[caption id="attachment_150971" align="alignleft" width="300" caption="Mbak Ani dan Mas Anggito (KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)"][/caption] BERANGKAT sudah Mbak Ani ke negeri Paman Obama. Pergi setelah merasa tidak dikehendaki lagi di negerinya yang sangat dia cintai. Mbak Ani merasa dikorbankan oleh kartel, atau yang lebih suka ia istilahkan sebagai perkawinan politik. Perselingkuhan kepentingan antara penguasa-pengusaha menjadikannya dalam posisi sulit, lalu akhirnya mengalah dan mundur sebagai Menteri Keuangan. Terlepas dari segala kontroversi di balik pengunduran dirinya, bangsa ini telah kehilangan salah satu putri terbaiknya. Tak berselang waktu setelah Mbak Ani pergi, mantan anak buahnya yang sama-sama alumni negeri Paman Obama, Mas Anggito, juga menyusul. Mas Anggito memang tidak menyusul Mbak Ani ke Amerika sana. Ia justru memilih pulang kampung di Jogja untuk mengabdi pada almamaternya di Kampus Biru. Mas Anggito yang selama ini dianggap berprestasi melaksanakan tugas, memutuskan meninggalkan lingkungan Kementerian Keuangan setelah 10 tahun mengabdi, karena merasa harga dirinya tercabik-cabik. Ia merasa dikorbankan oleh janji manis Istana. Setelah Mbak Ani dan Mas Anggito mundur, pertanyaan yang bergelayut dalam benak saya adalah: ada apa di balik semua ini? Mengikuti sejumlah wawancara Mbak Ani dan Mas Anggito melalui siaran tivi dan media lainnya, saya sebagai anak bangsa pun dapat memahami keputusan keduanya. Terlepas dari Anda setuju atau tidak, saya beranggapan bahwa ini semua lantaran Pak Beye sendiri. Mbak Ani misalnya. Jika saja Pak Beye benar-benar menganggap Mbak Ani sebagai menteri terbaiknya, mengapa ia tidak menghalanginya untuk pergi? Bukankah keputusan akhir ada di tangannya? Menurut saya, pernyataan Pak Beye ini hanya sekadar pemanis kata untuk menghibur Mbak Ani. Jika dilihat kontrak Mbak Ani dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 yang masih empat tahun lagi, maka sulit untuk tidak mengatakan bahwa pada dasarnya Pak Beye sendiri sudah tidak membutuhkan Mbak Ani. Ini fakta. Selanjutnya Mas Anggito. Seperti diketahui bahwa sebelumnya Mas Anggito sudah dijanji akan menduduki jabatan Wakil Menteri Keuangan. Menurut Mas Anggito, dirinya sudah dipanggil di Istana, bahkan sudah menandatangai pakta integritas segala. Cuma saja, kala itu Mas Anggito masih terhalang pangkat. Makanya pelantikannya diundur untuk menunggu pemenuhan persyaratan administratif tersebut. Tapi apa lacur, setelah terpenuhi, Pak Beye justru mengangkat orang lain. Sayangnya, Mas Anggito tidak diberitahu. Inilah yang membuat Mas Anggito merasa tidak dianggap. Pertanyaannya sekarang, inikah wujud etika pemerintahan Pak Beye? Duh...!!! Menyaksikan wawancara Pak Rizal Ramli di tivi semalam, saya sempat dibuat terkesima. Pak Rizal menceritakan bagaimana dirinya tahun 2004 dijanji Pak Beye untuk menduduki jabatan dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Seperti Mas Anggito, Pak Rizal Ramli juga telah menandatangani pakta intergritas. Ia telah mengikat komitmen dengan Pak Beye untuk jabatan Menko Ekonomi atau Menteri Keuangan, sesuai dengan latarbelakang profesional Pak Rizal. Naga-naganya, nama Pak Rizal lenyap. Pertanyaan yang muncul di benak saya menyaksikan wawancara tersebut adalah: beginikah wujud pengejawantahan etika politik yang selama diagung-agungkan Pak Beye? Atau memang sudah begini karakter pemimpin bangsa ini? Kini, Mbak Ani dan Mas Anggito telah pergi meninggalkan hiruk-pikuk permainan politik yang menyakitkan itu. Memang, keduanya pergi dengan senyuman. Akan tetapi, di balik senyuman itu tersimpan berjuta makna. Keduanya, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai korban, seolah memberikan senyuman sindiran yang ditujukan kepada Pak Beye. Benarkah Mbak Ani dan Mas Anggito adalah korban Pak Beye? Wallahua'lam bissawab Salam korban, ANDY SYOEKRY AMAL Tulisan sebelumnya:
- Bu Ainun, Inspirasi Wanita Indonesia
- Ketika “Seribu Tangan Cinta” Kehilangan Cinta
- Gerakan Revolusi Anas Urbaningrum
- Gagal Jadi PD-1, Andi Mallarangeng Kualat?
- Negeri Ngotjoleria: Tantangan dari Kang Pepih
- Gesang, Akhir Riwayat Sang “Bengawan Solo”
- Hari Kebangkitan Sri Mulyani
- Komunitas Kompasianer Makassar, Gabung Yuk!
- Rima Fakih, Simbol Persahabatan Amerika-Islam
- Belum Saatnya Orang Bugis Pimpin Partai Demokrat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H