Mohon tunggu...
a_selaludihati
a_selaludihati Mohon Tunggu... Guru - Andy Hermawan

Terlahir dengan nama Andy Hermawan, saat ini berprofesi sebagai edupreneur dan pendongeng.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen, Dikarantina Oleh Cinta Mama

2 Mei 2020   23:37 Diperbarui: 3 Mei 2020   00:25 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aurel dan Mama; dokumentasi pribadi

Pagi  ini adalah hari ke 14 Aurel beraktivitas di rumah. "Uh, bosan banget ni di rummah, kapan ya wabah ini akan berakhir?"Gerutu Aurel. Sambil mengambil handuk kemudian menuju ke kamar mandi yang letaknya berada di bagian belakang rumah Aurel. Sekolahnya mengalihkan proses belajarnya di rumah akibat wabah virus Corona Covid 19 yang merebak di seluruh dunia. Menjalani kesepakatan untuk tidak melakukan proses belajar bersama di sekolah, sebagai upaya menghambat penularan cepat wabah Covid-19. "Merumahkan" proses belajar anak bukan sesuatu yang asing bagi bagi Aurel dan teman-teman sekolahnya karena sekolah Aurel menjalani model sebagai sekolah keluarga. Setelah selesai mandi, Aurel kemudian menjemur handuknya di jemuran yang berada di samping rumah, tepat di samping jendela kamarnya.  Aurel merupakan siswa kelas 8 di sebuah sekolah non formal yang terletak di salah satu kabupaten din Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesungguhnya, ia telah melakukan rutinitas yang sama sejak pertama kali kegiatan belajarnya "dirumahkan" yaitu bangun, mandi, urus rumah, masak, makan, tidur, bangun, nulis, main hp, masak, mandi, kemudian tidur. Walaupun sesekali ia juga menyempatkan untuk membaca buku. Aurel sangat suka sekali membaca buku, buku apapun akan ia baca, yang penting isinya seru, pasti ia baca. Tak lama dia masuk kembali ke dalam kamarnya untuk merapikan kamarnya, kamar dengan ukuran 3m x 3m itu cukup luas untuk memberi ruang bagi semua aktivitas Aurel selama pembatasan sosial ini. Buku-buku yang telah ia baca berserakan di sana-sini. Satu per satu ia bereskan, dia susun kembali ke rak bukunya seperti semula.  Berdiam diri di rumah selama berhari-hari tidaklah mudah bagi semua, terutama bagi anak-anak tak terkecuali Aurel. Energi yang biasa mereka gunakan untuk bermain fisik seharian lalu mau dikemanakan? Di awal-awal "libur", orangtua Aurel sempat bercerita betapa tak mudah membuat anak mau berdiam diri di rumah. Aurel sempat bertanya dan meminta ijin kepada mamanya,  "mama, bolehkah aku bermain sepeda?"  Walaupun merasa kasihan, mamanya secara perlahan memberikan pengertian kepada Aurel, "nak, kamu boleh bermain sepeda diluar, tetapi tunggu jika wabah ini reda ya", jawab sang mama sambil tersenyum penuh cinta dan mengusap kepala Aurel.

Ya, walaupun agak kecewa, pada akhirnya secara perlahan, Aurel menjadi belajar tentang cara menahan dan mengendalikan diri. Belajar menerima dan menikmati apa yang sedang diharuskan selama dua pekan (dan mungkin bisa lebih panjang). Hari pertama dan kedua masa pembatasan sosial terlewati dengan baik-baik saja. "Yah anggap saja sedang dikasih waktu untuk istirahat lebih banyak," ucap Aurel dalam hati. Tetapi persoalannya ini bukan liburan. Jadi memang tidak bisa bebas bersenang-senang. Namun pada hari ketiga dan keempat, mama Aurel kebingungan. "Aku beri aktivitas apa lagi ya?" Gumamnya dalam hati. Seperti orang tua kebanyakan, mereka ingin langsung turun tangan mengatasi rasa bosan pada anak-anak mereka. Tapi mama Aurel berpikir bahwa, "sesekali rasanya aku perlu untuk memberi ruang bagi anakku agar merasakan kebosanannya secara sadar, supaya dia juga belajar bahwa tidak setiap saat aku bisa berada di sampingnya ketika dia merasa bosan." Pernah suatu saat tiba-tiba Aurel membuat mamanya merasa heran, ada sesuatu yang dilakukan oleh Aurel, hingga mamanya kemudian bertanya "hey, kenapa kamu memakai masker dan juga kacamata renang itu?" Tanya mamanya. "Supaya aman mama, kan virus corona ada dimana-mana, siapa tahu di udara dalam rumah ini juga ada." Rupanya Aurel khawatir jika tiba-tiba virus Covid 19 ini masuk ke dalam rumahnya melalui udara. Mamanya melihat Aurel dan tersenyum. Dengan sedikit nada jengkel Aurel bertanya kepada mamanya, dia juga heran, anaknya khawatir kok mama malah senyum-senyum. "Kok malah senyum sih ma? Aku ini khawatir ma, aku takut." Tanpa terpancing emosi sedikitpun, mamanya tetap sabar untuk menjawab pertanyaan jengkel dari buah hatinya itu. Sambil memperlihatkan sebuah tulisan yang terkait dengan virus Corona ini. "Sayang, virus ini tidak dapat menular lewat udara, it can't fly. Virus ini berbentuk dropplet (tetesan cairan). Jadi, tidak ada gunanya pakai masker kalau tidak sakit. Virus ini bisa masuk lewat mata, hidung, dan mulut." Ujar mamanya. Mama Aurel berusaha memberikan jawaban yang masuk akal dengan membawa sumber yang terpercaya dari setiap pertanyaan yang dilontarkan buah hatinya itu. Hal ini dianggap penting dilakukan oleh mama Aurel, karena sekecil dan sesederhana apapun pertanyaan, itu adalah sebuah proses belajar, selain itu agar sejak kecil kita terbiasa untuk bertanggungjawab atas apa yang kita lontarkan. Sambil mamanya melanjutkan, "Jadi kalau kita menyentuh sesuatu yang ada virusnya seperti gagang pintu, virusnya akan menempel di tangan kita. Lalu dengan virus di tangan kita, kita kucek mata sedikitpun virusnya akan masuk ke tubuh kita." Sambil mengagguk angguk tanda mengerti apa yang disampaikan mamanya, Aurel tampak antusias memperhatikan apa yang disampaikan oleh mamanya. "Lalu, gimana caranya menghindari virus itu masuk ke tubuh kita, ma?" Tanya Aurel penuh semangat. "Nah, caranya mencegah itu terjadi adalah dengan mencuci tangan pakai sabun setiap kali kita melakukan aktivitas. Selain menghindarkan diri dari virus, hal ini membiasakan kita untuk hidup sehat, sayang."Terang mamanya. Masih belum puas dengan rasa ingin tahunya yang semakin besar, Aurel melanjutkan pertanyaannnya. "Harus cuci tangan ya ma? Tidak bisa kah hanya dengan cairan pembersih tangan seperti yang diperebutkan banyak orang itu?" Dengan semangat yang sama, mamanya kembali menjelaskan, kali ini lebih luas lagi pengetahuan yang diberikan oleh mamanya. "Nak, cairan pembersih tangan, atau hand sanitizer seperti yang diperebutkan banyak orang, merupakan cairan pembunuh kuman atau bakteri yang menempel di tangan, dan kemampuannya hanya dapat membunuh 30% virus yang menempel pada tangan kita, jadi masih lebih baik jika kita mencuci tangan dan menjaga system kekebalan tubuh kita dengan mengonsumsi makanan bergizi, bervitamin, istirahat yang cukup, olahraga yang cukup, yang terpenting membatasi diri untuk kumpul-kumpul dengan banyak orang, agar mata rantai penyebaran virus ini." Aurel semakin sumringah dengan apa yang telah dijelaskan oleh mamanya. Diam-diam dia semakin kagum dengan mamanya, sambil senyum-senyum sendiri dan berkata dalam hati"ternyata mamaku pengetahuannya luas juga ya, dan sabar lho, meskipun aku bertanya dengan nada jengkel, eh mamaku tetap menjawab dengan penuh kesabaran."

Kembali pada persoalan karantina, perasaan Aurel sama dengan kebanyakan orang yang menjalani karantina ini, yaitu bosan. Selama karantina ini Aurel mendapatkan banyak pengetahuan seputar pandemic, situasi sosial, tentang cara meningkatkan imun tubuh, dan lain sebagainya. Tapi yang paling penting, ya mencegah virus itu masuk ke tubuh kita. Caranya seperti jaga jarak dengan orang lain, rajin cuci tangan dan tetap beraktivitas dari rumah. Waktu-waktu ini rupanya juga mengajarkan seni berhenti. Berhenti berkejaran memenuhi keinginan dan menemukan banyak kebahagiaan di kedalaman. Mungkin kita mengalami banyak 'kehilangan', tetapi sesungguhnya dengan berhenti kita pun kembali 'mendapatkan'. Kreatifitas muncul dari situasi, tempat, bahkan peralatan yang terbatas. Diskusi-diskusi ringan antar anggota keluarga untuk menentukan jadwal baru mulai hadir kembali. Orangtua kembali memiliki waktu berkualitas bersama anak-anaknya. Ikatan yang kuat antar anggota keluarga. Sederhana, tapi membuat satu sama lain merasa dihargai keberadaannya.

Maka sekali lagi, masa karantina mandiri ini justru menjadi kesempatan bagi semua orang untuk menguatkan prinsip-prinsip belajar dengan penuh cinta yang sesungguhnya, seperti cinta Aurel dan mama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun