Mohon tunggu...
Bang Asa
Bang Asa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Terpopuler 2010

Tunggu beta bale, sodara!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ilmu Penakluk Janda

31 Januari 2010   23:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09 3800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SAYA sebenarnya bingung memperhatikan si Babeh. Jauh-jauh hari sudah dipersiapkan untuk menjadi pangeran, tapi akhir-akhir ini kelakuannya rada aneh. Padahal saya sangat berharap suatu saat kelak bisa menggantikan saya menjadi penguasa di Negeri Ngotjoleria. Saya menginginkan Babeh banyak belajar tentang berbagai ilmu, khususnya bidang pemerintahan monarki. Jabatan penguasa monarki kan dijabat secara turun temurun. Maka secara otomatis dialah yang akan menggantikan saya. Sebenarnya dia punya dua saudara yang lain. Tapi keduanya kan perempuan, Nathalia dan Vira. Sesuai konstitusi Negeri Ngotjoleria, anak lelakilah yang mewarisi kekuasaan dari ayahnya. Suatu hari saya kirim dia untuk berguru ke Mbah Joko Sembung, mantan Perdana Menteri Negeri Ngotjoleria yang setelah lengser lebih banyak menghabiskan waktunya di Gunung Kawi. Saya tidak tahu apakah Mbah Joko di sana bertapa memperdalam ilmu ataukah meneruskan kebiasaannya memburu janda, yang jelas dia adalah seseorang yang mumpuni di bidang politik dan pemerintahan. Sudah agak lama saya tidak mendapat kabar dan berhubungan dengannya. Walau demikian saya masih selalu mengikuti ulasan-ulasan politiknya yang seksi. [caption id="attachment_65477" align="alignright" width="133" caption="Pangeran  Babeh"][/caption] Sekarang Babeh sudah pulang. Katanya sih pulang berguru dari Mbah Joko. Saya pikir pastilah anak ini sudah matang. Dia sudah menguasai ilmu politik dan pemerintahan. Bukan  saja itu, keberaniannya sudah teruji. Saya mendengar kabar bahwa si Babeh sekarang bisa berkomunikasi dengan makhluk halus.  Ia dikenal sebagai pemburu hantu! Saya pikir, sudah saatnya untuk mengumumkan kepada kawula bahwa inilah Pangeran Babeh, putra mahkota yang sebentar lagi akan menjadi Penguasa Negeri Ngotjoleria. Tetapi, pada suatu malam, kalau nggak salah malam Jum'at Kliwon. Saya merasa ada yang aneh. Ada aroma kemenyan yang merebak di seantero istana. Permaisuri Inge pun sempat kalang kabut karena ini tidak biasanya. Saya mencoba mencari dari mana sumbernya, ternyata dari kamar Babeh. Masya Allah, di kamarnya saya menemukan Babeh duduk bersila di depan seseorang tua yang berjubah putih dengan jenggot yang panjang. Juga ada dupa di depannya. Mulut orang tua itu tak henti-hentinya komat-kamit, tak ubahnya mulut Mandra atau Tukul kalo sedang akting. "Kamu sedang apa, Beh?" "Sedang belajar sama mbah dukun..." Saya tersentak mendengarnya. Dalam hati saya, apa-apaan ini anak. Disuruh belajar ilmu pemerintahan malah terjebak dalam ilmu perdukunan. Saya lantas ingat di negeri tetangga. Di sana, pernah ada orang yang mau jadi kepala daerah yang menggunakan jasa dukun. Saya pernah diajak seorang calon bupati kawan saya ke suatu tempat. Katanya sih ke "orang pintar". Saya nurut aja, pura-pura nggak tahu walau si "orang pintar" itu saya tahu selama ini dikenal sebagai dukun. Konon ia bisa meramal nasib seseorang, bahkan bisa merubah isi kotak suara dalam pemilihan untuk memenangkan kliennya. Dukun ini menggunakan media yang tak beda dengan yang saya saksikan malam itu. Inilah yang membuat saya kaget. Dalam hati saya, si Babeh pasti sudah salah dalam berguru. Saya mengingatkan bahwa Imam Muslim dalam kitab shohehnya meriwayatkan, dari salah seorang isteri Nabi s.a.w., bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: " Barang siapa yang mendatangi peramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara dan dia mempercayainya, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari, bla-bla-bla...." [caption id="attachment_65478" align="alignright" width="300" caption="Diunduh dari Google"][/caption] "Tapi kan Baginda sendiri yang minta saya agar belajar berbagai ilmu, kan?" "Iya, tapi bukan ilmu gini-ginian.... Kamprettt kamu....!" "Kan sebagai putra mahkota, kata Mbah Joko saya juga harus belajar ilmu yang satu ini." "Ilmu yang satu ini apaannn...!!!" "Ya... anu...anu..." "Anu apaaaan....!!!" "He he heee.. ilmu penakluk jandaa..." "Aaaahhhhhhhh......!!!" Catatan: Kisah ini adalah fiktif belaka, khusus dipersembahkan untuk hiburan Negeri Ngotjoleria...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun