Media merupakan alat atau sarana untuk menyebarluaskan informasi, seperti surat kabar, radio, dan televisi. Media sangat diperlukan bagi masyarakat umum untuk mengetahui informasi – informasi yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Tidak berbeda dengan informasi yang selalu berkembang, media juga menunjukkan perubahan signifikan yang terjadi terhadap fungsi fundamental media itu sendiri. Media saat ini bukan hanya sebagai wadah untuk menyebarkan informasi, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan hiburan bagi pendengar, pembaca, sekalipun penontonnya.
Televisi merupakan media yang paling kompleks menurut saya, karena televisi adalah alat yang paling interaktif jika dibandingkan dengan media yang lainnya. Televisi memiliki ‘senjata’ ampuh yang lengkap untuk menarik perhatian masyarakat. Pancaran audiovisual dengan graphic yang memukau mata kita, pilihan berbagai channel televisi nasional maupun swasta, keanekaragaman rubrik dan acara pada stasiun televisi tertentu juga tidak akan luput dari perhatian kita. Hal ini menjadikan alat yang ditemukan pada tahun 1972 oleh John Logie Baird menjadi media terpopuler sepanjang masa, bahkan kecanggihan internet saat ini pun tidak dapat mengubur ke-antusias-an masyarakat dunia terhadap media elektronik yang satu ini.
Target media televisi adalah setiap individu yang sudah bisa melihat, mendengar, dan membaca. Tak lain, hampir semua umur bisa mengunyah siaran – siaran televisi yang ada. Acara – acara yang disiarkan di berbagai stasiun televisi tertentu sudah banyak mendarah daging, dimana saat kita tidak melihat televisi kita akan merasakan ada kekurangan pada hari – hari kita. Sudah wajar jika dalam waktu luang kita, kita selalu duduk santai sambil memegang remote TV dan melihat acara – acara TV tersebut. Sepertinya sudah merupakan kewajiban bagi setiap rumah atas keberadaan televisi.
Tayangan – tayangan yang ditampilkan di layar kaca sangatlah komplit. Mulai dari tayangan hiburan bagi anak – anak yang sering kita sebut kartun, berita nasional maupun internasional, iklan, sinetron, film, kuiz, pencerahan agama, hiburan, komedi, sampai acara pendidikan pun ada tiap harinya. Antusiasme para penonton juga tidak pudar, karena dalam setiap periode selalu ada perubahan tayangan. Namun pada umumnya perubahan tayangan tersebut bersifat equal berdasarkan tujuannya. Perbedaan yang ditunjukkan hanya seperti menulis pada kertas dengan pensil, atau bolpoint. Tujuannya tetap sama, namun dibungkus dengan wadah yang berbeda. Hal ini ditujukan agar para penonton tidak jenuh melihat acara – acara yang selalu sama tiap harinya. Trik ini berhasil membuat jutaan penggemar televisi tetap konsisten terhadap intensitasnya mengkonsumsi acara televisi.
Dalam uraian diatas, kita sudah mengetahui bahwa manusia disadari maupun tidak disadari telah berlangganan acara TV secara berkala. Berbagai informasi dan peristiwa terkini selalu up to date dalam berita. Hal – hal baru yang bisa dikatakan sebagai trend masa kini juga dapat kita rasakan dengan melihat acara – acara di televisi. Perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan gaya hidup juga ter-cover dalam pernak pernik siaran televisi. Ini adalah salah satu cara, bagaimana kita tidak mengisolasi diri kita dengan hal-hal apa saja yang sudah ada, dan menunjukkan kita juga merupakan manusia universal yang membutuhkan perubahan dalam setiap segmen kepribadian, kemasyarakatan, dan kemanusiaan tentunya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Bisa dikatakan televisi merupakan acuan publik terhadap peristiwa, informasi, trend, budaya, dan gaya hidup masa kini.
Televisi sebagai acuan publik adalah bukan sepenggal kata yang aman, namun sangat berbahaya. Secara tidak langsung, televisi merupakan media yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan moral setiap orang. Kenapa begitu? Pada hakekatnya, manusia bersifat meniru. Hal ini secara nomotetik telah diungkapkan oleh psikolog sekaligus peneliti bernama Albert Bandura dalam bentuk Teori. Dia mengatakan,
“Salah satu sifat manusia ialah meniru (imitate) tingkahlaku atau tindak tanduk orang lain yang diterima masyarakat (socially accepted behaviour) dan juga tingkah laku yang tidak diterima masyarakat (unaccepted socially behaviour)”.
Teori berkata begitu, bagaimana dalam kenyataannya? Secara gamblang kita dapat menyadari bahwa hidup kita tidak kurang dari proses meniru. Hampir dari setiap kegiatan kita adalah duplikasi dari kegiatan orang lain yang kita lihat, hampir dari setiap tingkah laku kita adalah duplikasi dari tingkah laku orang lain, namun kita dapat terlihat berbeda dengan orang lain karena kemampuan kita dalam memodifikasi duplikasi tersebut. Contoh yang paling mendasar adalah kita berbicara dan berbahasa. Dalam ilmu sosiologi, sosialisasi adalah proses yang selalu dilakukan baik secara sadar maupun tidak. Sosialisasi bertujuan untuk menginformasikan suatu hal yang begitu penting, yang dapat digunakan sebagai nilai dan norma kehidupan sebagai manusia yang berakal sehat. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara, dan cara yang paling efektif dan berpengaruh adalah komunikasi. Apakah menonton televisi merupakan komunikasi? Tentu, menonton TV merupakan komunikasi satu arah, komunikatif, yang saat itu juga penonton hanya bisa menyerap dan menelaah apa saja yang ada di dalamnya, tanpa ada bantahan sedikitpun. Dari sinilah kita dapat menyimpulkan bahwa berbagai media khususnya televisi, sangat berpengaruh terhadap pembentukan moral masyarakat terutama bagi anak – anak dan remaja yang tingkat stabilitas moralnya masih rawan tergoncang oleh badai modernisasi, yang dapat mengakibatkan bergesernya budaya negara Indonesia. Penetrasi budaya asing terhadap budaya pribumi melalui media Televisi berlangsung halus dibungkus dengan keanekaragaman pertunjukkan gaya hidup bahkan lelucon.
Berbahaya atau tidak, ini tergantung dengan kualitas siaran televisi itu sendiri. Mari kita tinjau lagi secara garis besar seberapa baik kualitas acara televisi di Indonesia. Pada tahun 2012 ini, acara televisi di indonesia sangat menyedihkan. Banyak acara – acara sinetron yang menimbulkan ketagihan, karena kisah cerita yang seru sampai membuat kita meneteskan air mata. Tidak jarang judul – judul sinetron tersebut hanyalah sebuah nama seseorang yang dikisahkannya. Menurut saya ini sangat tidak menunjukkan intelegensi masyarakat Indonesia padahal si pembuat karangan dari sinetron tersebut saya yakini adalah orang yang memliki intelegensi tinggi. Hal ini memang tidak begitu berpengaruh, namun secara kontekstual, hal ini dapat menunjukkan bahwa kondisi kualitas siaran – siaran televisi di Indonesia menjadi monotone. Ini jika dilihat dari segi ke-intelegensi-annya. Masih banyak contoh lain yang tidak akan saya bahas karena menurut saya tidak begitu penting. Kemudian, tayangan tayangan per-televisian-an Indonesia masih terkesan tidak mendidik. Terlalu banyak serial remaja yang selalu membahas tentang masalah percintaan. Menurut saya ini adalah target pasar yang menggiurkan bagi perusahaan – perusahaan tertentu yang bergerak di bidang tersebut, karena jika membahas soal cinta, pastinya sangat laris dan selalu mendapat gelar best-seller di Negeri ini. Dalam perbandingannya, begitu banyak serial atau film percintaan di Indonesia tetapi begitu jarang yang masuk dalam kategori Go International. Hal ini sangat berbahaya terhadap perkembangan pola pikir masyarakat terutama remaja terhadap kehidupan, cinta menjadi sesuatu yang didewakan di negeri ini sebagai alat untuk berbahagia dalam seluruh hidup mereka. Sebagai bukti otentik, dapat kita lihat berapa kasus bunuh diri yang terjadi akibat kegagalan dalam bercinta. Kemudian adalah masalah konten dewasa. Ini merupakan hal yang sangat rumit. Dalam lima tahun terakhir, terdapat puluhan film horor yang sebenarnya tidak menonjolkan segi horor, namun malah eksotik dan vulgar. Para konsumen tidak membeli VCD / DVD film horor tersebut lantaran ingin melihat jalan cerita dan ke-horor-an film tersebut, namun malah, maaf, ingin melihat belahan dada yang terlihat pada cover maupun thriller filmnya. Kerap kali kita mendengar di berita, terjadi kasus pemerkosaan di bawah umur. Media adalah biang keladinya. Setali tiga uang dengan tayangan film barat yang secara langsung menyuguhkan budaya – budaya luar yang berbanding terbalik dengan budaya Indonesia yang terkenal dengan kesopansantunannnya. Bagaimana cara mereka berbicara, bagaimana cara mereka berpakaian, bagaimana mereka berdandan, dan yang terpenting bagaimana gaya hidup mereka, semua itu sangat mudah ditiru oleh kaum remaja dan anak – anak di negeri ini. Disamping sosialisasi konsolidasi budaya Indonesia semakin pudar, kaum muda malah didorong meninggalkan budaya orisinil dengan hal – hal seperti itu. Dan tayangan – tayangan tersebut disuguhkan tiap petang dan malam di hampir setiap stasiun televisi Indonesia. Lagi, televisi sudah seperti saudara kandung kita. Alhasil kita sekarang sering melihat bagaimana ‘kebaya’ hanya digunakan pada saat acara formal tertentu, diluar, mereka memakai hot-pants yang sebutannya saja kita sudah mengadopsi kata dari bahasa asing. Moral kita sepertinya telah digadaikan dengan acara –acara televisi yang diakui sangat menghibur.
Dan pada umumnya, acara televisi di Indonesia terlalu banyak mengandung unsur entertain atau hiburan. Edukasi seperti dianak-tirikan, padahal keduanya merupakan bagian yang sama penting dalam kehidupan. Dibutuhkan porsi yang proporsional antara edukasi dan rekreasi untuk membangun hidup yang seimbang. Atau kita akan terbenam dalam zona hitam yang terlihat seperti putih selamanya. Bukankah sudah seharusnya perangkat yang memiliki fungsi luar biasa tersebut digunakan semestinya?
Masalah ini sangat substansial, melibatkan banyak pihak bahkan aspek kehidupan. Sebagian contoh diatas sudah merupakan bukti keberadaan masalah yang ditimbulkan oleh media televisi pada saat ini. Sudah jelas dideklarasikan pada undang-undang republik indonesia nomor 32 tahun 2002, khususnya pasal 2 yang mengatakan “Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.” dan pasal 3 yang dengan jelas mengatakan “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”. Berdasarkan undang-undang tersebut sudah jelas dikatakan bahwa tujuan dari penyiaran itu adalah untuk membangun etika, watak, jati diri bangsa yang beriman, bertakwa, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun kondisi pada saat ini masih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan undang – undang dibuat tidak hanya untuk dibaca.
Penanganan dari pemerintah sangat dibutuhkan, karena kita sebagai masyarakat hanya bisa menikmati menu acara yang tersedia setiap harinya, entah itu bersifat negatif maupun positif. Pemerintah diharapkan segera melakukan peninjauan ulang, pemilahan, penyaringan, dan seleksi serta purifikasi terhadap acara – acara televisi yang pantas untuk dipertontonkan bagi masyarakat sesuai dengan undang – undang yang sudah dibuat. Tayangan atau siaran film – film barat yang sering di tayangkan di televisi negara Indonesia masih sangat perlu untuk di-revisi. Yang perlu direvisi adalah jenis filmnya, sensor, dan nilai sosial yang terkandung dalam setiap film tersebut. Harus ditentukan parameter yang sesuai, dan jika film tersebut sudah sesuai dengan parameter tersebut maka film tersebut sudah bisa ditayangkan ke khalayak umum. Tidak hanya film, namun acara – acara pada malam hari yang banyak mengandung unsur kedewasaan, sebaiknya ditinjau lagi seberapa penting, seberapa perlu untuk disiarkan di seluruh wilayah Indonesia. Mengingat fenomena luar biasa yang memiliki kemampuan ber-kamuflase ini sangat berpengaruh terhadap mental seluruh masyarakat. Harus segera ada tindakan tegas dari pemerintah sebelum masyarakat Indonesia tercemar oleh budaya luar dan keropos moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H