Mohon tunggu...
Andy Heppi
Andy Heppi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Meridhoi Cita-citaku adalah Hadiah Terbaik dari Ibuku

30 Desember 2017   16:06 Diperbarui: 30 Desember 2017   16:11 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://scontent-sea1-1.cdninstagram.com

Assalamualaikum wr.wb.

Hai, teman-teman. Kali ini aku ingin bercerita tentang hadiah terindah yang pernah diberikan oleh ibu kepadaku. Hadiah ini tidak berupa barang, melainkan berupa ketidak ridho'an. Semua ini berhubungan dengan sesuatu yang ingin kucapai, namun ibuku tidak meridhoinya, sehingga akupun tidak berhasil mencapai apa yang menjadi mimpiku itu.

"Ridho Allah tergantung pada ridho orang tua" kalimat ini pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita kan? Ya memang benar. Aku sudah membuktikannya sendiri. Dulu aku sempat bercita-cita menjadi seorang Wanita Angkatan Udara. Aku bahkan memutuskan untuk tidak mendaftar di Universitas manapun karena aku terlalu ingin menjadi seorang prajurit TNI. Aku juga rela menunda studiku selama 1 tahun hanya untuk mempersiapkan diri agar aku lolos pada seleksi penerimaan TNI AU yang waktu itu akan ku ikuti beberapa bulan lagi. Ibuku mendukung hal tersebut, namun aku yakin bahwa di dalam hati kecilnya beliau tidak menginginkan aku untuk menjadi seorang prajurit TNI. Aku memaklumi itu, karena aku adalah anak semata wayangnya. Mengingat prajurit TNI harus siap ditugaskan di seluruh Indonesia, pastinya jika aku berhasil menjadi seorang prajurit TNI, aku harus siap meninggalkan ayah dan ibuku sendiri.

Rupanya sedikit rasa tidak ridho di dalam hati ibuku telah mengalahkan besarnya support yang beliau berikan kepadaku. Semua terasa sulit untukku dapat meraih cita-citaku itu, berbagai hambatan ku jumpai dan pada akhirnya aku menyerah hingga memutuskan untuk mendaftar kuliah saja. Awalnya aku mendaftar di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di kotaku dan mengambil jurusan arsitektur, namun sayangnya aku gagal. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti keinginan ibukku saja. Ibuku sangat ingin aku menjadi seorang guru, sedangkan aku sangat tidak berminat untuk  menjadi guru. Tapi karena aku sudah terlalu lelah dengan kegagalan yang ku alami, akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar lagi di Universitas Negeri yang berbeda dan mengambil program studi kependidikan. Alhamdulillah, setelah mengikuti tes, aku berhasil diterima pada Universitas tersebut. Wah, sangat senang rasanya. Tapi aku sedikit kecewa karena aku harus berkuliah di bidang yang tidak aku minati sama sekali.

Di awal-awal semester aku terlalu banyak mengeluh kepada ibuku. Melihat masa depannya membuatku sangat menyesal masuk di program studi kependidikan ini, aku bahkan sempat berniat untuk pindah ke program studi non-kependidikan. Karena aku bimbang, akhirnya aku memutuskan untuk melakukan sholat istikharah dan berharap Allah memberikan jawaban tentang manakah yang terbaik untukku, tetap di prodi kependidikan atau pindah ke prodi non-kependidikan. Setelah menjalani sholat istikharah selama berminggu-minggu, aku tidak mendapati mimpi apa-apa, hanya saja aku merasa hatiku yakin untuk tetap berada di prodi kependidikan ini.

Kini aku telah berada di semester tua, banyak orang yang berkata bahwa masa depanku ini tidak jelas. Tidak sedikit pula yang bilang bahwa gaji guru sangatlah minim, untuk bisa menjadi PNS pun juga tidak mudah. Anehnya, sekarang aku malah semakin bersyukur bisa menjadi seorang calon guru. Bagaimana tidak? Guru adalah pekerjaan yang mulia dan terhormat. Namun, sesungguhnya bukan hal itu yang membuatku merasa bersyukur bisa menjadi seorang guru. Hal yang membuatku sangat bersyukur adalah ilmu yang diamalkan oleh seorang guru kepada muridnya akan dihitung sebagai amal jariyah yang tidak akan berhenti bahkan meski guru tersebut telah meninggal dunia.

http://nasihatsahabat.com
http://nasihatsahabat.com
Sungguh saat ini aku sudah tidak lagi memikirkan seberapa besar gaji guru. Kelak, aku ingin menjadikan label "guru" yang melekat pada diriku ini sebagai jalan untuk aku bisa beramal jariyah, bukan sebagai profesi. Sudah menjadi kewajiban kita untuk berbagi, namun menjadi seorang guru dengan gaji yang pas-pas'an mungkin membuatku hanya mampu menyisihkan sedikit penghasilanku untuk diamalkan. Tapi sepertinya itu tidak menjadi masalah, karena aku bisa melakukan amal jariyah lain dengan cara mengamalkan sedikit ilmuku ini kepada murid-muridku kelak.

Yang namanya "amal" tentunya tidak meminta imbalan kan? Ya, aku memang benar-benar tidak ingin meminta imbalan. Aku akan tetap bahagia jika kelak harus hidup dengan sederhana. Urusan rezeki, itu sudah ada yang mengatur. Kepedulian kepada orang lain dan keihlasan akan mendatangkan rezeki tersendiri. Tidak perlu resah memikirkan hal itu. Karena harta pun juga tidak akan dibawa mati, yang dibawa mati hanyalah amal perbuatan. Dunia hanya sementara, yang abadi adalah akhirat. Maka, sangat penting untuk menanamkan pemikiran pada diri kita sendiri bahwa tidak mengapa hidup sederhana di dunia, asalkan bisa bahagia di akhirat untuk selama-lamanya.

Untuk ibuku, terimakasih atas rasa tidak ridhomu saat aku berusaha meraih cita-citaku. Rasa tidak ridho ibu telah mengantarkanku ke takdir yang tepat. Aku percaya bahwa seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itulah alasannya mengapa ridho Allah bergantung pada ridho orang tua. Karena aku percaya bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik untuk hambanya. Jangan khawatir, ibu. Meski banyak orang berkata bahwa menjadi seorang guru bukanlah pilihan yang tepat, namun jika ibu ridho, maka insya'allah akan menjadi takdir yang tepat untukku. Aku pasti tetap bisa membahagiakan ibu, karena itu adalah cita-citaku yang utama. Jika Allah sudah meletakkan takdirku disini, maka aku yakin aku akan tetap bisa membahagiakan ibu meski aku hanyalah seorang guru. Percayalah, ibu. Karena bisa membahagiakanmu adalah doa utama yang selalu kupanjatkan setiap aku bersujud kepada-Nya.

Untuk para pembaca coretanku ini, terimakasih telah meluangkan waktu kalian untuk sekedar mengintip apa yang kutuliskan di sini. Semoga ceritaku ini dapat menginspirasi kita semua, tentunya untuk para calon guru.

Wassalamualaikum wr.wb.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun