Konon, donut atau doughnut (bahasa Indonesia: donat), diciptakan secara kebetulan. Adonan kue berupa tepung terigu dicampur gula dan telur setelah selesai diuleni akan diolah dengan digoreng agar adonan tersebut matang secara merata.
Maka, menurut legenda di dunia kuliner, seorang pelaut Amerika Serikat bernama Hansen Gregory membentuk adonan tersebut seperti cincin lalu digoreng dalam minyak panas.
Singkat cerita jadilah kue donat dan menjadi salah satu hidangan populer di seluruh dunia. Sehingga donat menjelma menjadi peluang bisnis dengan keuntungan menggiurkan dan banyak yang mencoba mendirikan usaha untuk menjual donat secara serius.
Pada tahun 1950 di kota Quincy, Massachusetts, Amerika Serikat berdirilah salah satu ikon donat terkenal yaitu "Dunkin' Donuts".
Adalah William Rossenberg yang menjadi pemrakarsa berdirinya Dunkin' Donuts sehingga menjadi salah satu jaringan waralaba terbesar dan mendunia. Gerai "Dunkin' Donuts" dapat dengan mudah ditemui di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
![Ilustrasi: sfchronicle.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/09/sfchronicle-5b94dc21aeebe158fd356a03.jpg?t=o&v=770)
Arah bisnis dari gerai ini seolah ingin menegaskan bahwa "Dunkin' Donuts" ingin lebih serius lagi menggarap pangsa pasar makanan dan minuman secara lebih luas dan umum.
Nampaknya mereka tertarik juga dan merasa yakin untuk menjual kopi, walaupun donat tetap menjadi salah satu menu yang dijual.
Selama ini "Dunkin' Donuts" memang telah menjual kopi, variasi roti isi dan bermacam makanan serta minuman, namun jaringan usaha mereka telah memiliki image sebagai penjual donat dan konsumen telah memiliki persepsi yang sangat melekat antara donat dengan merek "Dunkin' Donuts".
Kritik dan respon dengan nada penuh keheranan memang dilontarkan dari publik pecinta donat kepada "Dunkin".
Namun sepertinya sang produsen melakukan ini semua dengan telah melalui serangkaian proses, riset, dan pertimbangan yang dianggap dapat memberikan dukungan mumpuni untuk mengambil keputusan, merek baru dirilis tanpa kata "Donuts", cukup "Dunkin'". The show must go on, the business must make the money.