Hasil perolehan suara langsung diupload pada aplikasi. Tugas selesai. Enumerator tinggal minta tanda tangan kepada KPPS dan stempel pada berkas. Isinya salinan perolehan suara yang sudah dihitung tadi. Jadi kalau EP hasil perolehan suara dari per orang sedangkan QC hasil total perolehan suara dari TPS setelah perhitungan selesai.
Ketiga, survei elektabilitas yang biasanya dilakukan beberapa minggu, bulan bahkan tahun sebelum pemilihan secara berkala. Saya sendiri lebih dari 10 kali survei selama tahun 2018 sampai 2019 untuk Pilpres, Pileg, dan Pilkada.
Survei elektabilitas relatif rumit dibanding EP dan QC. Pewawancara harus memahami langkah-langkah yang ditentukan. Seperti menentukan RT yang warganya akan kena sampel/diwawancara hingga menentukan anggota keluarga yang harus diwawancara.
Prosesnya pun cukup panjang. Seorang surveyor sebelum turun ke RT tujuan harus datang ke kelurahan/desa. Selain menyampaikan perizinan juga harus mendapat informasi berapa jumlah RT/RW di desa tersebut. RT/RW ini untuk disusun pada kolom acak, sehingga akan keluar RT mana saja yang harus dituju.
Biasanya, dari total RT di kelurahan tersebut, beberapa survei mengambil 2 RT yang kemudian masing-masing RT diwawancara 5 orang. Jadi jumlah responden dari dua RT 10 orang. Laki laki dan perempuan. Sedangkan untuk beberapa lembaga survei, mengambil 5 RT untuk memilih 10 responden. Masing-masing RT diwawancarai 2 orang, responden laki-laki dan perempuan.
Menentukan RT yang dituju bukan berdasarkan pilihan seseorang atau ditentukan oleh lembaga survei atau oleh pihak desa, melainkan oleh metode lembar acak dalam kertas. Semua petugas survei akan mendapat lembar acak yang berbeda sehingga setiap kelurahan/desa yang didatangi, akan berbeda sampel RT dan tidak akan sama.
Setelah proses selesai, pewawancara mendatangi kepada RT yang telah ditemukan tadi. Di sinilah perjuangan surveyor dimulai. Mencari RT yang sedemikian banyak tidaklah mudah. Lokasinya bisa jadi mudah ditemukan, tapi petugas RT-nya lagi keluar rumah atau kerja.Â
Di pedesaan, bisa jadi antara RT yang satu dengan RT yang lain sangat jauh, bisa lintas sungai, pasir, dan gunung. Beda dengan di perkotaan. Sebelum ketemu RT tidak boleh wawancara ke warga. Karena selain pemberitahuan kepada RT, surveyor harus memperoleh nama-nama Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di RT tersebut.
Berdasarkan data RT, surveyor menyusun nama KK secara alfabet. Untuk kemudian dicari 2 KK atau 5 nama KK sebagai responden. Proses itu selesai, barulah surveyor mendatangi nama KK yang ditemukan tadi pada lembar acak. O iya, untuk menentukan siapa yang diwawancara bukan atas dasar petunjuk RT, tapi melalui metode acak bertingkat yang disediakan pada lembar kertas dari lembaga survei yang sudah baku.
Setelah itu, surveyor mendatangi KK. Setiap RT hanya dua warga, laki-laki satu dan perempuan satu. Disinilah proses perjuangan berikutnya bagi surveyor. Tak jarang, warga susah ditemui, karena kerja, sedang di luar kota bahkan ada yang tidak mau diwawancara karena alasan tertentu.
Setelah bertemu KK, belum pasti yang diwawancarai tersebut kepala keluarganya. Bisa jadi anaknya atau keluarga se-KK di rumah tersebut. Kalau nomor kuisioner genap, yang diwawancara harus perempuan seperti ibu, anak perempuannya atau orang se-KK perempuan di rumah itu. Kuesioner bernomor ganjil untuk responden laki-laki. Menentukan yang diwawancara ini melalui kish grid pada lembaran kertas yang dibawa surveyor.