Saya baru mulai mendengarkan lagi lagu keroncong selama beberapa bulan terakhir, jadi memang saya bukan di posisi yang pantas untuk bicara soal musik keroncong ataupun musik lainnya. Meski begitu saya akan tetap menuliskan uneg-uneg saya tentang musik keroncong untuk menjaga kewarasan pikiran dan memberikan kelegaan hati saya.
Saya merupakan sosok yang lahir , tumbuh dan besar di era modern yang serba cepat, praktis dan instant. Saking cepat, instant dan praktisnya, akhirnya saya sadar bahwa saya tidak lagi merasakan 'koma' di sepanjang perjalanan kehidupan saya. Perjalanan ini begitu panjang, melelahkan dan menjemukan serta menciptakan rasa terpaksa dalam menjalaninya. Perjalanan ini pun harus dilalui dengan kecepatan yang tinggi demi bisa mengimbangi pergerakan arus dan gelombang kehidupan.
Selagi saya berlari tergopoh-gopoh dalam mengejar ketertinggalan, saya tersentak oleh musik keroncong yang begitu lamban, tenang dan tidak terburu-buru serta tidak grusa grusu. Alunan musiknya bisa saya cermati secara sempurna, liriknya bersahaja dan bahkan ada yang lucu serta mampu membawa saya ke tempo lampau, dimana orang bisa duduk dengan tenang di warung kopi, yang berada di samping tukang tambal ban yang dengan sibuknya menambal karet ban dalam sepeda motor dimana pemiliknya duduk menunggu di bawah pohon rindang sambil merokok dengan puasnya. Inilah gambaran 'koma' yang saya maksudkan.
Kesederhaan dan kebersahajaan inilah yang jarang saya temui di musik jaman sekarang ini, musik jaman sekarang ini bertempo cepat dan menghentak sampai-sampai saya sendiri kadang tidak bisa mengenali kata-kata atau makna yang ingin disampaikan sang penyanyi. Lirik syairnya hambar dan cenderung membosankan karena kurang kreatif.
Musik yang diperdengarkan di warung-warung kopi sekarang ini pun buat saya masih kurang bisa mengusung kesederhanaan dan kebersahajaan yang saya maksud. Memang mereka acapkali memperdengarkan beberapa lagu dangdut yang begitu merakyat dan sangat merendah, tetapi buat saya itu belum bisa menyentuh level kesederhanaan dan kebersahajaan yang bisa diberikan oleh lagu keroncong yang saya dengarkan saat ini.
Saya saat ini mendengarkan lagu "O Sarinah" yang dinyanyikan secara jenaka oleh Ibu Waldjinah yang bersuara begitu khas. Saya juga menyenangi lagu "Sapu lidi" dan beberapa lagu keroncong lainnya. Lagu yang tidak didengarkan lagi oleh generasi muda sekarang ini. Generasi sekarang banyak menggandrungi musik yang hip dan hits, dan mereka pun mendengarkannya sambil jingkrak-jingkrakan dan ditayangkan setiap pagi di layar tivi, dan saya tidak pernah bisa mengerti baik lagu ataupun konsep acara yang seperti ini.
Hal ini menimbulkan rasa kasihan dalam diri saya. Karena menurut saya jika kita bicara nasionalisme.. maka kita seharusnya bicara musik dan lagu keroncong dan bukanlah lagu garuda di dadaku yang diadopsi dari lagu daerah dan dire-aransement dengan musik yang menghentak. lagu Garuda di dadaku ini menurut saya juga baik, tapi buat saya lagu itu tidak bisa memberikan 'koma' di dalam perjalanan saya. Mungkin justru lagu seperti 'dinda bestari' yang dinyanyikan oleh Mus mulyadi justru lebih bisa diterima oleh batin saya yang sendu ini.
Mudah-mudahan di hari ke depan makin banyak musik atau lagu yang bisa memberikan 'koma' di tengah perjalanan kehidupan. Tapi saya sadar ini adalah harapan yang absurd.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H