Mohon tunggu...
Andung Yuliyanto
Andung Yuliyanto Mohon Tunggu... profesional -

penikmat buku, pelaku grafis dan penyuka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KPK-Polri : Tak ada konflik, bukan berarti Damai…..

28 Februari 2015   18:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:22 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lihat profesi Abraham Samad dan para pekerja di KPK itu kadang bikin geleng kepala. Gimana tidak ? menurutku, profesi yang mereka pilih itu tergolong aneh. Heran saja, kok masih ada orang yang mau dengan profesi seperti itu ?.  Ketika hampir semua profesi menuntut kita untuk bersinergi, membagun networking dan dituntut harus mencari kawan, lha Abraham Samad dan KPK malah mencari musuh. Orang-orang yang hidupnya sudah damai sejahtera, diusik kehidupannya. direcoki.  Istilah jawanya koyo nggungah macan turu, membangunkan harimau tidur. Resikonya, ya jelas harimaunya marah ?

Pernah membaca sebuah infografik di dinding facebooknya teman : “Polisi, jumlah kasus 123, nilai kasus 132 milyar.  KPK,  jumlah kasus 34, nilai kasus 3 triliun. Kejaksaan RI, jumlah kasus 472, nilai kasus 1,7 Triliun. Gambaran itu yang saya istilahkan macan, kasusnya yang ditangani KPK memang sedikit tapi nilainya besar, bedakan dengan Polri.

Ketika gonjang-ganjing tentang penersangkaan Abraham Samad, dalam sebuah liputan televisi, Abraham Samad mengatakan "Saya, mewakafkan hidup saya untuk negara". Saya mencoba memahami pernyataan beliau,  ini bukan sekadar pekerjaan yang disuka, bukan sekadar pekerjaan dengan passion tinggi, tapi ini sebuah  panggilan untuk sebuah pekerjaan yang ruwet. Panggilan jiwa, mungkin.

Abraham Samad sudah pasti tahu risikonya, salah satunya akan banyak musuh. Kalau Abraham Samad tidak mempunyai musuh, berarti dia tidak bekerja. Kalau ternyata banyak ketemu musuh, ya itu memang resiko pekerjaan, dan tentunya beliau pasti sudah siap. Begitu logikaku menalar, bisa juga logikaku nggak benar.

Siang tadi, melihat foto Ketua KPK yang baru, Taufiqurahman Ruki berjabatan akrab, beredar di Internet, posenya hampir berpelukan dengan Badroni Haiti. Terlihat guyub rukun, damai sejahtera. Mungkin kesan-kesan seperti itu yang ingin ditunjukkan dan diteladankan kepada masyarakat, dengan dua pemimpin baru harapannya, sinerginya akan lebih baik. Saling menopang, saling mendukung. Foto KeduaPemimpin baru ini juga membuat hati saya, mak  cess, serasa damai, ditengah konflik yang belum kinjung selesai. Konflik KPK –Polri yang sudah panjang ini dan melelahkan ini.

Anteng koyo kitiran,  kata pepatah jawa. Kipas itu kalau saking kencangnya peputarannya malah seolah tidak bergerak. Sesuatu yang kelihatan tenang, kadang menyimpan gejolak yang hebat dibawahnya. Pun begitu dengan konsep damai. Damai tu bukan berarti tidak ada konflik, karena konspirasipun tidak menimbulkan konflik juga. Mafia itu juga tidak bisa dilakukan sendiri, dia perlu teman. Selama kebutuhannya sama, pasti akan damai-damai saja, tidak akan ada konflik, mungkin nanti setelah “pembagiannya” nggak adil, atau pendapatannya selisih, nah…..pontensi konflik baru akan muncul.

Kemarin sempat berangan-angan: "Andai Abraham Samad, mau mengajak makan siang, atau diajak makan siang dengan lawannya, duduk bareng dan berdiskusi, melakukan pendekatan secara personal, dan memposisikan diri sebagai kawan yang kooperatif, seperti yang diajarkan dalam ilmu marketing, dalam mengawali dan mebangunketerampilan networking, pasti akan ketemu solusi yang ciamik, bahasa kerennya win-win solution.

Siapa sih yang nggak luruh hatinya, kalau sering diajak makan siang. Pak Jokowipun sudah membuktikan strategi ini, berapa kali beliau harus mengajak makan bareng dengan para penjual dipasar solo, yang pada akhir pasar solo bisa dipindah tanpa menimbulkan gejolak. Strategi juga diberlakukan sewaktu beliau menjabat Gubernur DKI, dalam mengarasi kepindahan pasar juga. Tentunya, strategi ini pasti sudah terpikir oleh Abraham Samad, tapi nggak tahu kenapa kok tidak diterapkan. AndaiDia mau menerapkan hasilnya pasti akan berbeda, Abraham Samad tidak akan menjadi tersangka, beliau pasti akan banyak disenangi, akan banyak kawannya.. malah mungkin kekayaan melesat."

Jika hari ini Abraham Samad, harus dimusuhi, itu sebuah resiko pekerjaan yang sudah terukur tentunya. Dan saya sendiri merasa semakin menaruh hormat dengan sikapnya. Kita hanya menunggu saja, seiring rukunnya Duo Pimpinan KPK-Polri, apakah kinerja dalam pemberatasan korupsi juga lebih bisa menunjukkan gigi dan lebih bernyali ?, apakah nilai kasus yang diungkap semakin besar, apakah duo pimpinan baru ini berani menyentuh sampai yang kelas kakap. Banyak harapan yang ingin saya titipkan kepada para pimpinan baru ini ….jangan sampai kita nguber teri, kelangan delek. Memburu hal (korupsi) yang kecil, justru hal (korupsi) yang besar dilupakan. Semua juga paham, lebih baik kualitasnya ditingkatkan, bukan kuantitasnya saja yang meningkat, seperti cerita infografik diatas, yang penting nilainya.

Sama seperti Abraham Samad, melawan arus itu perlu energi extra. "Hanya ikan yang mati, yang akan mengikuti arus" begitu kata bijak, "dan ikan salmon adalah ikan yang selalu menantang arus, kalaupun dia harus jadi sarden, rasanya masih enak dan harganyapun masih mahal"…. halah kok malah jadi kayak motivator.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun