Salam kompasianers...
Beberapa minggu belakangan ini seluruh media sosial seperti Facebook, Twitter, Path dsb diramaikan dengan postingan tentang aksi demo bela islam yang akan dilakukan oleh tiap element masyarakat muslim, ormas dan organisasi kemahasiswaan setelah atau ba'da sholat jum'at pada tanggal 4 November 2016 ini.Â
Aksi bela islam tersebut merupakan aksi damai jilid II dengan tuntutan isi aksi #PenjarakanAhok. Basuki Tjahaya Purnama atau yang biasa disebut Ahok  gubernur DKI ini dituding sebagai pemicu masalah kenapa adanya aksi bela islam. Pada pidatonya di kep. Seribu di akhir bulan September lalu yang membahas program pemprov untuk daerah dan warga kep.Â
Seribu. Namun, justru sosialisasi tersebut berbuntut masalah hingga saat ini, kicauan ahok pada video yang di dokumentasikan oleh @PemprovDKI itu sendiri pun sangat jelas bahwa Ahok mengutip ayat dari surat al-maidah 51. Pada pernyataannya yang berbunyi:
"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya"
 Pernyataan itulah yang dianggap oleh sebagian besar umat muslim sebagai pernyataan yang telah menghina keyakinan umat islam terhadap kesucian kitabnya. Bagaimana tidak, dalam sosialisasi program ahok di kepulauan seribu ini terdapat tendesi terhadap momentum pilkada tahun depan. Berawal dari kicauan ahok tersebut yang menurut saya blunder itu menjadikan gerakan massa islam untuk membela apa yang seharusnya mereka bela. Setelah video beredar di berbagai media sosial secara masif, barulah muncul kecaman terhadap gubernur DKI telah menistakan agama islam melalui pernyataannya.Â
Dari berbagai kecaman masyarakat maupun tanggapan tokoh - tokoh nasional, gubernur DKI pun memberikan tanggapan atas pernyataan pada pidatonya di kep. Seribu bahwa dirinya tidak berniat menghina Al-quran. Selang beberapa minggu ahok meminta maaf kepada seluruh umat muslim di Indonesia khususnya ihwal pernyataan yang dianggap menistakan agama dikarenakan banyak yang melaporkan gubernur DKI agar dibawa ke ranah hukum pun seiring volume pemberitaan tentang kasus ini yang sangat tinggi diberbagai media massa.Â
Tidak sampai disana, laporan yang masih terus di proses oleh pihak kepolisian ini pun banyak mengundang pertanyaan dari berbagai kalangan sehingga menuai beberapa gerakan atau aksi dibeberapa daerah diseluruh Indonesia (jarang masuk berita nasional media tv), hingga akhirnya menimbulkan aksi nasional jilid I dan kemudian Jilid II yang akan dilakukan sesuai tanggal pada judul artikel yang saya buat ini.
Nah, seperti itulah pendahuluannya mari kita lanjut ke sesi konten daripada judul.
Secara sosial & psikologi, kesadaran massa dibangun dan dibentuk atas bebrbagai pemberitaan tentang permyataan ahok yang dianggap menistakan agama ini. Elemen atau masyarakat yang beragama islam jelas tidak akan terima karena seorang gubernur keturunan tionghoa ini telah berbicara  dan membahas tentang agama yang bukan agamanya didepan khalayak umum, ya Jelas hal ini mempunyai unsur SARA. Walaupun sebenernya freedom of speech atau biasa disebut kebebasan dalam berbicara namun yang bisa dipertanggung jawabkan juga kan? ?
Bagaimanapun juga negara ini berasaskan pancasila, ideologi yang dibangun oleh leluhur menjadikan pemeluk agama islam indonesia mempunyai rasa toleransi yang sangat tinggi terhadap agama agama minoritas lain bahkan untuk memilih pemimpin sekali pun. Sudah jelas, jika melihat negara negara dengan islam minoritas diluar sana, cukup banyak negara yang menolak anti-islam di negaranya (silahkan searching datanya sendiri) Â Anti-islam loh, religion atau agama.Â