Mohon tunggu...
Bang Asa
Bang Asa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Terpopuler 2010

Tunggu beta bale, sodara!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Senjata Pemusnah Massal Raja Cikeas (HRC-06)

27 Agustus 2010   02:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:40 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="" align="alignright" width="384" caption="ilustrasi diunduh dari Om Google"][/caption] RAJA Cikeas duduk dengan santainya di singgasana. Sembari memetik gitar, Paduka seolah mengabaikan kegelisahan para punggawa istana, juga kemarahan rakyat yang mendesak supaya Raja menyatakan perang. Padahal aspirasi sudah mengalir.  "Paduka harus mengambil sikap. Ini persoalan kedaulatan kita sebagai bangsa. Negeri jiran sudah menginjak-injak harkat dan martabat kita." Mendengar masukan itu, Raja malah terkekeh-kekeh. "Untuk apa? Negeri jiran itu bukan kelas kita. Ia bukanlah ancaman serius!" "Tapi Paduka, sejumlah bukti menunjukkan jika negeri jiran telah memasuki wilayah kita. Hutan-hutan kita di perbatasan dibabat. Juga laut kita dijadikan tempat penangkapan ikan. Lalu Apakah semua ini bukan ancaman?" Raja malah semakin ngakak. "Untuk sementara biarkan saja dulu. Sikap kita sebagai bangsa akan ditentukan setelah percobaan senjata pemusnah massal selesai." Para punggawa istana makin terheran-heran dengan pernyataan sang Raja. Mereka pun saling menatap kebingungan. "Senjata pemusnah massal apa itu Paduka?" Raja tersenyum. "Bodoh! Apakah engkau tidak menyadari jika selama ini saya telah melakukan sejumlah percobaan senjata pemusnah massal yang saya kirim melalui dapur rakyat?" [caption id="" align="aligncenter" width="569" caption="Ilustrasi: Dok. HRC"][/caption] Salam dapur rakyat,

Bang Asa

Baca juga tulisan sebelumnya:

  1. Malaysia Takut dengan Tabung Gas Indonesia…
  2. Nasionalisme Bule Palsu
  3. Adolf Hitler Ternyata Keturunan Yahudi
  4. Klarifikasi dari Istana Presiden
  5. “Sulo-sulo” Penjual Jimat
  6. Raja Cikeas dan Kaki-tangannya
  7. Ada “Staf Khusus Presiden” Inteli Kompasiana?
  8. Pak Beye Presiden yang Berhati Mulia (di Mata Koruptor)
  9. Jangan Abadikan Pengkhianat Bangsa Sebagai Nama Jalan!
  10. Andi Djemma, Konsisten Berdiri di Belakang Republik!

BONUS:

‎||>>“Apakah Paduka tidak mendengar ketakutan negeri jiran akan tabung gas kita yang telah banyak menelan korban? “  Mendengar pertanyaan punggawa istana, Raja menjawab dengan tenang, sambil manggut2,”Itulah senjata pamungkas kita yang akan digunakan kalau keadaan sudah darurat.” (HRC)

Kunjungi facebook: Hikayat Raja Cikeas (HRC)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun