Mohon tunggu...
Andung Yuliyanto
Andung Yuliyanto Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

penikmat seni, penikmat teh, penikmat buku dan juga penikmat jalan-jalan....

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Nulis Buku Itu Nyandu...

3 November 2020   15:02 Diperbarui: 7 November 2020   22:01 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi buku-buku. (sumber: pixabay.com/ninocare)

Ada banyak cara untuk mengakali layout buku menjadi agak tebal. Mulai dari menggunakan white space, margin layout yang agak besar. Kerning ataupun leading typografinya sampai penambahan illustrasi. 

Semua dilakukan untuk mengejar buku agar jangan terlalu tipis. Tentunya, tanpa mengorbankan kenyaman membaca dan estetikanya. Pemnerian highlight pada kalimat penting disamping memudahkan pembaca untuk memahami juga bisa menambah ketebalan bukunya.

Beberapa minggu lalu, Saya sempatkan main ke toko buku. Selain membaca buku juga seringkali hanya melihat tata letak bukunya. Beberapa yang sempat saya lihat adalah buku dengan tulisan satu paragraph kemudian diiisi dengan grafis membentang atau spread page. 

Buku begini disajikan dalam kemasan pocket book, buku saku lah kira-kira. Enteng dan mengasyikkan. Dan dibeberapa toko buku sepertinya sedang menjadi trend. Banyak penerbit yang menerbitkan naskah seperti ini.

Kembali lagi ke soal tema buku. Setelah kita memilih dan memilah tulisan-tulisan yang akan masuk kedalam buku. Kemudian kita kelompokan tema-tema yang sesuai atau senada. 

Bila ternyata hanya ada tiga atau empat kelompok besar, tidak mengapa. Kelompok-kelompok ini kemudian kita ubah menjadi bab. Untuk menyatukan tulisan kompilasi kita bisa manfaatkan kata pengantar. Dalam kata pengantar itu kita bisa tuliskan rangkuman dari bab-bab tersebut.

"Dan bila antar bab dirasa kurang sesuai atau tidak nyambung, kita bisa kasih bridging, untuk menyambungkan tulisan kita. Bahkan terkadang bridge yang kita tulis malah bisa menjadi bab tesendiri lho..." Begitulah yang diterangkan Om Bud kepada Febri.

Teknik menabung cerita atau tekhnik menabung ide ini juga dipraktikan oleh Kang Maman Suherman. Tujuannya juga sama yakni biar tidak terlalu payah dalam menulis buku. "Bikin saja status di twitter atau social media lainnya dan berikan hashtag. Nah dari hashtag yang sama kita telah mendapatkan pokok pikiran. Dari pokok pikiran bisa kita kembangkan menjadi sebuah paragraph..." Begitu kata Beliau dalam acara bedah buku Menulis Tanpa Ide, beberapa pekan lalu di M Bloc.

Kalau Saya, sih, cukup senang hanya dengan menyimak obrolan para master itu. Meskipun hanya mendegarkan tapi setidaknya saya merasa berada ditempat yang tepat. Tepat, karena disana banyak virus literasi yang disebarkan. 

"Semoga,virus literasi mau jangkiti aku. Biar bisa segera bikin buku juga..." pintaku. Dan kredo sebelum mati buatlah minimal satu buku, itu juga kayanya mulai merasuki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun