Dan sebelum tatap muka berakhir, ayah Rayhan menemui pak Umar. "Pak Umar, ini ada sedikit hasil ladang kami untuk dibawa pulang." Kata ayah Rayhan.Â
"Lho, pak, bukannya ladang bapak habis kebanjiran seminggu yang lalu? Mengapa ini diberikan kepada saya? Bukankah keluarga bapak juga membutuhkan?" Tanya pak Umar menegaskan.Â
"Benar bapak, seminggu yang lalu, ladang kami kebanjiran, namun itu hanya sebagian, sebagian lagi masih selamat, dan ini hasil panen kami sebelumnya. Ini sebagai ungkapan terima kasih kami, karena pak Umar telah berkenan mengunjungi anak-anak kami, agar bisa tetap belajar. Semoga bapak berkenan menerima pemberian kami yang tidak sebanding dengan jerih payah yang bapak lakukan untuk anak-anak kami." Kata ayah Rayhan.Â
"Terima kasih pak, memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya sebagai guru, saya hanya ingin agar proses belajar anak-anak ini tidak terhenti karena pandemi, dan terbatasnya sarana komunikasi seperti di kota-kota besar sana." Jelas pak Umar.Â
Selain untuk memberi hasil bumi, ayah Rayhan juga bercerita, selama pandemi ini, Rayhan banyak membantunya mengurus ladang. Setiap pagi, dia selalu bangun pagi, mandi, sarapan dan minum, kemudian berangkat ke ladang, mengukur jarak tanam untuk tanaman yang akan ditanam, mencatat kebutuhan belanja untuk pertanian, hingga menimbang hasil panen.Â
Ternyata pandemi ini membawa hikmah yang besar untuk bagi Rayhan, dia memiliki rasa empati besar terhadap ayahnya, dia semakin terampil berhitung, semakin rajin mencatat.Â
Sesampainya di rumah, pak Umar membuka bungkus hasil bumi yang diberi ayah Rayhan tadi, dan ternyata isinya beras, kelapa, ubi dan juga pisang. Wah betapa bahagia dan bersyukur pak Umar sekeluarga.Â
Sebelum berangkat mengajar, bu Umar mengatakan bahwa beras mereka habis, dan tanggal gajian pak Umar masih jauh, sekarang mereka mendapat rejeki melalui ayah Rayhan.
di sekolah, Anda diberi pelajaran dan kemudian diberi ujian, dalam hidup, Anda diberi ujian yang memberi Anda pelajaran
Dari penggalan cerita di atas, pak Umar mengajarkan banyak hal, bahwa menjadi guru, bukan hanya sebatas panggilan profesi untuk dijalani, melainkan melakukannya dengan hati yang mendasari, bukan sebatas menyampaikan materi, namun menghadirkan pengalaman hidup untuk merespon peristiwa-peristiwa kehidupan di kemudian hari.Â
Saya yakin masih banyak pak Umar, pak Umar lain di negeri ini, yang tetap tulus, sepenuh hati mengabdi demi anak negeri meski minim teknologi.Â