Diantara suara,
bunyi yang bergema diatas bukit
gemuruh yang berbisik di tepi laut,
hanya suara hati;
yang bagaikan angin sulit ku tuliskan.
Oh adik aku rindu padamu.
Bilamana matahari telah tenggelam,
gelisah menjadi tak tentu arah
hanya kata yang sanggup
kusampaikan kepadamu.
Oh adik selamat malam
Mimpilah yang indah,
sampaikan salamku untuk hatimu.
Aku mencintaimu.
Setiap langkah kakiku pergi
seperti diatas jalan berbatu aku mendaki,
atau diatas bau laut yang asin karena garam
aku berlayar dengan kapal.
Pikiranku menatap luas,
menantikan hari-hari untuk bersamamu
Oh adik ingin kuakatakan padamu;
Hari esok kan cerah.
Kalau kukatakan kepadamu,
apakah kamu akan percaya?
Aku tak pernah bisa menyelesaikan pekerjaanku
karena otakku terganggu rindu.
Dan terkadang aku ingin pergi meninggalkanmu,
pergi menjauh darimu.
Tapi oh adik,
engkau telah tertanam dan tumbuh berdaun hijau segar
dan aku tak akan pernah meninggalkan
ladang yang subur hingga ia berbunga
lalu berbuah.
Dan aku masih tak kan pernah meninggalkannya
sampai kita mati..
tetapi sejauh tanah masih bisa di tanami..
Pasti ladang itu kan hijau kembali.
Aku
Seorang lelaki yang tak akan pernah mengerti kamu.
Aku bukan seorang penyair,
meski lembaran kertas kuhabiskan untuk puisi.
Aku bukan seorang pendaki
meski gunung-gunung kujelajahi.
Aku hanyalah seorang penikmat suara.
Suara di padang gembala.
Suara dalam keramaian tawa sahabat.
Suara yang berbisik di tepi pantai
Suara yang bergemuruh diatas topan yang bergulung.
Oh adik diantara banyak suara,
yang sulit kutuliskan adalah suara hati;
Suara hati
Sebuah Puisi : Adik | (C)Andyriyan | @anndyriyan
*Adik/Dik dalam filosofi jawa, adalah panggilan kasih sayang untuk seorang perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H