Desa Ngadas adalah sebuah desa di lereng gunung bromo yang bisa kita tempuh dari kota malang dengan menuju ke Tumpang sekitar 2 jam dan dilanjutkan dengan menumpang truk sayur atau naik mobil hartop sewaan yang banyak terdapat di daearah ini. Perjalanan kedesa ngadas sunguh menyenangkan karena pemandangan indah namun agak menyeramkan karena di sisi kiri kanan kita adalah jurang. Dan ketika berpapasan dengan pengendara lain harus saling mengalah. Sampai didesa ngadas ,letih perjalanan terbayar sudah dengan pemandangan indah dan sepandang mata memandang perkebunan kentang terhampar luas serta diselingi tanaman bawang prey dan cabe gunung ,daerah ini memang subur karena berada di lereng gunung Bromo. Kami bertigapun diantar kerumah ketua adat desa ngadas ini yang di pangil pak "dukun" karena beliaulah ketua adat dan ketua agama Budha jawasanata di desa ngadas ini. Ramah ,itulah kesan pertama saya melihat penduduk di desa ngadas ini termasuk pak dukun yang lansung mengantar kami menginap di sebuah rumah yang paling mewah di desa ngadas ini. Kami di perlakukan layaknya tamu istemwa di sini ,malah penghuni rumah yang mewah ini sampai mengungsi ke tetanga sebelah selama kami tingal semingu di desa ngadas ini. Soal makan selama di desa ngadas ini ,saya malah sampai harus lari sembunyi di sawah teman saya mas edy ,karena tiap hari dari pagi sampai malam selalu saja ada penduduk desa yang mengundang kami untuk bertamu kerumahnya. Pertama kali bertamu kerumah salah satu penduduk desa memang sangat menyenangkan ,Tuan rumah pertama akan menbuatkan teh hangat yang dibuat dengan teh berkualitas dan dengan pemanis gula batu. Bermacam kue basah akan dihidangkan di meja ,sambil kita ngborol dan terakhir keluarlah hidangan istimewa yaitu nasi jagung putih dan lauknya adalah kentang segar yang baru dipanen dikukus kemudian digoreng ,nikmat sekali dipadu dengan lalap Sayuran segar pengunungan dan sambal cabe gunung yang super pedas. karena enak dan alami kamipun semua makan sampai puas karena memang perturan disana kalau hidangan habis semua mereka sangat senang sekali namun kalau kita makan hanya sedikit Mereka agak kurang suka karena merasa kurang dihargai. Setelah selesai makan dan ngobrol kamipun pamit untuk pulang. Teryata sampai di depan rumah sudah ada 5 orang penduduk desa lain yang memnungu kami dan mengundang kerumahnya untuk bertamu ,dan merekapun lansung berunding kami harus kerumah siapa dulu. Dan pada hari itu juga kami harus berkunjung ke 5 rumah penduduk desa itu dan akan mendapatkan perlakuan "sama" dalam urusan harus "makan" hidangan yang telah mereka siapkan kepada kami. Dan akhirnya dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore kami bertiga berhasil menyelesaikan tugas berkunjung ke rumah 6 rumah penduduk dengan hasil "kekenyangan" karena kami dipaksa makan terus. Malam harinya jam 7 malam kamipun berkunjung ke vihara budha jawasanata yang terletak di sebuah bukit di desa ngadas ini ,sebuah banggunan sederhana dan ada pratima Budha bersanding dengan pratima eyang semar. Merekapun mengadakan kebaktian dengan mengunakan bahasa jawa halus dan melakukan ritual penrhormatan kepada " Sing ngawe urip " dengan menberi hormat kepada "wajah Sing ngawe urip" ke delapan arah mata angin. Kebaktian dilaksanakan sekitar setengah jam dan kemudian dilanjutkan dengan peyampaian ceramah oleh seorang wakil pak "dukun" yang menyampaikan sedikit inti ajaran nenek moyang mereka yaitu agama Budha jawasanata. Teryata mereka adalah keturunan dari abdi dan prajurit kerajaan majapahit serta demak yang melarikan diri ke lereng gunung setelah kalah perang pada zaman dahulu . Mereka menetap didesa ini sudah bergenerasi ,bisa dilihat dari usia kuburan nenek moyang mereka di samping bukit vihara mereka sebuah komplek kuburan tua yang rata rata berusia 500 samapai 800 tahun. Banyak sudah kaum agama lain ,maupun dari berbagai aliran Budhisme mencoba memurnikan ajaran mereka yang menurut sebagian orang agak aneh ,namun mereka tetap bertahan dengan ajaran agama nenek moyang mereka yaitu "Budha jawasanata" Inti ajaran mereka adalah "welas asih " sama sebenarnya dengan inti ajaran Budhisme pada umunnya ,namun metode nyalah yang berbeda karena sudah tercampur dengan budaya jawa. Selama satu minggu tingal di desa ini ,yang dapat kurasakan hanyalah damai yang terpancar dari wajah wajah "lugu" dan penuh "kasih" dari para penduduk desa yang ada sekitar 500 kk dan 95 persen adalah penganut Budha jawasanata. Melihat keunikan agama Budha jawasanata ia sayapun teringat pada sabda sang Buhda 2500 tahun yang lalu dihadapan 1000 murid utamanya yang telah mencapai tingkat kesucian arahat dan juga saya sampaikan di mimbar vihara mereka agar mereka tak cangung atau risih ketika tahu ajaran dan metode Budhisme mereka agak berbeda : "Wahai para muridku sampaikanlah ajaran dharma kebenaranku yang indah ada awalnya ,indah pada tengahnya ,indah pada akhirnya ,kemanapun engkau pergi sampaikanlah dengan welas asih ,dan sesuaikanlah dengan budaya dan adat istiadat di tempat Engkau mengajarkan dharma kebenaranku ,yang penting inti ajaran dharma kebenaranku bisa diterima dan menbawakan jalan penerangan sempurna pada setiap orang yang menerimanya" Munkin ayat inilah yang menbuat ajaran Budha yang berasal dari tanah Tiongkok berbeda dengan yang berasal dari Thailand dan berbeda juga yang dari jepang serta ketika ia menyebar di tanah jawa dulu metode dan ajarannya agak berbeda karena Ia sudah menyesuaikan diri dengan budaya jawa ,manun inti semua ajaran dari berbagai sekte atau aliran Budhisme hanyalah: "Berjalan dengan sila , samadi dan prajna untuk mencapai penerangan sempurna" Dan akhirnya hidup dengan sesama dan saling berbagi dengan hati yang penuh "welas asih" kepada siapapun dan agama apapun tanpa menbedakan. Situasi dan pengamalan hati "welas asih " benar benar terasa di desa ngadas ini ,tingal disini selama semingu serasa tingal di sebuah surga dunia. Bebrapa istilah: Sing ngawe urip : Tuhan sang pemberi kehidupan Sila: peraturan yang harus ditaati Samadi: ketenagan batin dengan oleh meditasi Prajna: kebijaksanaan Terima kasih kepada pak dukun desa ngadas ,saudaraku edi ,miwa ,pak hartono dari desa ngadas yang telah menemani dan melayani kami selama tingal di desa ngadas ini. Selama kunjungan kami sekitar Tahun 1998. Salam damai selalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H