Terbesit dalam pikiran saya, "Boyolali, bagaimana caranya untuk sampai ke tempat itu?" Bingung juga rasanya, seumur-umur sama sekali belum pernah berkunjung ke Boyolali, tapi gara-gara grup band rock asal Swedia, Europe akan menggelar konser di Boyolali, akhirnya saya berpikir untuk mencari cara ke sana.
Sebagai penggemar musik, saya senantiasa mengupayakan untuk menonton langsung konser musisi yang saya gemari, malah terkadang harus menempuh perjalanan lumayan jauh juga beberapa kali di Yogyakarta dan Bali. Tapi baru kali ini saya agak dibingungkan, karena jujur Boyolali adalah sebuah daerah kabupaten kecil di Jawa Tengah dan saya heran juga bisa-bisanya Europe sampai kesasar bikin konser di sana.
Ternyata ada peran dari Pemerintah Kabupaten Boyolai untuk mendorong dan mempromosikan pariwisata di daerahnya. Terjawab sudah rasa penasaran saya, momen kedatangan Europe ini digunakan sebagai sarana untuk lebih memperkenalkan potensi wisata di Kabupaten Boyolali, tidak hanya di dalam negeri tapi juga sampai ke mancanegara. Maklum band yang datang bukan grup musik sembarangan. Hebat juga jika saya pikir lagi.
Jadi saya memutuskan untuk berangkat ke Boyolali, dan saya adalah termasuk orang yang biasa menggelandang dengan dana seadanya jika berpergian ke suatu tempat, jadi sudah pasti transportasi umum menjadi andalan saya.
Di era seperti saat ini, masyarakat sudah peka dalam urusan harga dan waktu, maka transportasi yang murah, tepat waktu, aman dan nyaman sudah tentu menjadi dambaan banyak orang, termasuk saya.
Terlebih Indonesia, kaya akan ragam budaya serta pesona alam, daerahnya nusantara sangat luas, sehingga untuk menggali potensi wisata sebagai penopang pendapatan negara diperlukan sarana transportasi umum yang terpadu. Karena dengan adanya sarana transportasi terpadu selain memudahkan para turis untuk menjangkau dari satu daerah ke daerah lain, faktor efisiensi waktu serta biaya juga menjadi aspek yang diperhitungkan turis.
Berkat pengalaman menuju daerah yang sebetulnya tidak sulit dijangkau tapi cukup membingungkan saya itu, ternyata saya lebih mendapatkan betapa transportasi umum sangat dibutuhkan tidak hanya mendukung sektor pariwisata melainkan juga ekonomi secara umum. Rute perjalanan seorang turis bisa juga sama dengan tujuan dari perjalanan bisnis. Memiliki kesamaan.
Terpadu
Pencapaian Kementerian Perhubungan untuk menyediakan fasilitas transportasi umum sebetulnya sudah sangat lebih baik, bahkan disampaikan secara transparan kepada publik.
Kinerja tahunan dari Kementerian Perhubungan dapat diunduh melalui website-nya yaitu dephub.go.id, sedangkan untuk informasi rutin sehari-hari, masyarakat bisa memantau melalui akun media sosial Kementerian Perhubungan, akun Instagram Kemehub adalah @kemenhub151.
Sebagai contoh konkret di Jabodetabek commuter line sudah menjadi tulang punggung masyarakat untuk menjangkau Jakarta dari berbagai lokasi di sekitarnya. Untuk stasiun commuter line pun dapat dijangkau oleh Transjakarta.
Ditambah adanya Mass Rapid Transportation (MRT) pertama di Indonesia ditambah lagi akan dioperasikannya Lintas Rel Terpadu (LRT) di Jakarta, bahkan kota Palembang sudah lebih dahulu memiliki LRT. Model transportasi ini sangat menjadi andalan bagi warga yang tingkat mobilitasnya cukup tinggi.
Kembali kepada kisah saya menuju ke Boyolali. Setelah saya mempelajari beberapa rute yang dapat dijangkau untuk sampai ke Boyolali, akhirnya saya memutuskan untuk menempuh rute dari Yogyakarta, alasannya sederhana saja, karena saya sudah terlanjur mengenal dan terbiasa dengan Yogyakarta, lebih menguasai medan jika dibandingkan rute dari Semarang atau Solo.
Saya memilih menggunakan pesawat terbang, kebetulan ada tiket murah juga sebetulnya. Jadi untuk menuju Bandara Soekarno Hatta saya berangkat dari rumah menggunakan Transjakarta, cukup dengan biaya Rp. 3.500 sudah sampai dekat Stasiun Kereta Bandara di BNI City Sudirman.
Jarak Stasiun BNI City Sudirman dari halte Transjakarta cukup dekat, jadi tinggal jalan kaki saja. Kemudian kereta datang, penumpang masuk dan duduk manis, diiringi oleh lelapnya tidur selama perjalanan sampai juga di Cengkareng.
Mantap. Bandara dapat diakses sedemikian praktis hanya menumpangi Transjakarta dan Kereta Bandara. Perjalanan dilanjutkan menggunakan pesawat terbang.
Kurang lebih satu jam akhirnya mendarat di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Losmen murah di kawasan Malioboro serta Transjogja menjadi andalan saya selama di Yogyakarta, bahkan sempat berkunjung ke Candi Prambanan menggunakan Transjogja.
Travel tersebut dikelola pihak swasta jadi memang bukan bagian dari transportasi terpadu milik Kementerian Perhubungan, ya wajar saja jika pelayanan belum optimal sesuai harapan. Memang dari Yogyakarta menuju Boyolali belum ada sarana semacam Transjogja. Opsi saya saat ini adalah menggunakan bis antar kota atau travel, dengan alasan praktis travel lah yang terpilih.
Andai saja ada sarana terpadu yang dapat menghubungkan Yogyakarta -- Boyolali seperti halnya Jakarta-Bogor atau Tangerang-Bekasi. Rasanya masalah serupa kerap terjadi di berbagai daerah. Namun ini bukan berarti Kementerian Perhubungan diam saja, berbagai upaya sudah dilakukan untuk membangun sarana transportasi terpadu yang optimal. Memang semuanya perlu waktu dan proses. So far so good. Tidak mengecewakan.
Memang dengan adanya transportasi terpadu, kendala terbatasnya akses menuju suatu tempat akan teratasi. Integrasi antar moda transportasi dapat membuka akses juga jaringan menuju ke suatu tempat tujuan. Biaya, waktu dan tenaga akan lebih efisien.
Sistem Transportasi Cerdas
Di era serba canggih seperti sekarang Sistem Transportasi Cerdas adalah elemen dasar dari konsep smart city yang sedang gencar didengungkan. Tapi jika saya simak secara lebih teliti, unsur dasar Sistem Transportasi Cerdas sudah mulai diterapkan di moda transportasi umum di Indonesia.
Transjakarta sudah menerapkan aplikasi untuk menginformasikan kedatangan serta keberangkatan dan juga keberadaan armada bis, penumpang dapat memantaunya melalui aplikasi di smartphone maupun layar di halte. Demikian pula commuter line, proses serupa bukan lagi hal aneh bagi penumpangnya.
Transaksi pembayaran untuk masuk ke stasiun dan halte pun sudah dilakukan secara non-tunai, semua menjadi lebih praktis dan terukur. Penumpang dapat mengestimasi jadwal waktu secara terinci untuk saat yang tepat mulai jam berapa berangkat dari rumah sampai ke tempat tujuan. MRT di Jakarta pun menerapkan hal serupa, LRT sudah tentu juga.
Akses ke tempat wisata akan menjadi lebih mudah, tidak hanya di Jakarta tapi di semua wilayah di Indonesia. Pembangunan Bus Rapid Transit seperti halnya Transjakarta akan diterapkan pula di Bandung dan Surabaya.
Akses pariwisata dan ekonomi daerah memang menuntut tingkat dinamika masyarakatnya dalam beraktivitas, sudah pasti transportasi umum yang aman, nyaman juga dapat diandalkan adalah sebuah kebutuhan dasar di daerah itu.
Agar transportasi umum dapat tersedia untuk digunakan masyarakat perlu juga keterlibatan dari pemerintah daerah dan pengelola tempat wisata setempat. Kolaborasi semua pihak diharapkan guna menggerakan geliat wisata dan ekonomi lokal. Jika akses transportasi tersedia maka pendapatan masyarakat akan ikut meningkat seiring dengan kedatangan para turis dan investasi dari para pemilik modal.
Ramah Bagi Penyandang Disabilitas
Pengalaman saya menggunakan moda transportasi seperti Transjakarta, MRT, commuter line, jika ditinjau dari aspek pelayanan para petugasnya, kepedulian terhadap kaum penyandang disabilitas patut dipuji.
Mereka peduli dan tak segan membantu penyandang disabilitas. Di halte Transjakarta sudah tersedia guiding block untuk membimbing pada penyandang tuna netra, bahkan ketika naik atau turun bis sering kali juga para petugas membantu.
Saya memiliki pengalaman sendiri terkait hal ini, ketika naik kereta dari Yogyakarta ke Jakarta, tiba-tiba ada seorang yang memohon kepada saya untuk bertukar tempat duduk.
Ternyata orang itu berpergian dengan anggota keluarganya yang tunadaksa, akhirnya saya mempersilahkan bertukar tempat agar mereka dapat duduk sebaris dan dapat menjaga kerabatnya penyandang tunadaksa. Di kereta, ternyata sulit juga bagi penyandang tunadaksa untuk masuk ke dalam gerbong serta menggunakan fasilitas toilet.
***
"Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia."
Lagu wajib nasional ciptaan dari R. Soerarjo meningatkan saya, betapa luasnya negeri tercinta Indonesia, 17 ribu pulau berada di antara dua samudera, kita disatukan oleh lautan, secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang membutuhkan moda tranportasi lengkap.
Ketersediaan moda transportasi umum yang terpadu, didukung sistem transportasi cerdas serta ramah bagi penyandang disabilitas menjadi hal penting dan perlu diperhatikan oleh penyelenggara negara. Melalui Kementerian Perhubungan perihal itu sudah dikerjakan dan terus ditingkatkan kualitasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H