“Kring...kring kring...” tampak seorang bapak sedang mengayuh sepeda tua. Di belakangnya tampak anak perempuan dengan rambut kepang dua, sedang asyik duduk diatas boncengan sepeda itu sambil membaca buku.
“Naya...., sudah sampai sekolah loh, ayo cepat turun sebentar lagi bel berbunyi !” begitu kata bapak itu sambil membantu menurunkan anak perempuan tadi dengan hati-hati.
“Ehh..saking asyiknya baca sampai nggak tahu kalau sudah sampai di sekolah”, sambil melompat turun dari boncengan sepeda tua itu.
“Terima kasih ya, Yah...Ayah sudah mengantarku ke sekolah pagi ini”, kata anak perempuan berkepang dua itu lalu mencium tangan ayahnya seraya melambaikan tangannya sambil mengucapkan salam.
“Baik-baik di sekolah ya... jangan lupa ikuti semua pesan guru, nanti siang Ayah tunggu di sini ya...” kata lelaki separuh baya itu sambil berlalu mengayuh sepeda tua itu berlalu dari halaman depan sekolah.
Pagi itu suasana kelas masih terlihat sepi, karena jarum jam baru menujukkan pukul 06.30. Tetapi di dalam kelas 5 A, beberapa anak tampak duduk bergerombol sambil mendengarkan cerita dari seorang anak perempuan yang duduk paling depan. Dari nama yang terpampang di baju seragam putihnya, anak itu bernama Bintang Kejora.
“Eh, kalian tahu tidak, ternyata yang setiap hari mengantar Naya ke sekolah naik sepeda butut jelek itu adalah tukang angkut sampah di lingkungan rumahku”, kata Bintang memulai perbincangannya.
“Hah...tukang angkut sampah!” kata ketiga temannya yang lain serentak.
“Berarti Naya setiap hari Naya bau sampah dong, hiiii....dan itu sama saja dengan kelas kita ada sampahnya tiap hari” timpal mereka lagi, sambil mengerutkan kening mukanya seperti perasaan orang menahan bau tertentu.
“Nah itu dia teman-teman, aku juga kaget waktu tahu itu begitu tahu yang mengangkut sampah di lingkungan rumahku adalah orang yang selama ini mengantar Naya ke sekolah.” Kata Bintang dengan nada mengejek. Tapi tiba-tiba tampak di balik pintu depan, tampak Kanaya sedang memasuki ruangan itu dengan raut wajah seperti biasanya, selalu berseri dan tersenyum sama siapa saja.
“Selamat pagi teman-teman” ucap Naya dengan wajah yang berseri.
Keempat anak perempuan yang disapa Naya pura-pura mengobrol sendiri dan seolah-olah tidak mendengar sapaan Kanaya. Kanaya pun heran dengan keadaan ini, tapi dia tidak berani bertanya ada apa kepada teman-teman di depannya. Lalu dia langsung menuju ke bangkunya.
“Yuk teman-teman, kita keluar saja...! kalau berlama-lama di sini bisa-bisa kita ketularan bau sampah nih” ajak Bintang kepada ketiga temannya. Dan diikuti oleh ketiga temannya beranjak keluar dari dalam kelas, hingga menyisakan Kanaya sendiri.
Kanaya terdiam mendengar ucapan bintang tadi.
“Sampah....? apakah ucapan Bintang tadi tertuju untukku?” begitu kata hati Kanaya.
“Selamat pagi Anak-anak..!” Kata Ibu Ani memulai pelajaran hari ini di kelas 5A.
“Selamat pagi Bu...!” jawab seluruh siswa di kelas 5A
“Hari ini Ibu akan melanjutkan penilaian penampilan puisi kalian di depan kelas”, ujar Bu Ani sambil membuka daftar nilai guru di atas meja. Suasana kelas langsung hening. Sebagian dari mereka merasa enggan kalau dipanggil yang pertama hari ini.
“Bintang Kejora..!” demikian suara Bu Ani memanggil siswa yang harus membacakan puisi di depan kelas.
“Saya Bu..., tapi.., saya tidak mau maju Bu jika di kelas ini masih ada yang bau sampah!” ucap Bintang seraya kedua matanya melirik ke arah tempat duduk Kanaya.
Seluruh siswa diruangan itu terdiam dan terkejut mendengar ucapan Bintang.
“Masih bau sampah bagaimana maksud kamu Bintang?” tanya Bu Ani heran.
“Ya.... bau sampah gitu deh. Atau tepatnya ada siswa di sini yang selalu membawa sampah ke dalam kelas, wuiihhh baunya Bu..” kata Bintang sambil menunjuk ke arah Kanaya.
Seisi kelas mengalihkan pandangannya ke arah Kanaya. Termasuk Bu Ani.
“Ayahnya kan tukang angkut sampah di lingkungan rumahku” lanjut Bintang sinis.
“Bintang...! kamu tidak boleh memandang orang lain dari luarnya saja, dan kamu juga tidak boleh merendahkan derajat orang lain, tidak baik itu Nak” kata Bu Ani mencoba menenangkan suasana yang tidak nyaman itu.
Tapi tiba-tiba Kanaya angkat bicara.
“Bu Ani..dan teman-teman semua, aku tidak apa-apa kok di sebut Bintang sampah, karena memang ayahku tukang angkut sampah. Dan apa itu salah?” Kanaya memulai uc, apannya.
