Mohon tunggu...
Andryan
Andryan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mental Plagiat, Mental Tempe

8 April 2016   17:17 Diperbarui: 8 April 2016   17:44 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

 

Industri kreatif tentunya sudah menggunakan media internet untuk mempublikasikan karyanya. Sebagai contoh, sebuah rumah produksi film mempublikasikan trailer filmnya ke YouTube untuk disaksikkan banyak orang dengan harapan akan banyak orang yang datang ke bioskop untuk menonton film tersebut. Sebagian orang akan dating ke bioskop, yang artinya produsen mendapatkan keuntungan. Namun sebagian orang akan dengan sabar menunggu hasil bajakan (dari kualitas rekaman kamera sampai kualitas FHD BluRay) supaya dapat menonton film tersebut dengan gratis, yang artinya produsen tidak mendapatkan keuntungan apapun. Jadi, apakah internet yang menyebabkan maraknya plagiarism? Coba kita lihat dulu 2 faktor lainnya.

Faktor kedua adalah undang-undang atau hokum yang melindungi konten digital. Konten digital sebenarnya sudah mendapatkan perlindungan dari undang-undang dan hokum, namun sepertinya hal ini masih belum efektif melihat masih maraknya pembajakan dan seperti tidak dapat dihentikan. Terdapat beberapa kasus di mana DMCA, peraturan perlindungan untuk konten digital di Amerika, memblokir website-website tertentu yang dianggap telah menyebarkan konten digital secara ilegal. Namun hal ini tampak kurang efektif, karena seringkali masalah tersebut diurus oleh pihak yang bersangkutan dan akhirnya website tersebut diizinkan untuk kembali beroperasi seperti normal. Akibatnya, pembajakan terus berlanjut dan menjadi sebuah bentuk kebiasaan.

Undang-undang masih belum mampu melindungi konten digital dengan baik. Sebuah bentuk prevensi plagiarisme yang umum digunakan adalah watermark. Watermark memberikan tulisan tertentu di atas karya yang menjadikan karya sulit untuk ditiru secara keseluruhan. Namun dalam kondisi tertentu, watermark ini masih dapat dihilangkan dengan rapi. Watermark akan lebih efektif untuk konten digital (gambar) yang memiliki warna yang sangat beragam, karena dengan demikian akan lebih sulit untuk dihilangkan tanpa memberikan noda yang tampak aneh pada karya.

Meskipun demikian, masih diperlukan sebuah bentuk perlindungan untuk konten digital yang tersusun dengan baik untuk mempertegas kekuatan hokum dalam media digital. Tanpa adanya hukum, para desainer seperti “ditelanjangi” di depan umum, tanpa adanya “pakaian” yang melindungi mereka di tengah badai plagiarisme. Para seniman dan desainer membutuhkan kepastian hokum agar dapat berkarya dalam ketenangan.

Faktor ketiga adalah mentalitas orang yang melakukan plagiarisme. Mentalitas perlu dirombak, seperti program Revolusi Mental yang dulu sempat dicanangkan oleh Pak Jokowi. Memang hampir semua permaaslahan yang timbul, terutama di Indonesia, berasal dari mentalitas yang lemah dan kurang sadar dengan nilai dan norma masyarakat. Orang-orang bermental lemah, alias mental tempe, adalah orang-orang yang biasanya suka dengan kepraktisan dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Mau kaya? Korupsi. Mau nilai bagus? Nyontek. Mau dapat posisi strategis? 

Nyuap aja. hal-hal seperti kerap terjadi di Indonesia, sehingga tidak heran bahwa Indonesia menduduki posisi tinggi dalam hal korupsi. Apa ini efek kebanyakan makan mie instan ya? Yang pasti, semua ini adalah permasalahan mentalitas. Contoh sana contoh sini, jiplak sana jiplak sini. Yang penting hasil bagus, dapat keuntungan. Tidak perllu memeikirkan nasib orang yang membuat dengan susah payah. Seandainya saja posisi penjiplak dengan pembuat dapat ditukar, barulah terasa bagaimana sengsaranya.

Banyak orang yang hanya mau untung namun tidak mau merugi. Ya, memang sudah sewajarnya bila manusia selalu berorientasi atau mengincar keuntungan. Namun coba saja Anda pikirkan, apa sih hal yang menguntungkan namun tidak ada ruginya? Tentunya tidak ada, karena jika ingin untung maka Anda “harus” rugi, sedikit atau banyak. Yang penting tidak tekor sudah bagus. Tetapi yang namanya manusia pasti ada yang murni hanya mengejar keuntungan. Orang-orang bermental lemah akan selalu memikirkan keuntungan-keuntungan tanpa mempertimbangkan kerugian yang diimbulkan, terutama bagi orang lain. Akibatnya keuntungan justru beralih kepada orang kurang bertanggungjawab yang sudah ”mencuri”nya dari pembuat sesungguhnya.

Dari ketiga factor tersebut, faktor manakah yang menjadi akar utama dari masalah plagiarisme? Internet menyediakan beragam fitur dan fasilitas untuk memasarkan produk-produk yang ingin kita hadirkan kepada pengguna. Namun ternyata plagiarisme secara digital buka satu-satunya jalan. Plagiarisme secara fisik pun sering terjadi, dan sangat sering ditemukan di pasar-pasar yang menjual produk-produk tiruan.

Undang-undang dan aturan-aturan yang kurang jelas mengatur peredaran media digital memperparah tindak plagiarisme. Namun DMCA pun tampaknya masih belum bisa melindungi media digital. Dan semua kembali kepada mentalitas tiap orang yang melakukan plagiarisme. Toh, meskipun media internet hilang dan aturan-aturan tegas ditegakkan, orang-orang tertentu akan berusaha mencari cara untuk melakukan plagiarisme. Karena memang seperti itulah manusia, akan selalu mencari jalan untuk melalukan sesuatu, baik maupun buruk. Mentalitas adalah inti dari permasalahan utama yang perlu diperbaiki, demi kemajuan pribadi, bersama, maupun bagi Negara Indonesia sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun