energi menjadi prioritas utama bagi setiap negara, termasuk Indonesia. Perencanaan strategis dalam sektor publik untuk keamanan energi tidak hanya memastikan kelancaran aktivitas ekonomi, tetapi juga menjamin kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, integrasi fungsi manajemen Planning, Organizing, Leading, dan Controlling (POLC) dapat menjadi kunci dalam mencapai tujuan tersebut.
Di tengah tantangan global yang semakin meningkat, keamananPOLC merupakan kerangka kerja manajemen yang terdiri dari empat fungsi utama yang saling terkait. Pertama, Planning (Perencanaan) dapat didefinisikan sebagai fungsi untuk menetapkan arah dan tujuan organisasi serta merumuskan strategi untuk mencapainya. Kedua, Organizing (Pengorganisasian) dapat diartikan sebagai fungsi untuk mengatur sumber daya dan struktur organisasi untuk melaksanakan rencana.Â
Ketiga, Leading (Kepemimpinan) dapat didefinisikan sebagai fungsi yang menginspirasi dan memotivasi individu untuk bekerja menuju tujuan bersama. Keempat, Controlling (Pengendalian) dapat didefinisikan sebagai fungsi memantau kemajuan dan membuat penyesuaian untuk memastikan tujuan tercapai. POLC penting karena memberikan struktur dan proses yang diperlukan untuk mengelola organisasi secara efektif.Â
Dalam konteks keamanan energi, POLC memungkinkan pemerintah dan perusahaan untuk beberapa hal seperti merespons dengan cepat terhadap perubahan pasar energi, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mendorong inovasi dan adaptasi teknologi baru, memastikan keberlanjutan dan ketersediaan energi untuk masa depan.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih sangat bergantung dengan energi fosil, terutama batubara, minyak, dan gas alam. Hal ini menyebabkan ketergantungan dalam sektor ekonomi, infrastruktur, dan teknologi. Energi fosil sebagai sumber pendapatan signifikan negara merupakan bentuk ketergantungan dalam sektor ekonomi.Â
Sementara itu, Infrastruktur energi yang didominasi oleh fasilitas yang dirancang untuk energi fosil merupakan bentuk ketergantungan dalam sektor infrastruktur. Teknologi ekstraksi dan pengolahan energi fosil yang lebih matang daripada teknologi energi terbarukan juga merupakan bentuk ketergantungan dalam sektor teknologi.
Transisi menuju energi terbarukan merupakan langkah penting yang harus direncanakan dengan matang. Sebagai contoh, proyek pembangunan infrastruktur energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Sumba, Nusa Tenggara Timur, yang merupakan bagian dari inisiatif pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil telah menjadi fokus perencanaan PLTS sebagai bagian dari inisiatif pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Perencanaan ini melibatkan beberapa hal, seperti analisis kelayakan yaitu menilai potensi sumber daya surya dan dampak sosial-ekonomi, kemudian desain teknis yaitu merancang infrastruktur PLTS yang sesuai dengan kondisi geografis dan iklim Sumba, dan strategi pendanaan yaitu mengidentifikasi sumber pendanaan, termasuk investasi swasta dan bantuan internasional.
Dalam pengembangan PLTS di Sumba sendiri, sering kali terjadi beberapa kendala yang dihadapi dalam prosesnya, seperti keterbatasan infrastruktur berupa akses yang terbatas ke lokasi yang terpencil dan kurangnya infrastruktur pendukung, kemudian keterbatasan sumber daya manusia yaitu kurangnya tenaga kerja terampil di bidang energi terbarukan, dan juga perubahan sosial yang berupa resistensi dari masyarakat lokal yang terbiasa dengan energi fosil. Berikut adalah solusi dari beberapa kendala tersebut yang dapat diterapkan seperti pembangunan infrastruktur yang berupa investasi dalam pembangunan jalan dan fasilitas pendukung lainnya, pelatihan tenaga kerja berupa program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja lokal dalam teknologi energi terbarukan, dan pendidikan masyarakat yang dapat berupa kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat energi terbarukan.
Dalam upaya memperkuat keamanan energi di Indonesia, perlu adanya pendekatan manajemen yang komprehensif dan terintegrasi. Fungsi manajemen POLC menawarkan kerangka kerja yang efektif untuk mengelola dan mengimplementasikan strategi energi yang berkelanjutan. Berikut adalah aplikasi fungsi POLC dalam konteks keamanan energi di sektor publik Indonesia dengan mengambil kasus pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Perencanaan adalah tahap awal dimana visi dan misi keamanan energi dirumuskan. Dalam konteks Indonesia, perencanaan ini bisa mencakup pengembangan infrastruktur energi terbarukan, seperti pembangunan PLTS di daerah terpencil. Menggunakan teori manajemen seperti analisis PESTEL (Political, Economic, Social, Technological, Environmental, Legal), pemerintah dapat menilai faktor eksternal yang mempengaruhi sektor energi dan merumuskan strategi yang sesuai. Setelah perencanaan, langkah selanjutnya adalah pengorganisasian, dimana struktur organisasi dibentuk untuk mendukung implementasi rencana. Dalam kasus pengembangan PLTS, pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya, seperti tenaga kerja dan dana, serta membentuk kemitraan dengan pihak swasta dan komunitas lokal. Konsep manajemen proyek sangat relevan di sini untuk memastikan bahwa proyek berjalan sesuai jadwal dan anggaran.