[caption id="attachment_310964" align="alignleft" width="614" caption="Gang Kantilever yang membelah pemukiman warga miskin"][/caption]
GANG KANTILEVER, begitulah warga menamainya. Letaknya di tengah-tengah pemukiman warga di RT 2 RW6 Kelurahan Amassangan, Kecamatan Wara, Kota Palopo, gang rabat beton ini membelah pemukiman yang menghubungkan antara Jl.Nanakang dengan Jl. Ambe Nona-Jl. Opu Tosappaile.
Rabat beton sepanjang 108 meter dengan lebar 145 sentimeter itu kelihatannya masih baru. Papan proyeknya masih terpajang. Yang unik, bangunannya terlihat menempel pada bibir drainase dengan penopang di bawahnya. Model konstruksinya mirip jalan layang. “Ini dibangun sendiri oleh warga,” kata Ketua RT setempat, Andi Bustam.
Andi Bustam menceritakan latarbelakang adanya gang ini. Sebelumnya, hanyalah sebuah bibir drainase selebar 45 sentimeter. Namun karena letaknya yang dianggap strategis, warga lebih sering menggunakannya. “Namun sejak tahun 2008, tak dapat lagi digunakan karena rusak. Warga pun mengeluh, “ tutur Andi Bustam.
Bustam mengaku sejak saat itu dirinya mengusulkan perbaikannya, baik melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrembang) maupun lewat program pemberdayaan. “Baru pada tahun 2013 terealisasi,” katanya.
Pergantian pengurus badan keswadayaan masyarakat (BKM) LangkanaE di kelurahan Amassangan, medio Oktober 2013, membuka kembali harapan Bustam. Gayung bersambut. Pada saat itu BKM Langkanae termasuk salah satu penerima Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Pemukiman (P4IP) melalui PNPM Mandiri Perkotaan. Salah satu programnya adalah pembangunan sarana untuk akses jalan warga miskin.
“Pengurus baru sangat merespon usulan kami setelah melihat data yang ada,” papar Bustam.
Berdasarkan data, RT 2 RW 6 Kelurahan Amassangan termasuk salah satu RT yang memiliki warga miskin yang cukup besar, yaitu 70 persen dari dari 60 KK, sehingga dianggap sesuai dengan tujuan program. Akan tertapi, menurut Koordinator BKM Amassangan, Ibrahim Sulaiman, saat itu sempat ada masalah karena objeknya dianggap anomali, karena bangunannya menempel pada drainase yang merupakan proyek lama dan tidak pernah direhabilitasi.
“Tapi saya beranggapan faktor anomali tidak dapat dijadikan pembenaran sehingga mengorbankan tujuan utama program itu sendiri. Akhirnya disepakati membuat jalan rabat beton,” ungkap Ibrahim.
Pembuatan rabat beton ini menggunakan pola partisipatoris. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan, melibatkan warga setempat melalui kelompok swadaya masyarakat (KSM). “Anggaran yang digunakan sebesar Rp 64.906.000 dengan swadaya masyarakat sebesar Rp 5.940.000,” ujar Ibrahim seraya menambahkan kalau program ini dilaksanakan KSM Nanakang yang diketuai Palallo,AT.
Saat ini, program tersebut telah selesai dan sudah difungsikan. Jika dulunya bibir jalan itu hanya bisa dilewati pejalan kaki, maka sekarang bisa dilalui kendaraan bermotor roda dua dan tiga. Oleh Satker P4IP Provinsi Sulsel, program ini malah dianggap salah satu yang terbaik.
“Terus terang, saya kagum. Tak pernah membayangkan seperti ini, rabat beton dengan metode kantilever, yang seluruh proses pembuatannya melibatkan warga penerima manfaat sendiri,” kata H. Hadlan, Tim Satker . Hadlan menjelaskan, kantilever adalah metode yang biasa digunakan untuk konstruksi jalan layang, sedangkan kantilever sendiri berasal dari bahasa Inggris, “cantilever” yang berarti penopang.
Karena program lebih diutamanan untuk warga miskin sebagai penerima manfaat, maka menurut H Hadlan,“Tak salah jika dinamai Gang Kantilever, gang untuk menopang jalan warga miskin,” tandas H. Hadlan.
Itulah Gang Kantilever.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H