Mohon tunggu...
andy r.w.
andy r.w. Mohon Tunggu... -

Saya adalah guru swasta yang telah belajar mengajar hampi 20 tahun. Saya masih harus banyak belajar. Tapi saya tidak tahu apakah saya sudah belajar?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bersembunyi di Balik Kata "Kejujuran"

26 Mei 2012   04:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:47 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada Calon-calon pemimpin masa depan Indonesia, yang hari ini telah mengetahui hasil UNAS nya. Bagi yang nilainya bagus pertahankan di jenjang berikutnya, dan bagi yang kurang memuaskan jangan bersedih, terus bersemangat untuk menghadapi proses belajar di universitas  (kampus) ataupun universitas (kehidupan).

Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, hasil pengumuman UNAS selalu membawa kisah tersendiri bagi sekolah, siswa maupun guru dan orang tua. Semuanya harap-harap cemas. Seolah-olah hasil UNAS tahun ini merupakan tolak ukur bagi keberhasilan pembelajaran di sekolah itu. Kita semua tahu bahwa dalam menghadapi UNAS, sekolah sudah melakukan berbagai macam cara dan metode untuk meningkatkan capaian nilai UNAS. Mulai dari membentuk Tim Sukses, Menambah jam belajar di sekolah, out bound, doa bersama, serta cara-cara lain yang meskipun kadang tidak bisa dinalar dengan akal sehat pun akan dilakukan demi keberhasilan UNAS di sekolahnya.

Semua energi civitas sekolah mulai dari Kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua, bahkan sampai security di sekolah, dikondisikan sedemikian rupa demi suksesnya ujian siswa. Hal ini dilakukan disamping demi menjaga gengsi /"martabat" sekolah, juga untuk menjaga citra pimpinan sekolah dihadapan pimpinan sekolah yang lain, pada saat rapat kelulusan di tingkat kabupaten/kota. Sekolah yang disebut terus menerus oleh Kepala Dinas Pendidikan setempat, baik untuk capaian nilai individu ataupun rata-rata sekolah, akan merasa punya "muka". begitu pula sebaliknya.  Dan yang paling penting, sang pimpinan sekolah akan selalu bisa menjaga nama baiknya di depan kepala dinas.

Bagi sebagian daerah, nilai UNAS, merupakan tolak ukur keberhasilan pendidikan di daerah tersebut. Walikota/Bupati akan bangga jika ada beberapa siswa atau sekolah di daerahnya yang mencatatkan dirinya di jajaran best ten nasional. Dan hasil baik tersebut, bagi kepala dinas pendidikan merupakan garansi untuk tetap terus di kursi kepemimpinannya. Akan tetapi, bagi daerah yang sekolahnya tidak satupun masuk jajaran best ten baik baik di tingkat provensi maupun nasional akan selalu mencari kambing hitam. kasihan sebenarnya kambing hitam itu. Padahal kambing hitam sekarang sedang langka di pasaran karena sedang dalam perawatan spa menjelang Idul Qurban, sorry ngelantur.

Apa saja biasanya yang dijadikan kambing hitam bagi kegagalan suatu daerah pada hasil UNAS. sebelum membahas itu, mari kita lihat dan baca lagi berita yang akan banyak beredar di media lokal terkait hal ini. di media itu akan saling adu argumen antara DPRD (yang mengatasnakan rakyat) dengan Dinas Pendidikan setempat. DPRD melalui komisi yang membidangi pendidikan akan mengkritisi hasil UNAS, dan menyalahkan kinerja Dinas Pendidikan (pemerintah daerah/kota) dan jajarannya kurang maksimal dalam mempersiapkan UNAS. Nah, seakan tidak mau disalahkan begitu saja, pihak dinas pendidikan akan selalu mengatakan hal yang "klise" yaitu; "kami sudah berusaha maksimal dan hasil try out pun sudah bagus tapi kami tidak memprediksi hasil UNAS akan seperti ini. Dan kami tetap bangga dengan hasil ini karena kami melakukan kecurangan untuk mendongkrak nilai".

Kita semua pasti sudah sering mendengar jawaban "kami tidak curang" untuk menjawab kenapa hasil UNAS nya jeblok, yang kalau kina cermati bahasa itu sama saja dengan mengklaim bahwa daerah yang hasil UNAS nya bagus, melakukan kecurangan. Cukup menggelikan melihat hal ini. Jarang sekali ada kejujuran dalam menjelaskan kenapa hasil UNAS nya mengecewakan. Ya, itu karena mungkin para pemangku jabatan di Dinas Pendidikan takut dilengserkan oleh Bupati/walikota. Sudah bukan menjadi rahasia umum jika di dinas pendidikan ini termasuk lahan basah. Banyak yang berebut untuk mengurusi pendidikan di tingkat daerah,meskipun yang bersangkutan sama sekali tidak punya background di bidang pendidikan/persekolahan.

Sebenarnya patut disayangkan alibi-alibi atau penjelasan-penjelasan yang terkesan mencari aman seperti itu. Sebagai dinas yang bertanggung jawab akan kelangsungan sistem pendidikan di daerahnya, mau dan siap bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi akan hasil UNAS. Seyogyanya mereka mau menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya. Sehingga pada akhirnya seluruh komponen masyarakat mulai pemerintah, wakil rakyat, sekolah, keluarga, pemerhati pendidikan akan ikut urun rembug memikirkan jalan keluarnya. Sekarang mungkin masih belum best ten, tapi siapa tahun tahun depan, karena sudah ada masukan-masukan yang kongret terkait dengan permasalahan ini, akan mencapai hasil yang lebih baik lagi. Bahkan mungkin meraih The Best Ten adalah bukan sesuatu yang mustahil. So, jangan lagi bersembunyi di balik kejujuran untuk mengungkapkan ketidakberesan yang terjadi.

Bravo Pendidikan Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun