Andi Achmad merupakan salah seorang pejuang Indonesia dari Tana Luwu yang semasa hidupnya pernah memimpin gerakan perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan dan pernah divonis hukuman mati karena tindakan kepahlawanannya.
Andi Achmad Opu To Addi Luwu lahir di Palopo 23 Agustus 1923, adalah salah seorang putra Andi Djemma Datu/Pajung Luwu XXXIV dan XXXVI yang menamatkan sekolahnya di HIS (1939) dan MULO-B (1941). Sebelum Proklamasi, ia pernah menjadi Ketua Gerindo Bagian Pemuda (1937-1941) dan Goncho (Camat) di Wara (1943).
Tulisan ini mencoba menguraikan secara singkat peranan beliau sebagai tokoh sentral perjuangan rakyat Luwu berdasarkan literatur sejarah yang sahih.
Pada momentum Proklamasi sebagai inti dari segala momentum perjuangan untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan, peranan penting Andi Achmad sebagai orang pertama yang mengetahui berita kemerdekaan di Luwu, yaitu mengambil inisiatif pertemuan rahasia tokoh pemuda progresif pendukung kemerdekaan, dan menyampaikan berita ini kepada Andi Djemma Datu Luwu untuk mengambil sikap.
Andi Achmad yang saat itu baru akan memasuki usia 22 tahun, begitu mengetahui berita kemerdekaan ini dari seorang perwira Jepang bernama Sakata, 17 Agustus 1945 sore (sumber lain menyebutkan 18 Agustus), langsung menyikapinya dengan inisiatif merancang pertemuan pemuda progresif pendukung kemerdekaan, untuk memprakarsai pembentukan wadah perjuangan. Bukti sejarah menunjukkan beliau adalah orang pertama di Luwu yang berinisiatif melakukan hal ini. (Idwar Anwar, 2005; Soekarno Muda)
Demikian pula halnya dengan Andi Djemma Datu Luwu. Menurut Andi Achmad (1996), dirinya menyampaikan sekaligus meyakinkan Datu agar segera menyikapi berita Proklamasi ini. Dalam situs Pahlawan Indonesia disebutkan, Andi Djemma setelah mendapatkan berita ini dari anaknya, Andi Achmad pada tanggal 19 Agustus 1945, memerintahkan agar berita itu disebarluaskan di kalangan masyarakat dan memerintahkan beberapa orang pemuda, termasuk Andi Makkulau (anak tertuanya), berangkat ke Makassar untuk menghubungi Dr. Ratulangie yang sudah diangkat Pemerintah RI sebagai Gubernur Sulawesi guna medapatkan informasi resmi. (pahlawanindonesia.com)
“Soekarno Muda” merupakan wadah perjuangan pertama yang diprakarsai Andi Achmad bersama M. Yusuf Arief, Andi Makkulau, Andi Tenriadjeng , Martin Guli Dg. Mallimpo, Haji Abdul Kadir Daud dan Mungkasa Dg. Paduni. Soekarno Muda ini merupakan cikal-bakal kelaskaran di Luwu seperti PRI dan PKR di mana peranan Andi Achmad selain sebagai pendiri, juga merupakan pimpinan.
Sebagai pimpinan Soekarno Muda, sejarah mencatat Andi Achmad sebagai orang pertama yang memimpin gerakan perampasan senjata Jepang di Palopo. Hal ini dilakukan sesuai dengan tujuan terpenting Soekarno Muda ketika itu, setelah gagalnya berbagai upaya mencari persenjataan secara legal dan damai yang diperlukan bagi kelangsungan perjuangan. Andi Achmad dengan melibatkan sekitar 40 pemuda, memimpin operasi perampasan senjata Jepang di gudang Hakim Tai Palopo pada tanggal 2 September 1945, dan berhasil membawa pulang lebih dari 20 pucuk senjata laras panjang dan puluhan pistol. Keberhasilan operasi ini kemudian menjadi momentum gerakan perampasan senjata selanjutnya. (Idwar Anwar, 2005; Soekarno Muda Merampas Senjata Jepang)
Pada tanggal 5 Oktober 1945, Andi Achmad memimpin kelaskaran PRI/ PKR dengan jabatan Kepala Polisi Istimewa merangkap Wakil Kepala Staf, mendampingi M. Yusuf Arief sebagai Kepala Staf dan Andi Djemma Datu Luwu sebagai Panglima Tertinggi. Selaku pimpinan PRI/PKR, Andi Achmad merupakan tokoh sentral yang merancang berbagai gerakan perlawanan bersenjata rakyat Luwu terhadap Belanda. Momentum ini ditandai dengan serangan umum 23 Januari 1946. (Idwar Anwar, 2005)
Menurut Andi Achmad (1996), rencana awalnya serangan umum ini akan dilakukan 25 Januari 1946, namun karena situasi sudah sedemikian genting akibat adanya sejumlah pembantaian tentara KNIL secara membabi buta, akhirnya disepakati maju menjadi 23 Januari 1946. 23 Januari 1946 inilah yang dijadikan tonggak sejarah kebangkitan nasional sebagai momentum perlawanan semesta rakyat Luwu terhadap Belanda secara gerilya.
Digambarkan dalam dalam sejarah, yaitu pada tanggal 24 Januari 1946, Andi Achmad sebagai Pempimpin Tertinggi Polisi Istimewa merangkap Wakil Kepala Staf PKR Luwu, memimpin pasukan PKR Luwu menuju Cappasolo dan sekitarnya, serta mendamping Datu meneruskan perlawanan kepada Belanda secara gerilya. Di era ini, Andi Achmad memimpin sejumlah pertempuran baik di darat maupun di laut, antara lain Pertempuran Tarue (13 Februari 1946), pertempuran Salo Karondang (17 Februari 1946), pertempuran menghadapi serangan bersenjata yang membonceng pasukan Sekutu bersama KNIL, (2 Maret 1946), hingga akhirnya bersama pemimpin PKR lainnya ditangkap oleh Belanda setelah kontak senjata dengan pasukan PKR di benteng Batu Pute pada tanggal 2 Juli 1946. (Idwar Anwar, 2005)
Andi Achmad bersama ayahnya Datu Luwu Andi Djemma dan pimpinan PKR lainnya ditawan oleh tentara KNIL di bawah pimpinan Letnan Vennick, dipindahkan dari penjara ke penjara antara lain di Kolaka, Kendari, Makassar, dan Jakarta (penjara Cipinang) untuk menunggu pelaksanaan eksekusi. Sebelumnya, yaitu pada tanggal 4 Juli 1948, Andi Achmad bersama empat pimpinan PKR lainnya, yaitu M. Yusuf Arief, Andi Tenriadjeng, M. Landau Dg Mabbate dan M Jufri Tambora divonis hukuman mati oleh Pengadilan Militer Belanda, karena dianggap sebagai paling berperan dalam revolusi fisik melawan Belanda. Namun akhirnya, eksekusi ini batal dilaksanakan menyusul adanya pengakuan kedaulatan Negara RI berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Bersama dengan empat pimpinan PKR lainnya, Andi Achmad pun dibebaskan dari tawanan Belanda, pada 2 Februari 1950. (Idwar Anwar, 2005)
Atas jasa-jasanya untuk kemerdekaan semasa hidupnya, Andi Achmad memperoleh sejumlah penghargaan, antara lain Bintang Gerilya, Satya Lencana perang Kemerdekaan Pertama, Satya Lencana Perang Kemerdekaan Kedua, Satya Lencana Keamanan, Bintang Satya Lencana Karya Sapta, Penghargaan Gelar Kehormatan Veteran Pejuang Kemerdekaan RI 1981, Piagam Penghargaan dan Medali Perjuangan Angkatan 45/1990, Piagam Penghargaan Presiden RI dan Lencana Cikal Bakal TNI, dan Piagam Penghargaan dan Medali Perjuangan Angkatan 45/1995.
Setelah dibebaskan dari hukuman mati menyusul pengakuan kedaulatan RI, Andi Achmad senantiasa tetap mengabdi mengisi kemerdekaan, sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan politisi. Sebagai PNS ia menjabat Kepala Pemerintahan Negeri Makale/Rantepao (Wedana) tahun 1952 (Sejarah Tana Toraja), dan Sekretaris BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan (1974-1978). Sementara jabatan politik yang pernah dijabat adalah Bupati Luwu (1968-1972), dan anggota DPRD Sulawesi Selatan (1987-1982).
Sebelum wafat, Andi Achmad pernah memangku jabatan Datu Luwu, menggantikan Andi Tenripadang Opu Datu, Permaisuri Andi Djemma yang mangkat tanggal 31 Juli 1994. Jabatan tertinggi dalam Kedatuan Luwu ini dipegang hingga akhir hayatnya. Meski demikian, beliau tidak ingin dimakamkan di LokkoE, kompleks pemakaman Raja-Raja Luwu. Beliau selalu berpesan jika kelak dirinya wafat agar dimakamkan bersama teman-teman seperjuangannya di taman makam pahlawan.
Andi Achmad wafat 29 September 2002, meninggalkan dua istri dan 13 orang anak. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Palopo, sesuai pesan terakhirnya. Dan kini namanya diabadikan sebagai nama jalan di Kota Palopo.
Itulah Andi Achmad, tokoh sentral perlawanan rakyat Luwu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H