“Dan kalau Bintang merasa tidak nyaman membaca puisi ketika ada aku di kelas, saya bisa keluar dulu kok” ucap Naya sambil memandang ke arah Bintang dan Ibu ani.
“Sudah....sudah, di kelas ini yang mengatur sekarang ibu, jadi tidak ada yang keluar dan harus tetap di kelas sambil melihat teman yang lain membaca puisinya” lanjut Bu Ani.
Akhirnya pembacaan puisi masing-masing siswa dilanjutkan hingga akhir jam pelajaran tanpa ada yang berani membicarakan hal yang baru saja terjadi.
“Bintang...Bintang, dimana kamu taruh kotak kuning yang kamu pakai mainan kemarin Nak?” suara seorang perempuan memakai seragam polisi memecah keheningan suasan rumah besar itu. Seraya menghampiri Bintang yang sedang bermain boneka di kamar.
“Kotak yang mana, Ma?” tanya Bintang heran.
“Itu kotak warna kuning mama, yang kamu pinjam buat mainan boneka kemarin” jawab perempuan itu lagi yang tak lain adalah mama Bintang.
“Emang kenapa Ma?, kan udah usang kotak itu, aku kemarin itu tidak jadi minjam kotak itu Ma, karena aku perhatikan saudah jelek dan kusam, ya...aku buang saja ke tempat sampah” kata Bintang.
“Apa...!!!, kamu buang ke tempat sampah? Oh..Tuhan, itu kotak perhiasan permata mama Nak” ucap mama bintang ketakutan, sambil bergegas menuju ke luar pagar rumah menuju tong sampah.
Beberapa saat kemudian.
“Habis sudah...habis semuanya perhiasan mama, di tong sampah sudah di aduk-aduk, tidak ada kotak itu, aduh....” kata mama Bintang sambil menangis. Bintang pun terdiam. Dia merasa bersalah sekali kepada mamanya, tapi dia bingung bagaimana menebus rasa bersalah itu. Sampai akhirnya,
“Ting tong...ting tong” bel rumah berbunyi, Bintang bergegas menuju ke arah pintu. Kemudian Bintang membuka pintu warna coklat itu. Dan setelah pintu terbuka, betapa terperanjatnya Bintang, karena yang berdiri di depan pintu rumahnya itu adalah seorang lelaki yang dia kenal sebagai ayah Kanaya. Teman di kelas Bintang yang telah bintang ejek beberapa hari yang lalu. Belum hilang rasa terperanjat Bintang,
“Mama ada Nak?” tanya ayah Kanaya sambil memegang sebuah kotak kuning yang Bintang udah hafal sama kotak itu
“Ada..ada Pak, mari masuk ke dalam” ucap Bintang sambil bergegas menuju kamar mamanya.
“Ma.....Mama...! ada tamu di luar” Bintang setengah berteriak memanggil mamanya
“Tunggu sebentar..” jawab sang mama. Bintang terus berdiri di belik tirai penghubung ruang tengah dan ruang tamu. Matanya tidak pernah lepas memperhatikan ayah Kanaya yang sedang duduk di sofa merah ruang tamu itu. Terlebih-lebih jika melihat kotak kuning yang ada di meja, tambah tidak karuan perasaan Bintang saat itu. Keheranan dan ketertegunan Bintang sirna ketika mama masuk ke ruang tamu menemui pria paruh baya itu.
“Permisi Bu...mohon maaf, saya lancang masuk ke rumah Ibu dengan pakaian kotor begini” ayah Kanaya berdiri sambil membungkukkan badannya untuk menghormati tuan rumah.
“Mari..mari Pak, silahkan duduk” kata mama Bintang sambil mempersilahkan tamunya duduk.
“Saya tidak lama-lama Bu, saya hanya mau menyerahkan benda ini, karena kemarin, saat saya mengambil sampah di tong depan rumah ini saya ingat kotak ini termasuk yang ikut masuk ke gerobak saya, pertama tidak saya hiraukan, tapi setelah mau saya buang di TPA, ada yang berkilau keluar dari dalam kotak, lalu saya buka dan langsung saya simpan karena isinya sangat banyak” kata ayah Kanaya memulai pembicaraan
“Dan karena saya ingat kotak ini berasal dari rumah ibu, maka sekarang saya kembalikan kepada Ibu, karena saya yakin Ibu sangat kehilangann pastinya” ayah Kanaya melanjutkan kata-katanya
“Ohh...benar Pak, saya kebingungan sekali sejak tadi, karena kotak kuning ini hilang. Kotak ini sangat berharga sekali, karena merupakan peninggalan almarhum suami saya, jadi sekali lagi terima kasih ya Pak” kata mama Bintang tanpa bisa menyembunyikan raut wajah senangnya.
Bintang hanya bisa melihat dari balik tirai apa yang barusan dia saksikan. Ternyata orang tua yang selama ini dia olok-olokkan kepada Kanaya, adalah orang baik dan jujur. Dan tukang sampah itu tentunya memiliki hati yang mulia serta harum segala tingkah lakunya.
“Maaf kan aku Naya....ternyata walau bergumul dengan sampah ayahmu tetap memiliki hati yang harum dan wangi” Bintang berkata dalam hati seraya berjanji besok akan minta maaf langsung kepada Kanaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H