Mohon tunggu...
Fitriandi Agus
Fitriandi Agus Mohon Tunggu... -

Seorang Minangkabau yang terdampar di Banda Aceh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kau Tak Bisa Membunuhku, Tukang Becak!

27 Maret 2011   09:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:23 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hujan mengguyur dari pagi membuatku bangun namun memori otakku langsung mengingatkan bahwa pada hari ini akan terjadi peristiwa besar dalam hidupku yaitu Kompasiana Blogshop yang didukung oleh Telkomsel. Acara yang sudah kusetel dari pertama tahu tentang adanya acara ini. Aku bahkan sempat uring-uringan sewaktu namaku belum ada dalam daftar peserta walaupun sudah mendaftar. Aku baru lega setelah melihat namaku ada dalam daftar peserta.

Aku bangun dan langsung mandi dan sholat Subuh. Karena menganggap ini acara besar maka aku berpikir harus spesial. Aku mencukur kumisku dan menyetrika pakaian yang akan kupakai. Padahal untuk ke kantor aku jarang memakai pakaian yang disetrika.

Tidak sempat makan dan masih dalam hujan. Aku berangkat Karen takut terlambat. Untung ada tetanggaku yang mau keluar. Aku pun menumpang dengan dia dari Lampineueng ke simpang BPKP. Sampai di simpang BPKP aku turun di sebuah toko yang belum dibuka. Aku menunggu labi-labi, oplet dalam bahasa Aceh, di situ. Aku naik oplet ke Simpang Lima karena katanya disediakan bus dari Simpang Lima ke hotel Pade. Namun sesampai di sana dan masih dalam keadaan gerimis rupanya tak ada lagi atau memang tak ada.

Akhirnya aku putuskan naik labi-labi. Karena takut terlambat maka aku naik labi-labi kea rah Mata Ie dan akan menyambung lagi di Ketapang ke arah Lampeuneuret tempat hotel Pade berada. Namun, apa lacur sesampai di Ketapang sulit sekali menunggu labi-labi ke arah Hotel Pade. Akhirnya, aku berpikir daripada terlambat dan kehilangan momen terbesar dalam hidupku maka aku putuskan untuk naik becak. Aku sudah bertanya-tanya ongkosnya biasa lima ribu.

Akhirnya aku naik becak dan bayar delapan ribu. Apa boleh buat. Kau tak bisa membunuh keinginanku untuk iku Kompasiana Blog Shop,. Pak Tukang becak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun