Mohon tunggu...
Aneu Athofani
Aneu Athofani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dunia baru terbuka lewat ujung pena

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Skininimalism: Membebaskan Diri dari Ikatan Fast Beauty di Tahun 2025

17 Januari 2025   13:05 Diperbarui: 17 Januari 2025   15:24 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Skincare. Sumber: Freepik)

Tren media sosial di Indonesia seringkali memicu perubahan yang tidak selalu positif. Salah satu contohnya adalah peningkatan konsumsi barang secara berlebihan, mulai dari pakaian, produk kecantikan, hingga barang sehari-hari. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat Indonesia yang memiliki kecenderungan untuk membeli barang-barang yang sedang populer atau viral, tanpa mempertimbangkan kebutuhan sebenarnya. Perkembangan teknologi yang pesat semakin mempercepat penyebaran tren-tren baru, sehingga semakin mudah bagi kita untuk terpengaruh. Salah satu contoh yang menonjol yang akan kita bahas adalah produk kecantikan.

Banyak orang tergoda untuk membeli produk kecantikan yang sedang viral tanpa mempertimbangkan apakah produk tersebut benar-benar bermanfaat atau sesuai dengan jenis kulit mereka. Perilaku ini sering disebut sebagai FOMO (fear of missing out) atau takut ketinggalan tren.

Keadaan seperti ini menjadikan adanya Fast Beauty, yaituitu mengacu pada produksi dan distribusi yang cepat dan banyak dari brand kecantikan untuk memenuhi dan mengikuti tren konsumen. Dalam proses produksinya kemungkinan kualitas bahan yang digunakan biasa saja dan tidak di riset lebih lanjut karena berlomba-lomba dengan tren yang sedang viral.

Tren Fast Beauty yang semakin marak tidak hanya membuat kantong kita menipis, tapi juga memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan kita. Produk-produk kecantikan yang dihasilkan secara massal dan cepat seringkali mengandung bahan yang kurang berkualitas dan tidak memberikan manfaat jangka panjang. Selain itu, kemasan produk yang terbuat dari plastik sekali pakai juga berkontribusi pada masalah sampah plastik yang semakin menggunung.

Sampah skincare. (Sumber: Pinterest)
Sampah skincare. (Sumber: Pinterest)

Dibuktikan dari hasil riset sampah yang dikutip dari Kompas.tv industri kecantikan di Indonesia menyumbang sekitar 6,8 juta ton limbah plastik setiap tahunnya!

Perkembangan Fast Beauty ini bukan hanya dari brand yang memproduksi tapi dari kita sebagai konsumen yang terus-menerus membeli produk baru tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Oleh karena itu, mari kita hentikan mengkonsumsi produk kecantikan yang tidak perlu. Dengan mencoba beralih ke skinimalism, dimulai dengan memilih produk multifungsi dan berkualitas, kita tidak hanya mengurangi limbah plastik, tetapi juga memberikan kulit kita kesempatan untuk bernapas dan menjadi lebih sehat. Dan Jadilah konsumen yang bijak dalam menghadapi tren yang terus berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun