Saya cuma bisa mengelus dada ketika tiba-tiba saja si Sulung merengek-rengek minta uang seusai menjalani sidang tugas akhirnya. “Kan kemarin sudah. Yang kemarin aja gak sedikit, Nak,” keluh saya.
“Yang 400 ribu itu kan uang sidang. Nah, yang 250 ribu ini buat sumbangan buku. Tahu buku apa?” katanya.
“Lho, kalau buat sumbangan buku, kenapa gak beli buku aja, trus dikasih ke kampus. Pasti jumlahnya gak sampai 250 ribu. Uang segitu itu gak sedikit, tahu!”
“Tahulah, Bu. Kampus maunya uang. Daripada nanti ditahan kelulusan saya…”
“Trus, nanti ada uang lain lagi gak? Ingat lho, Ibu ini janda. Cuma guru…”
“Ya, ada. Uang wisuda nanti. Kalau Ibu keberatan, ya saya gak ikut wisuda. Gak penting juga, sih. Yang penting itu kan lulus, dapat ijazah, dan bisa melamar kerja. Kalau buat wisuda, ya cuma nguntungin kampus aja! Mereka itu memang kapitalis. Senengnya ngeruk uang mahasiswa. Padahal gak semua mahasiswa di kampus itu kaya. Kalau kayak kita, gimana?
Uang buku itu juga baru dua tahunan ini aja, Bu. Tadinya, mahasiswa nyumbang dua buku dan diberikan langsung ke perpustakaan. Tapi pas dekan baru ini, mahasiswa dipaksa nyumbang uang. Uangnya langsung dikasih ke petugas TU. Gak jelas juga, apa uang itu dibelikan buku apa nggak?
Coba Ibu bayangin, kalau setiap semester ada 400 mahasiswa yang ikut sidang berarti fakultas dapat uang 100 juta. Taruhlah uang itu dibelikan buku, mereka pasti minta harga khusus ke penerbit, dan buat laporan ke kampus, mereka pasti menggunakan harga toko buku. Ini mirip kayak belanja buku wajib buat mahasiswa baru. Itu kalau dibelikan, nah kalau sebaliknya?”
“Jangan su’udzon begitu sama kampus sendiri,” sergah saya, khawatir jadi fitnah.
“Bukan su’udzon! Ini memang bukan rahasia lagi. Di kampus sering jadi bahan omongan. Semua mahasiswa juga tahu. Uang buku mah ke laut. Gak jelas jadi apa. Untung aja orang-orang rektorat pada tutup mata. Ah, dasar pada koplak!”
Kali ini saya terdiam, bingung mau ngomong apa. Dulu berniat menguliahkan si Sulung di kampus itu karena berharap dia bisa seperti almarhum ayahnya jadi orang televisi. Maka, dia saya paksa masuk jurusan broadcasting.