Beberapa hari setelah dilantik, selain wacana penaikkan harga BBM dan blusukan Kabinet-Kerja- Kerja, wacana yang muncul dan cukup kontroversi soal pencantuman kolom agama.
Hal itu dipicu oleh pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagi) Cahyo Kumolo yang melontarkan gagasan kolom agama boleh dikosongkan jika pemeluknya bukanlah bagian dari agama resmi diakui undang-undang di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam e-KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah yakni Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.
Kontrversipun berlanjut hingga melibatkan tokoh berbagai agama dan juga rakyat. Bagi yang pro, berdasarakan pemikiran bahwa agama merupakan kebebasan individu sementara negara harus memfasilitasi agama apapun bagi warga negara.
Sedangkan yang kontra berargumen, dalam undang-undang, hanya ada 6 agama yang boleh dicantumkan dalam KTP. Sehingga untuk menghapuskan menambah nama agama di KTP harus merubah aturan terlebih dahulu.
Soal perdebatan baik di media sosial maupun di ruang akademik itu hal yang wajar salah satunya untuk mendapat solusi. Akan tetapi yang menjadi keheranan saya, mengapa tiba-tiba Mendagri melontarkan wacana itu di awal kerjanya? Apakah soal kolom agama begitu urgen bahkan gawat sehingga harus segara diubah.
Dengan pencantuman kolom agama selama ini kondisi sosial baik-baik saja. Antar umat beragama damai-damai. Kalaupun terjadi kekisruhan sosial yang diduga pemicu agama, bukankah hal itu juga selalau dibantah, itu bukan soal agama tetapi dilatarbelakangi politis bahkan ekonomi dan masalah pribadi.
Kalaupun mau menurut saya, ajukanlah rancangan aturan yang baru untuk merevisi aturan yang ada. Perdebatan yang terjadi selama ini, di media sosial, di TV hanyalah perdebatan hampa sebab tidak dibarengi rencana jangka panjang infratruktur hukum untuk sebuah kepastian.
Menjadi pertanyaan saya lagi, apakah tidak ada masalah lain yang lebih urgen bagi Mendagri kecuali ngurus soal kolom agama? Misalnya pembinaan apartur negara yang masih suka korupsi. Ingat bahwa negara Kitabelum bebas dari korupsi.
Seandainyaaparat pemerintahan masih suka mark up anggaran dengan berbagai cara, apakah langkah pembinaan tidak lebih urgen ketimbang soal kolom agama?
Ingat rakyat saat ini sedang butuhpemimpin yang bijak dan bukan sekedar pemberi harapan palsu (PHP) juga bukan pemicu kontroversi. Rakyat butuh pangan murah dan mudah, butuh rumah layak serta butuh pekerjaan dengan upah memadai. (*)
Info Seputar Ekonomi kreatif dan ide bisnis di sini sob
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H