yang keabsahannya terlebih dahulu setelah menyelesaikan ritual adat yang sakral. Konon, cerita magis sempat mengemuka ketika warga dari satu negeri menolak permintaan buah mangga dari warga negeri lain yang notabene berpelagandong yang dikuti dengan matinya pohon buah mangga tersebut. Pelagandong mengandung konsekwensi positif keharusan keseluruhan kelompok warga dari dua negeri yang saling berpelagandong untuk menjaga harmoni tentu pada level yang lebih intens, bahkan menyamai hubungan ikatan keluarga (darah). Akhirnya, sejatinya khazanah apa yang terdiskripsi di atas lebih kaya dan lebih indah, karena keterbatasan untuk memaparkannya saja menjadikannya terlihat lebih sempit. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang cari rakit,,he hesalam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun