Mohon tunggu...
Andung Yuliyanto
Andung Yuliyanto Mohon Tunggu... profesional -

penikmat buku, pelaku grafis dan penyuka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rupiah dalam Terima Kasih

17 Oktober 2014   22:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:38 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Waduh… kok tutup sih.. “, buru-buru aku segera aku putar balikkan kendaraanku. Sambil terus berjalan, aku juga mulai mengingat-ingat dimana ada warung makan yang nyaman. Ya… tidak jauh dari sini ada semacam foodcourt di level kelurahan. Benar…. Ada sekitar lima belas kios yang berjejer dan saling berhadapan. Baru kali ini aku masuk kedalamannya.

Setelah tenggok kanan-kiri, akhirnya pilihanku jatuh pada kios nasi pecel, dipojok agak tengah. Kenapa nasi pecel yang saya pilih, karena terus terang saya sudah bisa membayangkan bentuknya, rasanya seperti apa dan andaikata rasanya mengecewakan, itupun sudah bisa saya bayangkan. Menyiapkan mental antisipasi. Ini sama seperti kalau sedang pergi keluar kota, ketika diajak makan, biasanya saya akan memilih masakan padang, itu juga bentuk sikap antispasi, karena  sudah bisa saya terka rasanya akan  seperti itu, kurang lebihlah.

Pecel itu diantar oleh seorang gadis kecil, sekitar kelas 5 sekolah dasar, nggak ada yang istimewa dalam nasi pecel yang disajikan siang ini, semuanya standard, penataannya pun tidak istimewa. Tidak begitu memancing selera makan. Tapi ini memang jam makan siang, perut harus segera diisi, daripada kalau ditunda malah merepotkan,  ditengah jam kerja bingung kelaparan.

Belum sampai  lima menit saya makan, tiba-tiba ibu penjual menanyakan “minumnya apa pak?”, nasi yang ada dimulutku buru-buru saya telan “ Hmm… ada air mineral bu?”,  “Kalau air mineral nggak ada!” jawab si ibu. “Ya sudah gak apa-apa bu, nanti saya pesan diwarung sebelahnya”.

Memang tidak lebih dari tigameter sebelah warung itu, hanya berjarak satu kios,  ada penjual gado-gado yang juga menyediakan air mineral kemasan.”Kenapa ibu itu kok bilang tidak ada ya ..?, padahal kan deket banget, jelas-jelas kelihatan ada gelas air mineral yang dijejer..” pikiran ini muncul sendiri, seperti menemaniku menyantap makan siang ini.

Sebuah cerita lain, tapi ada hubungannya. Pak Tedjo, seorang polisi tapi paling suka berburu. Beliau adalah tetangga rumah  di jogja, koleksi senapannya lumayan lengkap. Ada yang khusus untuk berburu babi hutan dan ada juga senapan untuk menembak burung, semua dimilikinya. Pak tedjo juga memiliki Jeep Wilis, yang setia menemani dan mengantar serta membawa hasil hewan buruannya. Kalau saya amati, Pak Tedjo jarang sekali atau mungkin tidak pernah berangkat  berburu seorang diri, selalu ada yang menemani.

Terkadang, beliau mengajak teman dari tetangga rumah, kadang juga beliau janjian dengan pemburu lain diluar daerah. Beliau pandai sekali mejaga perasaan dan menjaga hubungan dengan rekan-rekan sesama pemburu. Ini dilakukan semata-mata untuk jaga-jaga siapa tahu dia berangkat berburu di luar pulau jawa, jadi masih ada tempatuntuk menumpang.

“Kenapa kalau berburu kok selalu membawa teman Pak Ted ? bukankah kalau sendiri bisa dapat banyak hasil buruannya ? Bisa dinikmati sendiri. Kalau bawa bawa teman, itu artinya hasil buruan  akan terbagi ? yang artinya pendapatan kita berkurang alias cuma sedikit ! ” tanyaku suatu ketika.

“Nah… itulah serunya dalam berburu, karena kita tidak tahu akan dapat buruan apa hari ini, maka aku  mengantispasinya dengan mengajak teman", kata beliau dengan berpikir positif. " Misalnya kalau di hutan ada 20 Ekor Babi hutan, kemudian, kita bisa menembak semuanya, dan mati semuanya. Setelah kita kumpulkan, ternyata kita tidak kuat untuk membawanya pulang, perlu dua-atau tiga orang misalnya,  kalau itu kejadiannya gimana hayo ..? sama saja kan, mubasir. Selain itu, pas tiba-tiba dihutan kita diserang gerombolan harimau, gimana coba !,  lumayan kan ada temannya, kita bisa saling bantu, saling melindungi dan saling menjaga". Katanya.

Andai, kalau kita bisa berbagi dengan rekan-rekan sesama pemburu, itu bukankah itu sebuah investasi kebaikkan. Mereka nggak akan melupakan kok. Berburu tidak saban hari dapat buruan, siapa tahu, mungkin suatu saat  apes, tidak dapat apa-apa. Dengan investasi kebaikan yang pernah kita tabur, aku masihpunya harapan, dapat pertolongan dari teman-teman sesama pemburu”, jawab pak tedjo, sambil membersihkan Jeep kesayangannya.

“Oh begitu to alasannya Pak“, “Iya, pokoknya kalau ada rejeki ya sebisa mungkin dibagi-bagilah. Kita akan perkewuh sendiri, kalau pulang bawa hasil buruan sendiri, sementara teman lainnya tangan kosong, gak dapat apa-apa”. Nggak enak kan kayak gitu!", pungkas beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun