Mohon tunggu...
Andy saliwu
Andy saliwu Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Orang biasa yang menjunjung tinggi kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Wabah Memberi Tahu Kita Tentang Bobroknya Sistem Pemerintahan yang Acuh

12 April 2020   09:22 Diperbarui: 23 April 2020   15:35 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto:andysaliwu) 

Adalah benar, jika untuk mengakui hebat tidaknya seorang pimpinan akan diukur manakala ia mampu membawa jemaatnya keluar dari sekelumit masaalah. Adagium ini tidak jatuh dari langit dan diyakini begitu saja sebagai doktrin pemberontakan, melainkan rangkaian musabab dari perjuangan para pendahulu yang sudah memurba dalam leterlek sejarah, terhitung saat harapan tentang sebuah kehidupan yang aman dalam nafas bangsa menjadi cita-cita setiap orang. 

Di indonesia misalanya, kita mengenal Soekarno-Hatta sebagai sandaran masyarakat pribumi karena saat itu mereka adalah icon pemimpin yang mampu mengusir kejamnya kolonialisme belanda dan fasisme jepang hingga akhirnya kita berhasil mendirikan sebuah negara pada tahun 1945.

Semangat kepercayaan terhadap pimipanan tersebut terus mengalir secara alami dalam realitas sosio kultural kita, dan rohnya telah menginspirasi sikap masyarakat untuk menaruh kepercayaan kepada pemimpin di waktu-waktu selanjutnya untuk membawa kemaslahatan pada setiap zaman.

Saat ini, di tengah ancaman kematian oleh Coronavirus Disease yang telah menjadi pandemi global karena tingkat penyebarannya yang pesat, pembuktian kiprah kepimimpinan warisan leluhur itu datang  menagih pada pimpinan. Setiap orang dari semua lapisan sorak menuntut upaya pemimpin untuk segera menangani penyebaran covid-19 secara pasti, paling tidak semua orang dapat yakin kalau tanah kelahiran tempat di mana mereka menggantungkan hidup akan baik-baik saja tanpa serangan wabah tersebut.

Demikian hal ini berlaku juga untuk Samahuddin sebagai Nahkoda pertama di jazirah negeri seribu goa. Dengan gelar bupati yang disandangnya sekarang, seluruh lapisan masyarakat buteng menaruh harapan besar padanya agar mampu melindungi setiap sendi kehidupan termaksud meretas kekawatiran tentang hidup di antara onak dan ketakutan serangan wabah yang terus menghantui. 

Namun sejak pertama kali Negara mengumumkan pasien covid di kota depok pada 28 februari. Daerah kita belum mempunyai persiapan menghadapi wabah, mulai dari informasi satu pintu, atau memperkuat medis kita dengan fasilitas yang layak sesuai standar operasional, semua itu belum dilakukan

Alih-alih membangun benteng persiapan secara masif untuk menciptakan rasa aman, pimpinan buton tengah malah acuh dan membabi buta seraya menambah gelombang ketakutan yang makin besar dalam tatan masyarakat buteng dan akhirnya mental setiap orang hanya berisi ketakutan.

Untuk membenarkan hal ini kita dapat mengukurnya dengan membuat ilustrasi sederhana. Misal, saat  berita hoax tentang "telur" yang dikemas secara mitos sebagai penangkal wabah yang membuat hampir seluruh warga panik bukan kepalang sama sekali tak di counter oleh pemerintah lewat konfersi pers, atau lewat dinas keminfo yang menjadi kaki tangannya sebelum mitos itu meradang merusak psikologi setiap orang.

Tak cukup sampai di situ, saat gelombang mudik mulai merebak, pemerintah kita kembali melakukan hal yang benar-benar patalogis. Aparatur hukum digerkan untuk menertibakan perintah social distancing atau memberi maklumat warga untuk berdiam di rumah selama 14 hari sesuai kebjikan nasional, jika ada orang yang berkumpul di tempat-tempat publik akan dipotret lalu disebar secara vulgar pada sosial media bersamaan dengan kejinya perilaku bulyying yang mengikutinya. Padahal untuk ukuran buteng, masalah kita yang sebenarnya bukan di sini, bukan di tempat orang duduk berdiskusi atau berdiam di rumah selama 14 hari, sama sekali bukan di situ. Tapi pada pemenuhan kebutahan dasar bagi masyarakat tertentu, dan karantina wilayah yang sangat fundamentalis, karena sampai sejauh ini belum ada indikasi positif terhadap masyarakat kita.

Pengandaian tentang ini kita bisa memulainya dengan skema realitas. Misal, fakta penyebaran covid-19 itu berasal dari lingkungan external melalui aktivitas ekonomi politik di sebuah wilayah (bandara, pelabuhan, terminal dll) . Jika pemerintah kita benar-benar serius ingin melindungi kita dari ancaman wabah ini, harusnya sejak dini pemerintah telah siap membangun rumah darurat bencana di setiap batas wilayah masuk daerah kita atau di wilyah tertentu yang jauh dari pemukiman, maksudnya setiap orang yang kedatangannnya dari luar daerah dan hendak melakukan aktivitas di wilayah buteng harus melakukan isolasi mandiri di rumah darurat tersebut selama 14 hari dengan pengawasan yang ketat tanpa menegesikan kebutuhan dasar mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun