Mohon tunggu...
Andy B Walker
Andy B Walker Mohon Tunggu... -

estoy es lo que soy; no menos no más

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untuk Sebuah Cita - Cita (Bagian II)

18 Maret 2011   17:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Festival Fiksi Kolaborasi

(Sambungan)

“Sumpriiit! Aku ngga ngerti opo sih sing ditakoni bu guru… lah ya opo belajar bahasa inggeris meh aku ngga butuh bahasa inggeris” (Sompret! Aku nggak tau apa yang di tanyakan bu guru… Lah buat apa belajar bahasa inggris, aku nggak butuh bahasa inggris) gerundel teman sekelas Sri dan Endah yang tidak bisa mengerjakan soal-soal ulangan, begitu bel istirahat pertama berbunyi nyaring dengan disambut anak-anak penuh sorak sorai. Sri dan Endah saling berpandangan dan berbalik badan menghadap teman mereka yang duduk di belakang, mereka mulai membuka bekal makanan mereka yang seadanya karena semenjak pagi mereka hanya sempat minum teh manis saja. “’ki… Mangan krupuk dulu, aku meh nggowo krupuk sisan, onone yo krupuk ae yo…” (Nih, Makan krupuk dulu, aku udah bawa krupuk sekalian, adanya ya hanya krupuk) kata Sri sambil cekikikan karena dia mentertawakan bekalnya sendiri yang hanya berupa krupuk legender—krupuk nasi yang dibuat dari nasi sisa yang dikukus ulang dan ditumbuk halus lalu dikeringkan dan disimpan sebelum digoreng. “Lah sampeyan mau belajar opo mau ngapain?” tanya Endah dengan heran, dia mengulurkan sepasang pisang rebus bekalnya hari itu, dan memberikanya pada Sri “Aku ngga akan lanjut sekolah SMU, makku wis nerimo lamaranne anakke pak lurah, lulus nanti ya aku kawin ae… lagian kata makku opo’o juga musti sekolah, ngga ono artine lah wong nggawe pasuh ngga butuh bahasa inggeris kae”, (Aku tidak akan melanjutkan sekolah SMU, ibu ku sudah menerima lamaran anaknya pak lurah, setelah lulus nanti akau ya menikah saja.. Lagian kata ibu ku buat apa sekolah, tidak ada artinya, mengerjakan pasuh tidak butuh bahasa inggris). Teman mereka Mini menjelaskan bahwa ibunya sudah menerima lamaran anaknya kepala desa tempat tinggalnya dan mengatakan bahwa ibunya berpendapat tidak ada gunanya sekolah tinggi-tinggi dan lagipula bekerja menerima borongan (pasuh) menjahit kain perca untuk keperluan pabrik hal yang biasa terjadi di wilayah itu sebagai tambahan penghasilan selain menjadi buruh sawah saat tandur atau panen. Sri dan Endah tersenyum, sepulang sekolah mereka biasanya juga bekerja sambilan mengerjakan pasuh menyusun kain-kain perca menjadi kotak-kotak berdiameter 20cm x 20 cm sebelum dijahitkan oleh tetangga mereka. Lumayan hasilnya untuk uang saku atau membantu mak untuk makan kalau saat buruh tani sedang tidak ada kegiatan tandur atau panen atau menjagai sawah orang. “Iyo sih… Tapi ‘kan aku mau lanjut sekolah terus, mbakku di Bali nawari penggawean tapi mesti kelar SMA dulu, trus ambil kursus di tempatnya, ya mungkin iso ke luar negeri jadi aku mesti iso bahasa inggeris sedikit sedikit… meh mbakku orangnya tegas dan wis bilang lulus SMA dulu baru datang ke Bali, kalo ngga disuruh pulang, aku yo pingin nyenengin makku, yo pingin adik-adikku sekolah tinggi biar ngga terus jadi buruh tani…” jawab Sri yang diamini oleh Endah. Sri menceritakan saudara jauhnya yang dipanggil mbak padahal semestinya dipanggil Bulik tetapi karena usianya dan wajahnya tidak setua ibunya sendiri dia memanggilnya mbak. “Lah ya aku pengin sekolah perawat kelar SMP… makku saiki sakit-sakitan aku meh yo loro ati ndelok makku sakit tapi terus memburuh. Aku mesti belajar bener biar iso ngrawat makku karo nyekolahke adikku si Mar” Kata Endah yang mengungkapkan cita-citanya menjadi seorang perawat karena ibunya sering sakit dan ingin membantu sekolah adik perempuannya Marsiyah. “Kawin yo ngga mbantu makku… Malah ngrepoti karena aku ngga akan iso mbantu-mbantu keluarga… Aku yoan harus ngurus suami karo ngurus morotuwo… Wislah… Aku meh sekolah dulu sing pinter biar iso ngerti wong ngga harus ngono ngene koyok wong-wong di tivi sing aku tonton di bale desa… Wedi awakku Min…” (Menikah tak akan membantu ibuku.. Malah merepotkan, karena aku nantinya tak bisa membantu keluarga… Aku juga harus ngurus suami sama ngurus mertua…. Sudahlah.. Aku mau sekolah dulu yang pinter biar bisa tau orang yang begini dan begitu seperti orrang-orang yang di tivi, yang aku tonton di balai desa. Takut aku Min. Timpal Sri pada Mini yang mengatakan dirinya mau membantu ibunya dan tidak akan bisa melakukannya kalau ia menikah, malah harus mengurus suami dan mertua serta takut kalau terjadi apa-apa seperti tayangan televisi yang ditontonnya di balai desa. Teng-teng-teng-teng-teng…! Suara besi dipukul tidak sesemangat yang tadi pagi, mungkin karena sudah siang pak kepala sekolah sudah sedikit tidak bersemangat lagi memukuli besi tuanya menandakan akhir istirahat siang mereka. Murid-murid kembali ke bangku masing-masing dengan bau matahari dan sedikit lesu. Hanya beberapa orang saja dari mereka yang masih terlihat semangat melanjutkan proses belajar mengajar. Hari sudah menjadi terik. Kedua anak perempuan tadi masih harus menempuh perjalanan 4 kilometer untuk pulang ke rumah lalu membantu ibu-ibu mereka mengerjakan pasuh untuk mendapat sedikit tambahan penghasilan bagi keluarga buruh tani itu. Mereka berjalan sambil bersenda gurau, berbeda dengan pagi hari yang harus sedikit tergesa-gesa karena khawatir terlambat masuk, pulang sekolah mereka lebih santai dan kadang sambil bermain-main di antara petak sawah atau kebun jagung. Kadang mereka juga sambil memunguti potongan ranting kering kayu yang ditemukan di antara keringnya hutan jati untuk kayu bakar di rumah. Atau kalau sedang ada panen jagung, pemilik kebun akan memberi mereka beberapa bungkil jagung untuk dibawa pulang. Kehidupan mereka memang keras, namun kedua anak perempuan itu begitu semangat untuk menghadapinya. Semoga mereka mencapai apa yang dicita-citakannya Kolaborasi : Langit & andybwalker (No. 127 :  Duet Benang Merah Note : UNTUK MEMBACA TULISAN PARA PESERTA FFK YANG LAIN MAKA DIPERSILAKAN MENGUNJUNGI BLOG Kampung Fiksi sbb: KampungFiksi@Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun